Sebuah kelompok Muslim mendedikasikan usaha mereka untuk memberdayakan warga Muslim Amerika yang tuna rungu.
Global Deaf Muslim, demikian nama organisasi itu, berusaha menggalang penderita cacat pendengaran untuk terlibat dalam berbagai kegiatan Islamik dan menyebarkan ajaran Islam sebagaimana tersurat dalam kitab suci Al-Quran.
Di salah satu ruang di Masjid Muhammad, Baltimore, Maryland, Hijrah Hanif, sedang mengajar bahasa isyarat kepada sekelompok orang. Ini bukan sekadar bahasa isyarat untuk bahasa Inggris, melainkan juga bahasa Arab.
Hamid adalah segelintir kecil aktivis yang mendukung aktivitas Global Deaf Muslim, sebuah organisasi yang bertujuan memberdayakan para penyandang tuna rungu.
Organisasi yang berkantor pusat di Bethesda, Maryland ini semakin gencar mengajak Muslim Amerika untuk belajar bahasa isyarat, sehingga bisa menjadi penerjemah bagi para penyandang tuna rungu di berbagai kegiatan Islamik.
Sarah Kalimullah, mahasiswa dari Georgetown University, termasuk salah seorang yang aktif mengkampanyekan ini. “Sekitar 90 persen kegiatan Muslim di Amerika tidak menyediakan penerjemah bahasa isyarat. Kebanyakan penyandang tuna rungu di berbagai negara bagian Amerika tidak mendatangi kegiatan-kegiatan Muslim karena tidak ada penerjemah. Saya berharap apa yang dilakukan Global Deaf Muslim ini bisa terus berkembang,” ungkap Sarah.
Memperbanyak penerjemah bahasa isyarat selalu menjadi target Global Deaf Muslim dari tahun ke tahun. Menurut Kalimullah, hingga saat ini berbagai kegiatan Islamik sangat jarang didukung penerjemah, sehingga jarang dikunjungi Muslim penyandang tuna rungu. Kenyataan ini bukan karena ketiadaan dana, melainkan kekurangan sumber daya. Dewasa ini, katanya, di Amerika, jumlah penerjemah bahasa isyarat yang Muslim atau yang memahami Islam masih terbatas.
Kalimullah mengatakan, Muslim penyandang tuna rungu, seperti halnya tuna rungu lain dan keluarga mereka, sering menghadapi masalah. Tidak jarang orangtua tidak memahami bahasa isyarat, sehingga anak mereka menjadi terisolasi. Sistem pendidikan juga sering mengasumsikan bahwa mereka yang memiliki masalah pendengaran dan mereka yang normal belajar dengan cara yang sama. Padahal, menurut Kalimullah, karena para penyandang tuna rungu tidak dididik dengan semestinya, mereka seringkali terbelakang.
Global Deaf Muslim cukup aktif menggelar berbagai kegiatan. Dari waktu ke waktu, organisasi yang didirikan sejak tahun 2005 ini mengadakan seminar, lokakarya dan konferensi untuk mengungkapkan kebutuhan dan kondisi para Muslim yang tuna rungu kepada para imam, orangtua dan cendekiawan agama. Kegiatan itu juga biasanya digunakan untuk membahas masalah-masalah yang dianggap penting bagi mereka.
Sesuai nama yang disandangnya, Global Deaf Muslim juga memfasilitasi komunikasi antara Muslim penyandang tuna rungu di berbagai penjuru dunia untuk membantu mereka bertukar pengalaman dan memperkokoh iman dan persaudaraan umat Islam.
Global Deaf Muslim juga mengkoordinasikan kegiatan dan menyediakan sumberdaya untuk mendidik penyandang tuna rungu sehingga mereka dapat meningkatkan pengetahuan mengenai Islam dan tetap produktif sebagai anggota masyarakat. Organisasi ini contohnya sedang merundingkan isyarat tangan universal untuk kata-kata dan konsep-konsep yang hanya eksis dalam Islam dan membuat video yang menarasikan al-Quran dalam bahasa isyarat.
Menurut Sarah Kalimullah, dengan memanfaatkan komunikasi sebagai alat, Global Deaf Muslim dapat menciptakan suasana yang inklusif dimana Muslim penyandang tuna rungu dan Muslim yang dapat mendengar dapat memahami satu sama lain, sehingga memperkecil jurang perbedaan di antara mereka.
Di salah satu ruang di Masjid Muhammad, Baltimore, Maryland, Hijrah Hanif, sedang mengajar bahasa isyarat kepada sekelompok orang. Ini bukan sekadar bahasa isyarat untuk bahasa Inggris, melainkan juga bahasa Arab.
Hamid adalah segelintir kecil aktivis yang mendukung aktivitas Global Deaf Muslim, sebuah organisasi yang bertujuan memberdayakan para penyandang tuna rungu.
Organisasi yang berkantor pusat di Bethesda, Maryland ini semakin gencar mengajak Muslim Amerika untuk belajar bahasa isyarat, sehingga bisa menjadi penerjemah bagi para penyandang tuna rungu di berbagai kegiatan Islamik.
Sarah Kalimullah, mahasiswa dari Georgetown University, termasuk salah seorang yang aktif mengkampanyekan ini. “Sekitar 90 persen kegiatan Muslim di Amerika tidak menyediakan penerjemah bahasa isyarat. Kebanyakan penyandang tuna rungu di berbagai negara bagian Amerika tidak mendatangi kegiatan-kegiatan Muslim karena tidak ada penerjemah. Saya berharap apa yang dilakukan Global Deaf Muslim ini bisa terus berkembang,” ungkap Sarah.
Memperbanyak penerjemah bahasa isyarat selalu menjadi target Global Deaf Muslim dari tahun ke tahun. Menurut Kalimullah, hingga saat ini berbagai kegiatan Islamik sangat jarang didukung penerjemah, sehingga jarang dikunjungi Muslim penyandang tuna rungu. Kenyataan ini bukan karena ketiadaan dana, melainkan kekurangan sumber daya. Dewasa ini, katanya, di Amerika, jumlah penerjemah bahasa isyarat yang Muslim atau yang memahami Islam masih terbatas.
Kalimullah mengatakan, Muslim penyandang tuna rungu, seperti halnya tuna rungu lain dan keluarga mereka, sering menghadapi masalah. Tidak jarang orangtua tidak memahami bahasa isyarat, sehingga anak mereka menjadi terisolasi. Sistem pendidikan juga sering mengasumsikan bahwa mereka yang memiliki masalah pendengaran dan mereka yang normal belajar dengan cara yang sama. Padahal, menurut Kalimullah, karena para penyandang tuna rungu tidak dididik dengan semestinya, mereka seringkali terbelakang.
Global Deaf Muslim cukup aktif menggelar berbagai kegiatan. Dari waktu ke waktu, organisasi yang didirikan sejak tahun 2005 ini mengadakan seminar, lokakarya dan konferensi untuk mengungkapkan kebutuhan dan kondisi para Muslim yang tuna rungu kepada para imam, orangtua dan cendekiawan agama. Kegiatan itu juga biasanya digunakan untuk membahas masalah-masalah yang dianggap penting bagi mereka.
Sesuai nama yang disandangnya, Global Deaf Muslim juga memfasilitasi komunikasi antara Muslim penyandang tuna rungu di berbagai penjuru dunia untuk membantu mereka bertukar pengalaman dan memperkokoh iman dan persaudaraan umat Islam.
Global Deaf Muslim juga mengkoordinasikan kegiatan dan menyediakan sumberdaya untuk mendidik penyandang tuna rungu sehingga mereka dapat meningkatkan pengetahuan mengenai Islam dan tetap produktif sebagai anggota masyarakat. Organisasi ini contohnya sedang merundingkan isyarat tangan universal untuk kata-kata dan konsep-konsep yang hanya eksis dalam Islam dan membuat video yang menarasikan al-Quran dalam bahasa isyarat.
Menurut Sarah Kalimullah, dengan memanfaatkan komunikasi sebagai alat, Global Deaf Muslim dapat menciptakan suasana yang inklusif dimana Muslim penyandang tuna rungu dan Muslim yang dapat mendengar dapat memahami satu sama lain, sehingga memperkecil jurang perbedaan di antara mereka.