Batik Indonesia Semakin Mendunia

Model-model memeragakan busana batik karya Iwan Tirta di Kedutaan Besar Republik Indonesia, Washington, Senin (11/7).

Pamor batik di dunia semakin melambung, seperti tercermin dalam pameran batik berskala internasional oleh KBRI di Washington.

Isteri Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Rosa Rai Djalal, membuka pameran batik bertajuk Indonesian Batik: World Heritage di KBRI Washington awal pekan ini. Acara ini dihadiri puluhan tamu undangan, termasuk warga Amerika yang ingin mengenal batik lebih jauh.

Pameran menampilkan sekitar 60 kain batik dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Cirebon, Pontianak, dan lain-lain. Sebagian koleksinya didatangkan oleh Wastaprema atau Himpunan Pencinta Kain Adat Indonesia, demikian menurut Ketua Himpunan tersebut, Adiati Arifin Siregar. “Ada yang dari tahun 1920-an dan 1930-an milik salah satu teman kami, tapi dalam kondisi baik. Batik memerlukan perawatan yang baik namun alami, jadi jangan terlalu banyak menggunakan bahan kimia, karena yang alami lebih awet,” ujar Adiati.

Nanies Hakim, salah seorang anggota perkumpulan tersebut, membawa beberapa koleksinya, termasuk kain batik tulis bermotif merak asal Pekalongan, yang berusia lebih dari 80 tahun. “Suatu kehormatan bagi saya untuk bisa ikut di sini memamerkan batik Indonesia. Batik kita sudah diakui oleh dunia, jadi kita bangga punya warisan sebegitu bagusnya,” kata Nanies.

Demonstrasi membatik dengan canting sebagai bagian dari pameran Indonesian Batik: World Heritage di KBRI, Washington, Senin (11/7).

Dalam pameran ini, Himpunan Wastaprema berkolaborasi dengan Museum Tekstil Jakarta. Kedua lembaga tersebut menyajikan seni warisan budaya tersebut dalam bentuk pameran kain, peragaan busana, demontrasi membatik dengan canting, sampai tarian yang menceritakan proses pembuatan batik.

Kepala Museum Tekstil Jakarta, Indra Riawan, mengatakan ia ingin menunjukkan bahwa batik bukan sekedar kain dengan keindahannya.

Menurut Indra, “Sebetulnya batik yang mendapatkan pengakuan dari UNESCO adalah batik Indonesia mempunyai filosofi; bermakna dan mempunyai berbagai simbol yang bermanfaat bagi masyarakat untuk menjadi pedoman kehidupan.”

Claire Wolfowitz, isteri mantan Dubes Amerika untuk Indonesia, Paul Wolfowitz, turut menghadiri acara peluncuran pameran itu. Ia menyebut batik sebagai seni yang indah, apalagi proses pembuatannya juga tidak mudah, sehingga harus lebih dihargai. “Kita harus lebih memberikan apresiasi. Apalagi begitu banyak waktu yang keahlian khusus yang dibutuhkan untuk membuatnya. Batik adalah karya seni, bukan hanya tekstil,” ujar Claire.

Pameran Indonesian Batik: World Heritage di KBRI Washington, DC, ini akan berlangsung sampai 16 Juli 2011. Sejak mendapat pengakuan dari Situs Warisan Dunia UNESCO, batik semakin bergaung di dalam dan luar negeri. Berbagai upaya untuk lebih menduniakan batik juga terus dilakukan. April lalu, KBRI Washington meluncurkan kompetisi desain batik bagi masyarakat Amerika. Pemenangnya akan diumumkan November mendatang di San Fransisco.