Kamboja yang tahun ini mendapat giliran menjadi Ketua ASEAN telah menunda pertemuan retreat para menteri luar negeri ASEAN yang sedianya dilaksanakan pada 18-19 Januari di Siem Reap. Menteri Penerangan Kamboja Khieu Kanharith mengumumkan penundaan ini melalui Facebook tanpa memberitahu jadwal baru.
Penundaan pertemuan para menteri luar negeri ASEAN tersebut terjadi di tengah perbedaan sikap negara-negara anggota ASEAN terhadap rencana kunjungan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen Sen ke Myanmar, yang dijadwalkan dimulai hari Jumat ini (14/11). Menurut rencana Hun Sen akan melangsungkan pertemuan dengan pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing.
Menanggapi perkembangan itu, Direktur Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jailani mengaku pihaknya telah mendengar kabar penundaan pertemuan para menteri luar negeri ASEAN tersebut. Indonesia memahami penundaan pertemuan yang direncanakan secara fisik ini karena kasus COVID-19 di beragam negara melonjak lagi.
Dia juga mengakui ada perbedaan pendapat di antara negara-negara ASEAN terhadap rencana lawatan Hun Sen ke Myanmar. Sebagian menganggap kunjungan Hun Sen itu sebagai bentuk pengakuan terhadap junta militer yang mengambil alih pemerintahan sipil melalui kudeta pada 1 Februari tahun lalu.
Negara yang tidak setuju ini juga khawatir Hun Sen akan mengundang Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin dalam pertemuan retreat para menlu ASEAN, dan pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN tahun ini.
"Posisi Indonesia tetap konsisten mengenai pentingnya lima poin konsensus dan selama ini kita mengetahui belum ada kemajuan signifikan di lapangan. Maka Indonesia juga konsisten dengan keputusan yang pernah diambil oleh ASEAN sebelumnya, Myanmar sebaiknya diwakili oleh perwakilan non-politik," kata Abdul Kadir.
Sikap Hun Sen Dinilai Bertolakbelakang dengan ASEAN
Peneliti ASEAN dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pandu Prayoga membenarkan sikap Hun Sen mendekati pemimpin junta Myanmar sebagai penyebab terbelahnya negara-negara ASEAN. Posisi ini bertolak belakang dengan posisi ASEAN tahun lalu yang mengecualikan Myanmar dalam semua pertemuan ASEAN. Kamboja, ujarnya, kemungkinan besar malah mengajak Myanmar untuk mengikuti setiap pertemuan ASEAN. Padahal jika pejabat Myanmar diundang dalam setiap pertemuan ASEAN, berarti organisasi regional ini telah mengakui junta sebagai pemerintahan yang sah di negara tersebut.
Pandu mengingatkan sikap Kamboja kali ini sama ketika negara itu menjabat Ketua ASEAN pada 2012, yakni tidak memasukkan isu Laut Cina Selatan dalam komunike bersama para pemimpin ASEAN.
"Sudah dibilang sejak awal, Desember 2021, Hun Sen sudah menegaskan dia akan menggunakan pendekatan berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Brunei Darussalam," ujar Pandu.
Your browser doesn’t support HTML5
Kalau Hun Sen tetap pada pendiriannya, menurut Pandu, peluang untuk menyelesaikan krisis politik di Myanmar akan makin berat. Terlebih setelah dijatuhkannya vonis terhadap Aung San Suu Kyi dan ditangguhkannya pemilu – yang sudah dijanjikan junta militer – hingga tahun 2023.
Diperlukan soliditas dan sentralitas ASEAN untuk memaksa Kamboja mengikuti keputusan sebelumnya yang mengecualikan Myanmar. Kalau Kamboja membangkang dari keputusan itu, hal itu akan makin membuat ASEAN tidak berwibawa.
BACA JUGA: PM Kamboja Hun Sen Dijadwalkan Bertemu dengan Pemimpin Militer MyanmarDalam KTT ASEAN Oktober tahun lalu, pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing tidak diundang karena ASEAN menilai Myanmar tidak mematuhi lima poin konsensus yang disepakati para pemimpin ASEAN termasuk Jenderal Hlaing dalam pertemuan di Jakarta April tahun lalu.
Myanmar menolak mengizinkan utusan khusus ASEAN bertemu kelompok oposisi termasuk Aung San Suu Kyi, pemimpin Partai NLD (Liga Nasional untuk Demokrasi) telah ditahan setelah kudeta militer terjadi.
Lebih dari 1.400 warga tewas sejak kudeta militer 1 Februari 2021, sebagian besar dibantai aparat keamanan dalam demonstrasi pro-demokrasi. [fw/em]