Gunung Semeru yang meletus pada Sabtu (4/12) sore meluluhlantakkan desa-desa di bawahnya, khususnya yang masuk dalam wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Hingga Sabtu (4/12) malam, pemerintah setempat masih berupaya melakukan evakuasi.
Dalam konferensi pers pada Sabtu (4/12) pukul 20.00 WIB, Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati Masdar menyebut kawasan yang mengalami kerusakan paling parah ada di daerah Curah Kobokan.
“Hampir semua rumah hancur di Curah Kobokan, dan semua mengungsi. Sebagian besar di Balai Desa Penanggal,” kata Indah.
Ada 300 kepala keluarga yang tinggal di Curah Kobokan. Hampir semuanya telah mengungsi beberapa saat setelah letusan terjadi. Namun, Indah mencatat hingga Sabtu (4/12) malam setidaknya masih ada 10 warga belum dapat dievakuasi karena medan yang sulit ditempuh.
“Evakuasi lambat karena mobil tidak bisa masuk ke lokasi, dikarenakan lumpur itu setinggi lutut kaki. Kami juga dibantu komunitas Jeep, sehingga sampai saat ini masih proses evakuasi. Mudah-mudahan yang sisa ini segera bisa terevakuasi,” lanjutnya.
Setidaknya satu korban meninggal dari Curah Kobokan yang telah terkonfirmasi dan masih dalam proses evakuasi.
Pemerintah Lumajang mencatat hingga Sabtu (4/12) petang, terdapat sekurangya 41 korban yang mengalami luka bakar dan dirawat di Puskesmas Penanggal. Sedangkan korban yang mengalami luka bakar parah telah dirujuk ke RSU dr Haryoto, RS Bhayangkara dan juga ke RS Pasirian. Sejumlah Puskesmas, seperti di Candipura dan Penanggal juga merawat korban luka bakar ini. Setidaknya ada dua ibu hamil di antara para korban, dengan usia kehamilan 8 dan 9 bulan.
Indah juga meminta bantuan dari Pemerintah Kabupaten Malang, karena sejumlah daerah tidak dapat diakses dari Lumajang, akibat putusnya jembatan dan pohon-pohon tumbang. Di Desa Supit Urang misalnya, jembatan Gladak Perak yang menghubungkan Lumajang dan Malang dilaporkan putus.
BACA JUGA: Gunung Semeru Meletus“Kami berharap BPBD serta Dinsos Kabupaten Malang bisa membuka posko, baik posko tempat pengungsian maupun dapur umum untuk melayani warga Lumajang di Pronojiwo, karena tidak mungkin kami ke sana akibat jembatan putus,” tambah Indah.
Laporan juga masuk dari Desa Sumberwuluh, di mana sekurangnya 2 orang dilaporkan hilang. Di kawasan penambangan pasir setempat, ada 8 orang yang terjebak di bangunan kantor pemilik tambang. Mereka mengirimkan video permintaan bantuan evakuasi, tetapi setelah itu tidak dapat dikontak oleh petugas dan relawan. Akses menuju lokasi juga tertutup lahar panas. Indah mengaku hanya bisa menunggu dan mendoakan para korban selamat.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Dr. dr. Eka Jusup Singka, M.Sc menyebut kasus luka bakar sebagai kejadian dominan pada korban letusan Semeru kali ini.
“Informasi yang kami peroleh di lapangan, memang korban yang paling cukup parah yaitu korban akibat luka bakar. Di Pasirian dan Penanggal, sudah ditangani di Puskesmas,” kata Eka.
Luka para korban, lanjut Eka, masuk kategori grade 2A dan 2 B, dia juga menyebut ada korban yang membutuhkan rujukan ke rumah sakit. Seluruh tim kesehatan berupaya semaksimal mungkin melakukan pengobatan bagi korban di berbagai rumah sakit lapangan.
“Tim kami seperti dari Persatuan Ahli Bedah, sudah ada di lapangan untuk membantu RS darurat yang ada di sekitar lokasi bencana,” tambahnya.
Banyak pihak terkejut dengan letusan Semeru yang tidak didahului tanda-tanda ini. Namun Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dr. Ir. Eko Budi Lelono, pemantauan Semeru sebenarnya terus dilakukan.
“Tim memantau 24 jam aktivitas Gunung Semeru ini, dan sebetulnya tidak ada aktivitas yang berlebihan dari kegempaannya yang memperlihatkan adanya suplai magma,” kata Eko.
BACA JUGA: Semeru Semburkan Awan Panas, 550 Warga MengungsiArtinya, kata dia, aktivitas Semeru beberapa waktu terakhir ini termasuk biasa saja, seperti juga waktu-waktu sebelumnya.
Analisa sementara yang dikumpulkan tim Badan Geologi di lapangan, lanjut Eko, ada dugaan curah hujan tinggi telah menyebabkan bibir lava Gunung Semeru runtuh. Keruntuhan ini memicu adanya erupsi awan panas guguran.
“Kami pantau terus 24 jam aktivitasnya. Kalau ada hal-hal mencurigakan dan kemungkinan ada aktivitas meningkat, akan dikoordinasikan dengan BNPB, BPBD dan Pemda setempat,” ujar Eko.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Mayor Jenderal TNI Suharyanto, mengatakan laporan peningkatan aktivitas Semeru sudah masuk selepas tengah hari.
“Pada pukul 15.10 WIB, PPGA Pos Gunung Sawur melaporkan visual abu vulkanik dari guguran awan panas sangat jelas teramati, mengarah ke Curah Kobokan dan beraroma belereng. Laporan visual dari beberapa titik lokasi juga mengalami kegelapan akibat kabut dari abu vulkanik,” ujar Suharyanto.
Guguran lava pijar teramati dengan jarak luncur 500-800 meter, dengan pusat guguran 500 meter di bawah kawah.
BNPB memastikan, BPBD Kabupaten Lumajang telah melakukan respons cepat begitu bencana ini terjadi. Pusat penanganan ada di dua kecamatan, yaitu Candipuro, dan Pronojiwo.
“Lokasi pengungsian yang saat ini sudah terisi ada di tiga desa di dua kecamatan, yaitu Supit Urang dan Curah Kobokan di Pronowjio dan Desa SUmber Wuluh di Candipuro,” lanjut Suharyanto.
Sabtu (4/12) malam, BNPB mengirimkan tim reaksi cepat untuk mendampingi BPBD Kabupaten Lumajang dan BPBD Jawa Timur. Mereka bergerak bersama unsur Kemenkes melalui jalur darat, membawa logistik dasar, seperti selimut, makanan siap saji, terpal, tenda darurat, matras dan berbagai bahan kebutuhan lain. [ns/ah]