Bawaslu Petakan Lima Provinsi Rawan Politik Uang 

Prabowo Subianto menyapa pendukung saat kampanye di Stadion Sidolig, Bandung, Jawa Barat, pada Pilpres 2019. (Courtesy: Partai Gerindra) Jawa Barat termasuk satu dari lima provinsi yang dinilai Bawaslu paling rawan terjadi praktik politik uang.

Bawaslu memetakan lima provinsi yang paling rawan terjadi praktik politik uang yaitu Maluku Utara, Lampung, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Utara.

Bawaslu meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP) tematik mengenai isu politik uang. Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, riset IKP tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya politik uang pada pemilu serentak 2024. Hasilnya lima provinsi dipetakan paling rawan politik uang yaitu Maluku Utara, Lampung, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Utara. Sedangkan untuk lima kabupaten kota yang paling rawan politik uang yaitu Jayawijaya, Banggai, Banggai Kepulauan, Sekadau, dan Lampung Tengah.

"Bawaslu bertugas untuk mencegah terjadinya politik uang. Karena itu modus (politik uang) yang beragam itu memerlukan fleksibilitas, adaptasi, dan strategi Bawaslu yang tepat untuk melakukan pencegahan," jelas Lolly di Bandung, Minggu (13/8).

Lolly menambahkan politik uang merupakan satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan pemilu. Menurutnya, politik uang berbahaya karena dapat mempengaruhi pemenangan kontestan, termasuk merusak mental para pemimpin. Karena itu, Lolly mengajak semua pemangku kepentingan untuk bergandengan untuk menangani politik uang.

Bawaslu meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tematik mengenai isu politik uang di Bandung, Jawa Barat, Minggu (13/8/2023). (Foto: Bawaslu)

"Partisipasi publik menjadi modal dalam upaya pencegahan. Tadi masyarakat permisif terhadap politik uang karena ada yang kasih. Sedangkan yang kasih masih percaya diri karena ada yang menerima. Karena itu, kita punya divisi partisipasi masyarakat untuk pencegahan," tambahnya.

Lolly menyebut sejumlah fenomena politik uang di antaranya sebelum masa kampanye dan sebelum hari pemungutan suara. Adapun modusnya beragam mulai dari diberikan langsung, pemberian barang, dan janji kepada pemilih. Pelaku juga beragam mulai dari kandidat, tim sukses, aparatur sipil negara, penyelenggara adhoc, dan simpatisan.

KPU: Pemetaan Daerah Rawan Politik Uang Jadi Peringatan bagi Penyelenggara Pemilu

Anggota KPU Parsadaan Harahap mengatakan pemetaan daerah rawan politik yang dilakukan Bawaslu ini dapat menjadi peringatan bagi penyelenggara pemilu, lembaga negara, maupun masyarakat. Karena itu, semua pihak dapat bekerja sama mencegah terjadinya politik uang. Ia juga berharap pemetaan ini selaras dengan strategi pencegahan yang konkret dari Bawaslu. Sebab, variasi jenis dan pelaku politik uang semakin beragam.

"Apa mungkin pelakunya melakukan pengkaderan, atau aktor di tingkat lokal yang terlatih, maka bentuknya varifiatif, dari mulai konvensional sampai sifatnya mengarah kejahatan kerah putih," tutur Parsadaan Harahap.

BACA JUGA: Hasil Penelitian: Perempuan Paling Rentan Terlibat Praktik Politik Uang


Parsadaan berharap hukuman bagi pelaku politik uang bisa menimbulkan efek kepada status kekuasaan. Ia menilai hukuman yang ada seperti kurungan tidak mampu menimbulkan efek jera. Ditambah lagi, kata dia, terdapat pandangan di kalangan peserta pemilu bahwa lebih baik menang bermasalah daripada kalah terhormat.

Perlu Gerakan Moral Serius

Sementara mantan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Ida Budhiati mengusulkan gerakan moral untuk mengakhiri praktik politik uang pada pemilu. Sebab, menurutnya, masyarakat tidak dapat berharap banyak kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk penanganan politik uang baik secara administrasi maupun pidana pemilu.

"Saya belum menemukan ada satu putusan yang mendiskualifikasi peserta pemilu dalam pemilu 2019 sebagai akibat politik uang yang kemudian diberi sanksi administrasi," kata Ida Budhiati.

Your browser doesn’t support HTML5

Bawaslu Petakan Lima Provinsi Rawan Politik Uang 


Menurut Ida, ketiadaan putusan diskualifikasi karena politik uang bukan kesalahan aparat penegak hukum maupun Bawaslu. Sebab, regulasi memberi persyaratan yang rumit untuk menjangkau pelaku dalam isu ini yaitu terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ditambah lagi, undang-undang juga tidak memberi penjelasan yang gamblang terkait TSM tersebut. [sm/em]