Banyak negara terlambat menyadari kekuatan Twitter sebagai alat komunikasi, sehingga baru sedikit yang memiliki akun di media sosial tersebut.
Hanya sembilan dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki akun Twitter dengan namanya, dan hanya tiga akun yang secara resmi diverifikasi oleh situs media sosial tersebut, menurut sebuah laporan.
Dalam “Twiplomacy,” sebuah studi yang dipublikasikan pekan lalu untuk melihat merek dagang suatu negara di Twitter, perusahaan komunikasi Burson-Marsteller mengatakan mereka menemukan bahwa sebagian besar akun bernama negara dimiliki oleh individual pribadi dan tiga dari lima diantaranya terbengkalai, tidak aktif, dibekukan atau diproteksi, yang berarti hanya bisa dilihat oleh pengguna yang telah disetujui.
“Hanya sedikit pemerintah dan organisasi pariwisata yang memahami kekuatan pemasaran dan merek dagang negara dalam Twitter,” ujar Matthias Luefkens, yang mengepalai unit praktik digital di Burson-Marsteller, dalam pernyataan tertulis.
Hanya Inggris, Israel dan Afrika Selatan yang telah diverifikasi Twitter sebagai akun-akun resmi yang dikelola pemerintah atau badan pariwisata, ujar Luefkens.
Akun Inggris merupakan bagian yang sukses dari kampanye “Britain is Great” yang diluncurkan Maret tahun ini. Sementara itu, akun Israel, dikelola oleh kementerian luar negeri, merupakan kanal Twitter resmi negara dan memiliki lebih dari 66.000 pengikut, menurut studi tersebut.
Akun Twitter Swedia @Sweden, yang memiliki 65.000 pengikut, dikelola bersama oleh lembaga milik pemerintah dan badan pariwisata negara, namun menurut Luefkens belum diverifikasi Twitter karena formatnya yang “demokratis.” Akun tersebut memperbolehkan seorang warga negara baru mengelola akun tersebut tiap minggu dan menulis apa saja yang ia mau.
Akun @Australia memiliki lebih dari 6.000 pengikut namun hanya memiliki satu status. Kelihatannya akun ini tidak resmi. Akun-akun Twitter Antigua Barbuda, Barbados, Lituania, Maladewa dan Spanyol dikelola oleh badan pariwisata masing-masing untuk mempromosikan sektor tersebut.
Akun yang paling banyak diikuti adalah Indonesia, yang isinya hanya tautan ke berita-berita mengenai negara ini dan memiliki 193.349 pengikut.
Banyak akun bernama negara yang dipegang oleh individu. Akun Mesir, misalnya, dikelola dari daerah pantai California dan profilnya menyebutkan “Saya bukan negara Mesir. OK? Saya. Bukan. Negara. Mesir.”
Pihak yang memiliki akun @Canada telah berulangkali menawarkan pemerintah Kanada membeli akunnya, sesuatu yang dilarang di Twitter, ujar Luefkens.
Ia mengatakan tidak terkejut karena lebih banyak pemerintah tidak memiliki kontrol atas akun Twitter bernamakan negaranya, karena “mereka baru sadar bahwa Twitter merupakan kendaraan komunikasi yang kuat.”
"Saya kira situasi ini akan segera berubah dan para pemerintah akan menjadi lebih aktif” dalam mengambil alih kontrol akun Twitter yang bernamakan negara mereka, ujarnya. (AFP)
Dalam “Twiplomacy,” sebuah studi yang dipublikasikan pekan lalu untuk melihat merek dagang suatu negara di Twitter, perusahaan komunikasi Burson-Marsteller mengatakan mereka menemukan bahwa sebagian besar akun bernama negara dimiliki oleh individual pribadi dan tiga dari lima diantaranya terbengkalai, tidak aktif, dibekukan atau diproteksi, yang berarti hanya bisa dilihat oleh pengguna yang telah disetujui.
“Hanya sedikit pemerintah dan organisasi pariwisata yang memahami kekuatan pemasaran dan merek dagang negara dalam Twitter,” ujar Matthias Luefkens, yang mengepalai unit praktik digital di Burson-Marsteller, dalam pernyataan tertulis.
Hanya Inggris, Israel dan Afrika Selatan yang telah diverifikasi Twitter sebagai akun-akun resmi yang dikelola pemerintah atau badan pariwisata, ujar Luefkens.
Akun Inggris merupakan bagian yang sukses dari kampanye “Britain is Great” yang diluncurkan Maret tahun ini. Sementara itu, akun Israel, dikelola oleh kementerian luar negeri, merupakan kanal Twitter resmi negara dan memiliki lebih dari 66.000 pengikut, menurut studi tersebut.
Akun Twitter Swedia @Sweden, yang memiliki 65.000 pengikut, dikelola bersama oleh lembaga milik pemerintah dan badan pariwisata negara, namun menurut Luefkens belum diverifikasi Twitter karena formatnya yang “demokratis.” Akun tersebut memperbolehkan seorang warga negara baru mengelola akun tersebut tiap minggu dan menulis apa saja yang ia mau.
Akun @Australia memiliki lebih dari 6.000 pengikut namun hanya memiliki satu status. Kelihatannya akun ini tidak resmi. Akun-akun Twitter Antigua Barbuda, Barbados, Lituania, Maladewa dan Spanyol dikelola oleh badan pariwisata masing-masing untuk mempromosikan sektor tersebut.
Akun yang paling banyak diikuti adalah Indonesia, yang isinya hanya tautan ke berita-berita mengenai negara ini dan memiliki 193.349 pengikut.
Banyak akun bernama negara yang dipegang oleh individu. Akun Mesir, misalnya, dikelola dari daerah pantai California dan profilnya menyebutkan “Saya bukan negara Mesir. OK? Saya. Bukan. Negara. Mesir.”
Pihak yang memiliki akun @Canada telah berulangkali menawarkan pemerintah Kanada membeli akunnya, sesuatu yang dilarang di Twitter, ujar Luefkens.
Ia mengatakan tidak terkejut karena lebih banyak pemerintah tidak memiliki kontrol atas akun Twitter bernamakan negaranya, karena “mereka baru sadar bahwa Twitter merupakan kendaraan komunikasi yang kuat.”
"Saya kira situasi ini akan segera berubah dan para pemerintah akan menjadi lebih aktif” dalam mengambil alih kontrol akun Twitter yang bernamakan negara mereka, ujarnya. (AFP)