Menurut Direktur Tindak Pidana Umum (Dir. Tipidum) Djuhandhani Rahardjo Puro, setelah melakukan penyidikan lebih lanjut, diketahui bahwa “disamping 20 orang ini ada 5 orang lagi yang juga sudah berhasil kabur (dari lokasi penyekapan.red). Jadi jumlah korban ada sekitar 25 orang.”
Ditambahkannya, sedikitnya ada 16 orang yang direkrut oleh dua tersangka yang berinisial ASN dan ASD. Keduanya ditangkap di Apartemen Sayana, Kota Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat.
Polisi juga masih mendalami satu tersangka lain yang berinisial ER, yang merekrut 9 WNI lainnya.
Djuhandhani mengatakan dalam upaya mengelabui korban, mereka diajak melewati beberapa jalur masuk sebelum ke Myanmar, di antaranya melalui Thailand dan juga Malaysia. Untuk pemberangkatannya dilakukan secara berkelompok antara bulan September- November 2022 lalu.
Korban yang semuanya bekerja di perusahaan scam online itu kerap dihukum administratif dan hukuman fisik lain ketika dinilai gagal mencapai target.
“Mereka diberikan sangsi berupa potongan gaji termasuk tindakan kekerasan fisik. Tindak kekerasan fisik berupa dijemur, disuruh lari dan squatjump, bahkan beberapanya menerima pukulan, disetrum, dan dikurung,” terang Djuhandhani.
BACA JUGA: Pemberantasan Perdagangan Orang: ASEAN Butuh Lebih dari Sekadar DeklarasiKemenlu RI: WNI Korban TPPO Sudah Berada di KBRI Thailand
Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha membenarkan bahwa pemerintah telah berhasil membawa 20 WNI korban TPPO dari Myamnar ke KBRI di Thailand.
“Kita dapat menyelamatkan 20 WNI tersebut dalam dalam 2 gelombang, pertama tanggal 5 Mei lalu sebanyak 4 orang dan kemudian 16 orang pada tanggal 6 Mei,” jelas Judha.
Perwakilan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Brigjen Pol. Suyanto mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran bekerja, terlebih di negara-negara yang jelas bukan tujuan penempatan pekerja migran.
“Filipina, Myanmar, Kamboja dan Vietnam, sesuai ketentuan Permenaker, bukan negara penempatan (pekerja migran). jadi secara tidak langsung karena bukan negara penempatan, seharusnya tidak ada pekerja migran di sana, kecuali pemilik kemampuan khusus yang dibutuhkan negara setempat,” ujarnya.
Lebih jauh Suyanto minta agar masyarakat lebih selektif dalam mengkonfirmasi kesempatan bekerja di negara-negara ASEAN yang bukan negara penempatan pekerja migran tersebut. Salah satunya dengan mengecek kelegalan perusahaan perekrutan atau penerimaan pekerja migran di luar negeri.
Pemerintah Indonesia telah melakukan tiga upaya untuk mengatasi kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di luar negeri. Yaitu dengan memberikan perlindungan pada WNI yang menjadi korban saat bekerja di luar negeri, khususnya di negara-negara ASEAN, dengan cara bekerjasama dengan pemerintah ataupun otoritas setempat. Juga dengan menegakkan hukum yang dapat memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan dan mencegah terulangnya kejadian serupa di kemudian hari.
Dalam keterangannya, WNI korban TPPO di Myanmar mengatakan mereka diiming-imingi gaji besar untuk bekerja menjadi staf pemasaran, dengan waktu cuti untuk pulang ke negara asal. Namun pada kenyataannya korban dipaksa bekerja di perusahaan online scam milik WN China di Myawaddi, Myanmar, dengan target tertentu. Jika tidak berhasil memenuhi target, mereka akan diancam dan disika. Mereka tidak diizinkan pulang, dan bahkan diminta membayar denda hingga 70.000 yuan atau setara dengan 160 juta rupiah.
Kementerian Luar Negeri mengakui bahwa kasus TPPO antara periode 2020-2023 telah meningkat dratis, dari 140 kasus pada tahun 2020, menjadi 1.800 kasus pada tahun 2023 ini. Dari angka terakhir ini, sekitar seribu pekerja migran ilegal diketahui bekerja di Kamboja. [iy/em]