Polisi kembali diteror. Pada Selasa (4/7) pagi, di halaman depan kantor markas kepolisian sektor Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ditemukan bendera yang biasa digunakan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) serta secarik karton berisi ancaman terhadap keamanan negara.
Dalam ancaman yang ditulis di atas karton berwarna kuning itu disebutkan ISIS akan meneror polisi karena telah menangkapi dan membunuh ulama, serta umat Islam. Ancaman itu juga menyatakan akan terus memburu polisi sebagaiman polisi memburu kelompok Santoso di Poso.
Salah satu ancaman yang membuat polisi menanggapi dengan serius bendera dan karton ancaman itu adalah menjadikan Jakarta seperti Marawi. "Ketahuilah, perang telah dimulai. Akan kami buat Jakarta ini seperti Marawi. Akan kami gulingkan hukum jahiliyah serta berhala Pancasilan yang kalian banggakan dan akan kami tinggikan hukum Allah yang Maha adil dan sempurna."
Marawi merupakan kota berpenduduk mayoritas muslim di Pulau Mindanau, Filipina Selatan. Kelompok Maute dan Abu Sayyaf, yang sama-sama telah berbaiat kepada pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi, kini sedang memerangi pasukan pemerintah Filipina di Marawi.
Kepada wartawan, Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Iwan Kurniawan mengatakan bendera ISIS dan surat ancaman tersebut ditemukan sekitar pukul 05:30 pagi.
"Saat ini kita sedang lakukan penyelidikan. Tim sudah dibuat dari Polsek, Polres, Polda, juga dari Mabes Polri. Kita akan lakukan penyelidikan terkait pemasangan bendera identik, sama dengan bendera ISIS," kata Iwan.
Anggota Panitia Khusus Revisi Undang-undang Terorisme Bobby Rizaldi mengakui adanya kelemahan dalam UU Anti-Terorisme yang berlaku sekarang ini karena aparat keamanan tidak bisa menangkap seseorang sebelum serangan teror terjadi. Padahal badan-badan terkait, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Detasemen Khusus 88 Antiteror, sudah memiliki data soal siapa saja warga Indonesia terkait dengan terorisme.
Karena itu, lanjut dia, dalam revisi yang tengah dirumuskan akan diperkuat soal deteksi dini terhadap kegiatan dan jaringan terorisme. Terduga teroris juga bisa ditahan selama 30 hari untuk menjalani pemeriksaan.
"Bagaimana caranya upaya deteksi dini tersebut akuntabilitasnya tetap tinggi. Misalkan, dia ditahan. Buktinya apa yang membuat dia bisa ditahan. Lantas kalau penahanannya lama, siapa yang memberikan izin, apakah dewan pengawas, izin pengadilan, dari mana. jadi akuntabilitasnya juga dibarengi dengan proses preventive detention yang makin menguat," kata Bobby.
Your browser doesn’t support HTML5
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengakui polisi memang terus menjadi sasaran serangan teroris. Karena itu, dia menekankan polisi akan terus siap siaga menjaga keamanan diri sendiri dan masyarakat.
"Tetap kita siaga. Tadikan kan juga kita siap siaga. Begitu (ada serangan), kita menyerang balik. Artinya, kita tetap siaga. Kalaupun ada serangan, kita akan bisa melakukan penyerangan balik," kata Inspektur Jenderal Setyo Wasisto.
Teror ISIS terhadap polisi di Markas Polsek Kebayoran Lama ini merupakan teror ketiga terhadap polisi dalam dua pekan terakhir. Pada hari Idul Fitri, satu polisi di Sumatera Utara tewas digorok, sementara Jumat lalu (30/6) dua anggota Brimob yang jadi korban penikaman. Dalam kedua insiden itu, pelaku sama-sama diketahui memiliki afiliasi atau terinspirasi gerakan ISIS. [fw/em]