China memperingatkan Amerika Serikat pada Selasa (20/8) bahwa mereka "tidak berwenang untuk campur tangan" dalam sengketa maritim dengan Filipina. Beijing menyatakan hal itu setelah terjadi bentrokan terbaru di dekat Second Thomas Shoal, area terumbu karang di Laut China Selatan yang sedang dipersengketakan.
China dan Filipina sering terlibat konfrontasi di perairan tersebut selama setahun terakhir, terutama di sekitar kapal perang yang ditenggelamkan oleh Manila pada 1999 di Second Thomas Shoal. Kawasan itu saat ini menjadi tempat sebuah garnisun dan tetap menjadi sumber ketegangan antara kedua negara.
Baik China maupun Filpina melaporkan pada Senin bahwa kapal garda pantai mereka bertabrakan di dekat Sabina Shoal yang dipersengketakan. Lokasi itu berada sekitar 140 kilometer di sebelah barat Pulau Palawan di Filipina dan sekitar 1.200 kilometer dari Pulau Hainan, daratan China terdekat.
China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayahnya, meskipun pengadilan internasional memutuskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Setelah bentrokan terbaru, Amerika Serikat pada Senin mengecam "tindakan berbahaya" yang mengancam "operasi maritim Filipina yang sah".
"Tindakan-tindakan ini adalah contoh terbaru dari (China) yang menggunakan tindakan berbahaya dan eskalatif untuk menegakkan klaim maritim Laut China Selatan yang ekspansif dan melanggar hukum," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel.
Ketika ditanya tentang pernyataan Patel pada Selasa, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning membela "tindakan hukum Beijing untuk melindungi kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritimnya."
BACA JUGA: Kapal Filipina ‘Sengaja Bertabrakan’ dengan Kapal China di Laut China Selatan"AS tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam sengketa maritim antara China dan Filipina, karena mereka bukan pihak dalam konflik Laut China Selatan," ujar Mao Ning dalam pengarahan rutin.
"AS harus berhenti memprovokasi konfrontasi di Laut China Selatan, tidak mengganggu stabilitas regional dan tidak meningkatkan ketegangan," tukasnya.
Para analis berpendapat bahwa Beijing bertujuan untuk maju dari Second Thomas Shoal ke arah Sabina Shoal di Kepulauan Spratly. Langkah itu melanggar zona ekonomi eksklusif Manila dan bertujuan untuk menetapkan kontrol China atas wilayah tersebut.
Konfrontasi itu mengingatkan pada insiden pada 2012, saat Beijing menguasai Scarborough Shoal, sebuah lokasi strategis di Laut China Selatan yang paling dekat dengan Filipina. [ah/rs]