Iran belum membuat keputusan tentang apakah akan memperpanjang kesepakatan dengan para pengawas nuklir PBB mengenai akses ke video rekaman pengawasan di situs-situs nuklirnya, kata Kementerian Luar Negeri negara itu, Senin (28/6).
Pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh itu muncul setelah kesepakatan tiga bulan antara Teheran dan para inspektur nuklir internasional untuk menyimpan data video di instalasi-instalasi nuklir negara itu berakhir pekan lalu, menyusul perpanjangan satu bulan.
"Belum ada keputusan, baik negatif atau positif yang telah dibuat," kata Khatibzadeh kepada wartawan. “Baik mengenai kelanjutan kesepakatan maupun penghapusan data. Kami berada di posisi sebelumnya untuk saat ini.''
Iran mulai membatasi akses para pengawas nuklir PBB ke situs-situs nuklirnya awal tahun ini, sebagai bagian dari usahanya menekan Barat terkait kesepakatan nuklir 2015 yang compang-camping dengan negara-negara besar dunia.
BACA JUGA: Israel Keberatan dengan Perjanjian Nuklir IranTeheran berusaha mendorong negara-negara besar Eropa untuk memberikan kelonggaran terkait sanksi-sanksi minyak dan perbankan yang diberlakukan tiga tahun lalu ketika presiden AS saat itu, Donald Trump, menarik Amerika dari perjanjian penting itu.
Sebagai bagian dari upaya itu, Iran mengabaikan batas pengayaan uranium yang tercantum dalam perjanjian itu dan sekarang memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 60% -- tingkat tertinggi yang pernah diwujudkannya, meskipun belum mencapi tingkat yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir, yakni 90%.
Untuk mencegah kerusakan diplomatik lebih lanjut di tengah negosiasi yang sedang berlangsung di Wina untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir itu, Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mencapai kesepakatan pada menit-menit terakhir Februari mengenai batasan-batasan baru yang diberlakukan Teheran terkait pengawasan. Iran berjanji untuk menyimpan data video untuk diakses nanti _ tetapi hanya selama tiga bulan, setelah itu pihak berwenang mengancam akan menghapus rekaman-rekaman itu.
Langkah untuk menghapus video rekaman pengawasan akan secara tajam meningkatkan ketegangan. Tindakan itu memperumit upaya diplomatik untuk menemukan jalan bagi Amerika untuk mencabut sanksi-sanksi, dan bagi Iran untuk menerapkan kembali pembatasan-pembatasan pada program nuklirnya.
Meskipun terkenal dengan sikap bermusuhannya dengan Barat, Ebrahim Raisi – mantan kepala kehakiman berhaluan sangat konservatif yang baru-baru ini terpilih sebagai presiden -- telah berkomitmen mendapatkan keringanan sanksi-sanksi dengan kembali ke kesepakatan nuklir.
Khatibzadeh, Senin (28/6), menegaskan kembali bahwa kedatangan pemerintahan baru tidak akan mempengaruhi negosiasi di Wina, karena otoritas terakhir berada di tangan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. “Pada dasarnya, tidak masalah di bawah pemerintah manapun kesepakatan itu terjadi,'' katanya. [ab/my]