The American Indonesian-Exchange Foundation (AMINEF), Yayasan Pertukaran Indonesia-Amerika yang didirikan tahun 1992 adalah lembaga nir-laba yang selama ini mengadminitrasi program beasiswa Fulbright. Setiap tahun lebih dari 120 orang Indonesia maupun Amerika mendapatkan beasiswa Fulbright untuk studi, melakukan riset dan mengajar.
Pekan ini, AMINEF menyelenggarakan pembekalan (Pre-Departure Orientation) bagi penerima beasiswa Fulbright dari seluruh Indonesia dan serangkaian seminar di Yogyakarta.
Lebih dari 120 orang Indonesia akan berangkat ke Amerika untuk program Gelar S2 dan S3 maupun riset dan studi di Akademi Komunitas (Community College), serta 40-an orang Amerika akan mengajar Bahasa Inggris di sekolah dan madrasah di Indonesia untuk tahun ini.
Direktur Eksekutif AMINEF, Alan H. Feinstein mengatakan, pada dasarnya penerima beasiswa ke Amerika bebas memilih bidang studi apapun tetapi didorong untuk mempelajari sains dan teknologi.
“Orang Indonesia yang mau berangkat ke Amerika tidak dibatasi, topik apa saja yang populer boleh mereka ajukan. Memang selama ini ada dana khusus untuk sains dan teknologi dan memang Indonesia kuat tetapi masih perlu sekali. Seperti kita lihat sekarang ini untuk science education (pendidikan sains) masih agak tertinggal sehingga perlu didorong untuk mempelajarinya di Amerika," kata Alan H. Feinstein.
Profesor Bana Kartasasmita, direktur harian AMINEF mengatakan, pada prinsipnya, bidang studi yang ditawarkan melalui beasiswa Fulbright disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan Indonesia. Sehingga perubahan dilakukan ketika diperlukan. Namun terdapat sejumlah bidang studi yang disayangkan belum dimanfaatkan oleh orang Indonesia termasuk jurnalisme, media, sosiologi dan hukum perjanjian perdata internasional.
Your browser doesn’t support HTML5
"Para calon (penerima beasiswa) itu menyesuaikan dengan kebutuhan pembangunan Indonesia tetapi terbatas pada bidang akademik dan budaya. Juga untuk pengembangan geografis. Kadang untuk bidang-bidang tertentu kami ingin melihat nanti hasilnya untuk Indonesia Timur, misalnya. Lalu untuk bidang-bidang tertentu nanti hasilnya untuk pengurangan konflik, misalnya. Bahkan ada bidang-bidang yang kami cemaskan kok nggak ada orang Indonesia memanfaatkannya, misalnya jurnalisme. Kedepan kan kelautan, alam, energy, dsb,” kata Profesor Bana Kartasasmita.
Ryan Adriandhy Halim dari Jakarta, lulusan S1 Disain Komunikasi Visual yang dikenal sebagai aktor stand-up komedi tahun ini akan belajar tentang Film dan Animasi di Rochester, New York.
"Melanjutkan untuk Master Degree di Rochester Institute of Technology di Rochester New York, rencana untuk pengambil program Film And Animation. Karena saya melihat industry kreatif di Indonesia sudah mulai bergerak dan mulai banyak pelakunya, dimana banyak medium yang bisa dimanfaatkan untuk lebih memperkenalkan Indonesia kepada dunia. Kenapa medium animasi tidak kita coba juga untuk Indonesia yang kuat budaya bertutur,” kata Ryan Adriandhy Halim.
Sementara itu, Irda Hafni dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara Medan akan melakukan penelitian tentang hama tanaman di Penn State University.
"Saya akan mengambil senior research program dari AMINEF di Penn State University untuk mengembangkan riset saya dibidang plant pathology atau penyakit tumbuhan. Dan, riset saya ini dibidang deteksi benih untuk biji pada tanaman yang terinfeksi oleh penyakit. Masalah kita di Indonesia banyak benih yang telah terinfeksi tidak terdeteksi dan akan menimbulkan penyakit dan akibatnya mengurangi produktifitas pertanian kita,” kata Irda Hafni.
Dian Rahma Savitri dari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang akan mengembangkan riset yang sudah ia lakukan mengenai pengembangan karir remaja di Universitas Wisconsin.
"Saya riset di bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan karir remaja. Saya mengambil senior research program di University of Wisconsin Milwaukee selama empat bulan mulai September hingga Desember. Selama ini saya riset konteks budaya kolektivis di Indonesia, saya tertarik mengembangkannya melalui penelitian lintas budaya, dinamika perkembangan karir remaja pada budaya kolektivis yaitu di Indonesia dan di budaya indivualis di US,” jelas Dian Rahma Savitri.