Pemerintah Belanda diperintahkan membayar ganti rugi kepada para janda dan anak-anak orang Indonesia yang dibunuh semasa perang kemerdekaan tahun 1940an.
Kantor berita AP melaporkan vonis tersebut, yang merupakan proses hukum terbaru terkait masa penjajahan Belanda di Indonesia, bisa membuka jalan bagi banyak gugatan baru oleh korban.
Pengadilan Tinggi Den Haag memutuskan bahwa sembilan perempuan, yang saat ini tinggal di Indonesia dan tidak hadir ketika vonis dibacakan, adalah janda orang-orang yang dibunuh atas perintah negara Belanda dan karenanya berhak mendapat ganti rugi.
Hakim pengadilan itu menolak argumen pemerintah Belanda bahwa periode legal untuk mengajukan gugatan hukum ('statute of limitations') sudah lewat.
Vonis hari Rabu (11/3) juga bermakna penting karena hakim menetapkan anak-anak orang yang dibunuh juga berhak mendapatkan ganti rugi. "Tidaklah beralasan untuk mengecualikan anak-anak itu untuk meminta ganti rugi. Ini adalah langkah maju yang besar," kata Liesbeth Zegveld, pengacara yang mewakili para keluarga penggugat.
Pemerintah Belanda belum menanggapi vonis itu.
Tahun 2013, Belanda resmi meminta maaf kepada Indonesia atas berbagai tindak kekerasan yang dilakukan tentaranya antara tahun 1945 -- ketika Indonesia menyatakan kemerdekaan dari pendudukan Belanda -- dan tahun 1949 -- ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.
Pengadilan itu tidak menetapkan jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan kepada sembilan janda yang mengajukan gugatan terbaru tersebut.
Dalam gugatan serupa tahun 2011, pemerintah Belanda diperintahkan membayar 20.000 euro atau sekitar Rp 280.000.000 kepada janda tujuh warga desa yang dibunuh dan kepada seorang laki-laki yang cedera dalam sebuah aksi pembantaian tahun 1947. Dalam peristiwa yang terjadi di desa Rawagedeh di Jawa barat itu, antara 130 sampai lebih dari 430 orang mati dibunuh.
Vonis itu adalah pertama kalinya pemerintah Belanda dihukum pengadilan terkait pembantaian itu. Jeffry Pondaag, kepala sebuah yayasan yang mewakili para keluarga orang-orang yang dibunuh semasa penjajahan Belanda, menyambut baik keputusan pengadilan hari Rabu itu.
"Ini sangat memuaskan," katanya kepada kantor berita AP. "Mereka menetapkan statute of limitation tidak bisa lagi digunakan sebagai argumen. Ini baik, dan di masa depan akan ada lebih banyak gugatan," lanjutnya.