Para peneliti di Hong Kong mengklaim miopia, juga dikenal sebagai rabun jauh, meningkat di kalangan anak-anak sejak pandemi dimulai. Mereka menyebut penyebabnya penutupan sekolah dan belajar daring yang meningkatkan waktu yang dihabiskan anak-anak muda itu di depan layar komputer, serta lockdown yang memangkas aktivitas mereka di luar ruang.
Nicole Leung (8), seperti halnya banyak anak lain di Hong Kong, terpaksa tinggal di rumah dan belajar daring sewaktu sekolahnya ditutup akibat COVID-19. Ia adalah satu dari 709 anak-anak yang turut dalam penelitian yang dilakukan para peneliti di Chinese University of Hong Kong.
Para peneliti melacak penglihatan anak-anak semasa pandemi, bersama-sama dengan 1.000 anak dari penelitian lainnya yang direkrut dan diteliti sebelum pandemi pada tahun 2015.
Menurut penelitian yang diterbitkan di British Journal of Ophthalmology, sejak peraturan terkait COVID-19 diberlakukan, miopia pada anak-anak 2,5 kali lebih besar kemungkinannya memburuk.
Miopia adalah kelainan fokus mata yang membuat sulit untuk melihat objek pada jarak jauh secara jelas.
Tingkat memburuknya kondisi itu diukur dalam unit optik yang disebut diopter. Kondisi ini biasanya dapat diperbaiki dengan kacamata, lensa kontak atau operasi.
Selama restriksi COVID, Nicole tidak diizinkan menonton televisi atau menggunakan ponsel, tetapi penglihatannya masih memburuk. Ibunya, Jessica Chu merasa prihatin. Ia mengatakan,"Selama pandemi, semua anak di Hong Kong beralih ke kelas daring. Pertama kali kami membawanya untuk pemeriksaan (sewaktu berusia 6,5 tahun) adalah 4.00 diopter. Kami hanya memesan kacamata, kami tidak memerlukan perawatan lainnya.
Setelah setengah tahun, ketika Nicole diperiksa lagi, terutama ketika kegiatan luar ruang semakin sedikit selama itu, dan hanya mengikuti kelas daring di rumah. Miopianya bertambah 1,5 diopter menjadi 5.00 hingga 6.00 diopter, membuat sang ibu merasa sangat khawatir.
Ketua tim peneliti tersebut adalah Dr. Jason Yam dari Fakultas Optalmologi dan Ilmu Visual di CUHK. Ia mengatakan,"Kami mendapati kenaikan signifikan insiden miopia selama COVID. Ini sekitar 2,5 kali lebih tinggi pada masa COVID-19, dibandingkan dengan sebelumnya. Kami juga mendapati peningkatan signifikan dalam perubahan gaya hidup. Nomor satu, penurunan signifikan dalam aktivitas luar ruang. Selama pandemi COVID, anak-anak secara signifikan mengurangi kegiatan di luar ruang dan meningkatkan waktu di depan layar. Jadi ini ada kaitannya dengan peningkatan insiden miopia.”
Penelitian ini memiliki keterbatasan karena anak-anak yang diteliti sebelum dan sesudah terjadi pandemi tidak sama. Selain itu, peneliti mengandalkan orang tua dan anak-anak untuk memberi laporan akurat mengenai lama mereka di depan monitor dan beraktivitas di luar ruangan.
Yam juga memperingatkan untuk tidak menerapkan penelitian ini pada seluruh anak-anak di negara-negara lain dengan mengatakan bahwa penelitian itu tidak dapat diberlakukan umum pada semua orang. Tetapi bagi kota-kota yang memiliki perubahan kebiasaan gaya hidup yang mirip pada anak-anak dan mengalami restriksi serupa selama pandemi COVID-19, ini dapat berlaku. Meningkatnya waktu di depan layar monitor dan berkurangnya aktivitas di luar ruang sudah pasti berarti ada peningkatan insiden miopia semasa pandemi ini, jelas Yam.
Sementara COVID-19 telah memunculkan berbagai peluang belajar secara daring, perubahan signifikan dalam gaya hidup ini juga memberi tantangan lebih banyak bagi anak-anak yang perlu belajar secara digital, meningkatkan tekanan terhadap mata mereka.
Selain meningkatnya penggunaan komputer, pengurangan aktivitas luar ruang secara signifikan juga menjadi faktor yang meningkatkan perkembangan miopia. Taman-taman umum dan fasilitas olahraga kerap ditutup selama pandemi ini.
Menurut penelitian, waktu yang dihabiskan di depan komputer bertambah dari 3,5 menjadi 8 jam per hari. Yam mengatakan 40 persen anak-anak di Hong Kong menghadapi masalah ini.
Berdasarkan riset Dr. Yam, miopia terjadi pada sekitar usia 4 dan berlangsung terus hingga usia 14. Pada usia ini, proses mulai melamban, meskipun dapat juga memburuk pada sekelompok kecil orang dewasa.
Saran Yam kepada orang tua Leung adalah memberinya obat tetes mata atropine dan meningkatkan waktu untuk aktivitas di luar ruang.
Orang tua Leung mengatakan penglihatan anaknya tidak memburuk sejak mereka mengikuti anjuran Yam.
Your browser doesn’t support HTML5
Yam menyarankan anak-anak sebaiknya melewatkan waktu 14 jam di luar rumah setiap pekan dan rehat dari kegiatan membaca untuk melihat ke objek di kejauhan setiap 30 menit. Jarak baca juga harus dipertahankan minimum 30 centimeter.
Menurutnya, aktivitas di luar ruang sangat penting karena cahaya penting bagi pertumbuhan mata untuk mengatasi miopia. Ia menyarankan agar anak-anak tidak membaca dalam kondisi remang-remang. Akan lebih baik lagi apabila anak-anak dapat membaca di sebelah jendela dengan cahaya siang hari, ketika cahaya lebih terang, agar ada efek kesehatan yang tercapai untuk menghambat perkembangan miopia, ujarnya. [uh/ab]