Barat Dorong Lebih Banyak Bantuan Militer bagi Ukraina, Bukan Keanggotaan NATO

Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte (kanan) berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam pertemuan menteri luar negeri anggota NATO di markas NATO di Brussels, Belgia, pada 3 Desember 2024. (Foto: AFP/John Thys)

Para pemimpin Barat menyerukan dukungan militer berkelanjutan bagi Ukraina saat negara itu memerangi invasi Rusia yang telah berlangsung hampir tiga tahun, tetapi menolak permintaan Kyiv untuk segera bergabung dengan NATO, aliansi militer utama Barat. Penolakan tersebut dikarenakan adanya kekhawatiran bahwa bergabungnya Ukraina ke dalam NATO akan menyeret sekutu itu ke dalam konflik yang lebih luas dengan Moskow.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang bertemu dengan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Brussels pada hari Selasa (3/12) menjelang pertemuan para menteri luar negeri, membahas apa yang menurut Departemen Luar Negeri AS sebagai “langkah konkret” yang dapat diambil oleh Barat untuk membantu Ukraina mempertahankan diri.

Meskipun 32 negara NATO telah menyatakan bahwa Ukraina berada di jalur yang tidak dapat diubah lagi untuk menjadi anggota aliansi pasca-Perang Dunia II itu, Rutte mengatakan prioritas utama haruslah menyediakan lebih banyak senjata bagi pasukan negara itu sementara Rusia berhasil menguasai wilayah di sepanjang garis depan pertempuran di Ukraina timur.

“Garis depan [Ukraina] tidak bergerak ke arah timur. Ia bergerak perlahan ke arah barat” yang menguntungkan Rusia, kata Rutte. “Jadi, kita harus memastikan bahwa Ukraina berada dalam posisi yang kuat, dan kemudian pemerintah Ukraina harus memutuskan langkah selanjutnya, dalam hal membuka perundingan damai dan bagaimana cara melaksanakannya.”

BACA JUGA: Duta Besar Rusia untuk PBB Tuduh Ukraina Bantu Pemberontak Suriah 

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy setuju, dengan mengatakan negaranya membutuhkan “bantuan yang signifikan” untuk pasokan persenjataannya di wilayah Donetsk.

“Semakin besar daya tembak tentara kita, semakin banyak kemampuan teknologi yang kita miliki, maka akan semakin efektif kita dapat menghancurkan potensi ofensif Rusia dan melindungi nyawa para prajurit kita," kata Zelenskyy dalam pidato hariannya pada hari Selasa.

Zelenskyy mengatakan selain “diskusi terperinci” yang telah dilakukan Ukraina dengan para mitranya mengenai masalah ini, “Kami bekerja sendiri, meningkatkan produksi kami, industri pertahanan Ukraina kami.” Ia mengatakan Ukraina bekerja untuk "memiliki lebih banyak kemampuan sendiri untuk melakukan serangan jauh sendiri."

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan dalam pidatonya pada Senin malam bahwa sekutu-sekutu Ukraina harus “melakukan apa pun yang diperlukan untuk mendukung pembelaan diri mereka selama diperlukan,” tetapi mengakui bahwa perang akan berakhir dengan negosiasi dan potensi kompromi.

Starmer mengatakan bahwa sekutu harus “menempatkan Ukraina pada posisi terkuat untuk negosiasi sehingga mereka dapat memperoleh perdamaian yang adil dan abadi sesuai dengan ketentuan mereka yang menjamin keamanan, kemerdekaan mereka — dan hak untuk memilih masa depan mereka sendiri.”

Zelenskyy mengatakan pada hari Minggu (1/12) bahwa undangan untuk bergabung dengan NATO “pada dasarnya akan memperkuat Ukraina sebelum negosiasi apa pun untuk mengakhiri perang.”

Berdasarkan pakta NATO, serangan terhadap salah satu negara anggotanya dianggap sebagai serangan terhadap semuanya. Namun ketentuan tersebut hanya diberlakukan satu kali, saat sekutu Barat bergabung dengan pasukan AS untuk memerangi Al Qaeda di Afghanistan setelah terorisnya menyerang AS pada tahun 2001, yang menewaskan hampir 3.000 orang.

BACA JUGA: Biden Upayakan Tambahan $24 Miliar untuk Ukraina 

Dengan mempertimbangkan persyaratan NATO tersebut, sekutu Barat menolak keanggotaan Ukraina dalam aliansi tersebut sementara perang dengan Rusia masih berkecamuk. Meskipun demikian, Kementerian Luar Negeri Ukraina pada hari Selasa mengatakan Kyiv “tidak akan menerima alternatif, pengganti, atau pilihan lain apa pun untuk keanggotaan penuh Ukraina di NATO,” dengan mengutip “pengalaman pahitnya dari Memorandum Budapest.”

Berdasarkan pakta yang ditandatangani 30 tahun lalu di ibu kota Hungaria itu, Ukraina setuju untuk menyerahkan senjata atom era Sovietnya, yang merupakan persenjataan nuklir terbesar ketiga di dunia, sebagai imbalan atas jaminan keamanan dari Rusia, Amerika Serikat, dan Inggris.

Ukraina menyebut perjanjian Budapest itu sebagai “monumen bagi kepicikan dalam membuat keputusan keamanan strategis.”

Saat ini, ujar pemerintah Ukraina, “Kami yakin bahwa satu-satunya jaminan keamanan nyata bagi Ukraina, serta pencegah agresi Rusia lebih lanjut terhadap Ukraina dan negara-negara lain, adalah keanggotaan penuh Ukraina di NATO.”

Sekutu Barat telah menjanjikan ratusan juta dolar dalam bentuk bantuan militer baru untuk Ukraina menjelang pertemuan para menteri luar negeri, termasuk putaran bantuan baru dari Amerika Serikat dan Jerman. [lt/rs]