Thomas R. Seitz, guru besar pada program studi internasional Universitas Wyoming Amerika Serikat berpendapat, demokrasi di Indonesia sekarang sudah menemukan bentuk meskipun masih terdapat banyak tantangan. Temuan itu merupakan kajian yang ia lakukan bersama para sarjana dari Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas Brawijaya Malang.
Thomas mengatakan temuannya itu dalam wawancara dengan VOA disela pertemuan ilmiah internasional para sarjana yang diselenggarakan oleh Program Paska Sarjana UGM baru-baru ini.
“Seperti halnya masyarakat Indonesia, banyak orang Amerika juga mempunyai harapan positif pada kepemimpinan presiden Jokowi yang berasal dari luar lingkaran Orde Baru. Pergantian kepemimpinan nasional yang damai serta proses demoktarisasi yang berkembang positif menjadikan Indonesia negara demokrasi dengan mayoritas masyarakat Islam. Secara umum demokrasi di Indonesia sudah menemukan bentuk meskipun masih terdapat sejumlah tantangan,” kata Thomas R. Seitz.
Tantangan itu, menurut Thomas, umumnya berupa tekanan yang berasal dari kelompok-kelompok tertentu di masyarakat termasuk kelompok agama. Tantangan lainnya, banyaknya partai politik yang ikut dalam pemilu. Karena itu sangat penting untuk terus menerus dilakukan kondolidasi parpol-parpol di Indonesia.
“Demokratisasi di Indonesia itu berlangsung sangat cepat dibandingkan negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat. Demokrasi di Indonesia berlangsung di semua tingkatan, dan tahun 2019 akan berlangsung pemilihan presiden dan legislatif untuk semua tingkatan pada hari yang sama. Demokratisasi Indonesia berlangsung begitu cepat dan tentu ada kekhawatiran terjadi kekacauan tetapi indikator yang ada menunjukkan demokrasi Indonesia baik-baik saja. Hanya saja, dari wawancara dengan masyarakat yang kami lakukan, misalnya di Jawa Tengah, terdapat banyak orang kurang peduli dengan hasil pemilu,” lanjutnya.
Menurut Thomas Seitz, orang-orang yang kurang peduli dengan hasil pemilu tersebut umumnya berpendapat, pemilu hanyalah untuk para elit tertentu mendapatkan keuntungan dari proses politik itu.
Sementara itu Direktur Lembaga Survey Indonesia (LSI) DR Kuskrido Ambardi sepakat bahwa secara prosedural demokrasi di Indonesia sudah menemukan bentuk. Secara prosedural demokrasi di Indonesia sudah memenuhi syarat seperti pemilu dilakukan secara reguler, adil dan fair karena terjadi kompetisi yang genuine bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menang atau kalah, dan kesepakatan (demokrasi) itu sudah diterima di tingkat elit maupun massa.
Tetapi, hasil riset yang dilakukan LSI menunjukkan, masih terdapat kelompok yang belum pasti dengan demokrasi Indonesia.
“Sekitar 30 dampai 50 persen masih ragu-ragu dan tidak menganggap bahwa demokrasi itu sebagai sistem yang terbaik. Mau demokrasi atau bukan nggak penting, mau diganti juga nggak apa-apa. Sebagian yang lain lagi mengatakan bahwa sistem yang lain lebih bagus, sebagian lagi mengatakan tidak tahu. Ini kan ada satu kelompok besar yang sebetulnya mereka itu kalau dimobilisasi bisa saja menjadi tidak lagi mendukung demokrasi. Demikian juga kalau seandainya performance (kinerja) pemerintahan tidak bagus mereka itu bisa saja berbalik untuk tidak mendukung demokrasi karena bagi mereka demokrasi tidak mendatangkan keuntungan apapun,” kata Kuskrido Ambardi.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut Ambardi, kelompok yang masih kurang pasti tersebut bisa dijadikan fertile ground atau alasan untuk menjungkirbalikkan demokrasi jika saja ada elit politik yang mengambil keuntungan dari situasi itu.
Tetapi menurut Ambardi masih banyak kelompok pemilih rasional yang mendukung demokrasi karena terbukti sistem demokrasi telah menghasilkan pemimpin-pemimpin yang baik. Sehingga, yang penting untuk disosialisakan kepada masyarakat adalah, dengan demokrasi kita bisa memilih pemimpin yang baik, dan pemimpin yang baik akan membawa kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. [ms/eis]