Meski kemungkinannya kecil, sejumlah pihak khawatir bahwa invasi Rusia ke Ukraina saat ini, akan diikuti oleh penggunaan senjata nuklir. Indonesia sepenuhnya mengandalkan diplomasi untuk mencegah kondisi ini.
Analisa terkait kemungkinan penggunaan senjata nuklir itu disampaikan Muhadi Sugiono, peneliti Institute of International Studies (IIS) Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Jumat (4/3) sore.
“Perang di Ukraina ini adalah perang terbuka pertama, yang melibatkan negara pemilik senjata nuklir, yang secara jelas menjadikan senjata nuklir sebagai satu pilihan,” kata Muhadi.
Muhadi, yang juga masuk dalam tim kampanye International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN), berbicara dalam diskusi bertema Indonesia dan Ancaman Perang Nuklir.
Mengutip permberitaan media, Muhadi menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan stafnya, untuk menyiagakan senjata nuklir.
“Meskipun Presiden Amerika Serikat, Joe Biden mengatakan tidak perlu merespons itu, tetapi saya tidak yakin, pernyataan itu tidak direspon dengan serius oleh Amerika,” tambahnya.
Faktor lain yang membuka kemungkinan penggunaan senjata nuklir, adalah adanya kemungkinan peningkatan eskalasi perang di Ukraina ke depan. Jika itu terjadi, ada kemungkinan organisasi pakta pertahanan atlantik utara, NATO, akan terlibat. Padahal, ada cukup banyak negara anggota NATO yang memiliki senjata nuklir, selain Rusia sendiri yang berada di pihak berseberangan.
“Kita bisa bayangkan, tinggal menunggu waktu perang nuklir itu akan terjadi. Dan Eropa akan menjadi teater pertama setelah perang dunia kedua, yang menghadirkan konfrontasi nuklir,” kata Muhadi.
BACA JUGA: Tentara Rusia Berhasil Rebut PLTN Terbesar di Eropa ZaporizhzhiaHitung-hitungan menurut data, setidaknya ada 1.600 senjata nuklir strategis milik Rusia dan 1.900 yang berupa senjata taktis. Sementara di sisi NATO, ada Perancis dengan sekitar 280-290 hulu ledak nuklir, kemudian Inggris yang memiiki 120 senjata serupa. Belum lagi senjata-senjata nuklir milik Amerika Serikat, yang selama ini ditempatkan di Belgia, Belanda dan Turki. Selain itu, tentu saja adalah ribuan hulu ledak nuklir milik Amerika Serikat sendiri.
“Ketika Rusia menggunakan senjata nuklir, dia tidak akan bisa membatasi dampaknya hanya di Ukraina, dan kita tahu perbatasan Ukraina adalah negara-negara anggota NATO. Ketika satu negara NATO terdampak, mereka bisa mengaktikan Artikel 4, untuk secara gotong royong melibatkan diri di dalam konflik,” kata Muhadi.
BACA JUGA: Invasi Rusia Bisa Jadi Malapetaka Bagi Perekonomian DuniaSituasi saat ini, lanjut Muhadi, sangat genting. Bukan hanya perang nuklir itu saya yang mengerikan, tetapi juga dampak jangka panjangnya. Umat manusia di seluruh dunia akan hidup dalam bayang-batang senjata nuklir, jika itu sampai terjadi.
Indonesia Bertumpu pada Diplomasi
Seburuk apapun kondisi ke depan, Indonesia tetap akan menerapkan peran dengan pendekatan diplomasi. Penegasan itu disampaikan Brigjen TNI Binsar Sianipar, Direktur Kerja Sama Internasional Pertahanan, Kementerian Pertahanan dalam diskusi yang sama.
Binsar menegaskan, Indonesia menentang invasi terhadap negara berdaulat. Namun, yang bisa dilakukan saat ini adalah membangun kerja sama lebih baik dengan semua negara di seluruh kawasan.
“Di Kementerian Pertahanan sendiri, sebelum terjadinya invasi ini, kita terus melakukan komunikasi intens dengan semua negara. Melakukan diplomasi pertahanan, dan itu bagian kebijakan kita untuk mengantisipasi terjadinya konflik sekecil apapun dengan semua negara, sampai dengan konflik bersenjata yang mengunakan senjata nuklir,” ujar Binsar.
Sejauh ini, Kementerian Pertahanan aktif memanfaatkan ASEAN Defence Ministers' Meeting (ADMM) untuk upaya tersebut. Indonesia tegas menyuarakan kepada seluruh pihak, untuk tidak menggunakan senjata nuklir dalam penyelesaian konflik.
Forum ADMM, kata Binsar, juga memiliki kelompok kerja untuk membahas masalah ini. Pembicaraan juga dilebarkan menjadi ADMM Plus, dengan delapan negara lain yang turut terlibat. Mereka adalah Amerika Serikat, Australia, China, India, Jepang, Korea, Rusia dan Selandia Baru.
BACA JUGA: AS akan Undang Perwakilan 'Non-Politik' Myanmar ke KTT ASEAN“Yang bisa kita lakukan paling efektif adalah menggunakan komunikasi diplomasi, baik bilateral maupun mutilateral, khususnya melalui ADMM Plus ini,” lanjutnya.
Lima Sikap Indonesia
Kementerian Luar Negeri juga terus berupaya menunjukkan peran untuk mendorong penyelesaian konflik di Ukraina. Yohpy Ichsan Wardana, Koordinator Fungsi Isu Senjata Pemusnah Massal dan Senjata Konvensional, Kemenlu menyebut kesepakatan sudah ada di tingkat PBB.
“Kita bersama 141 negara sudah mengadopsi pembahasan di emergency session PBB mendukung resolusi terkait dengan Ukraina, untuk memastikan bahwa konflik ini dapat segera dihentikan dengan tujuan-tujuan damai, demi kepentingan stabilitas keamanan internasional,” ujar Yohpy.
Kemenlu juga mengeluarkan lima poin sikap terkait invasi Rusia ke Ukraini ini. Menurut Yohpy, Indonesia menghormati tujuan dan prinsip Piagam PBB dan hukum internasional, termasuk penghormatan terhadap integritas wilayah dan kedaulatan, penting untuk terus dijalankan.
Poin kedua, kata Yohpy, serangan militer di Ukraina tidak bisa diterima. “Serangan juga sangat membahayakan keselamatan rakyat dan mengancam perdamaian serta stabilitas kawasan dan dunia,” ujarnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Ketiga, Indonesia meminta agar konflik di Ukraina dapat segera dihentikan dan semua pihak agar menghentikan permusuhan serta mengutamakan penyelesaian secara damai melalui diplomasi. Keempat, Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah nyata guna mencegah memburuknya situasi. Sedangkan poin kelima, pemerintah memprioritaskan keselamatan WNI.
“Perkembangan terakhir, kita berhasil mengevakuasi WNI kita dari Ukraina ke wilayah yang aman, dan kemarin sudah diterima Bu Menlu, sejumlah WNI kita dari Ukraina,” ujarnya. [ns/ab]