Beribadah Tanpa ke Gereja di Tengah Pandemi Covid-19

  • Puspita Sariwati

Seorang Pastor melayani jemaat dengan cara drive-thru untuk menghindari perebakan Covid-19 di gereja Baldwin, Wisconsin, pada hari Minggu Palem (5/4).

Pada masa penutupan kegiatan (lockdown) di Amerika, tidak hanya kantor-kantor, rumah makan dan toko yang tutup, namun juga tempat ibadah, terutama gereja. Warga Indonesia Kristiani mengikuti peraturan itu dengan beribadah tanpa harus ke gereja.

Gereja-gereja tampak lengang, bahkan sepi pada hari Minggu (5/4), hari untuk beribadah bagi umat Kristiani. Apalagi sudah memasuki Tri Hari Suci yang mengenang kesengsaraan Yesus yang didera, disalibkan dan wafat di kayu salib, sebelum akhirnya dipercaya bangkit dan dirayakan pada hari Paskah.

Namun tahun ini sangat lain, tempat-tempat beribadah di seluruh AS menyesuaikan dengan kenyataan pahit terkait pandemi covid-19. Sebagian gereja tetap dibuka untuk para jemaatnya dengan larangan- larangan yang keras, sementara banyak lainnya tutup.

Bagi gereja Katolik, pengakuan dosa menjelang Natal dan Paskah sangatlah penting.

BACA JUGA: Roma dan Vatikan Sepi pada Pekan Suci akibat Covid-19

Uniknya, ada sebuah gereja Katolik St. Edward di Bowie, Maryland yang mengadakan pengakuan dosa dengan drive thru atau layanan bagi umat yang tetap berada dalam mobil dengan Pastor agar tetap menjaga jarak.

Pencetusnya, Pastor Scott yang telah melakukannya sejak 13 Maret, dengan duduk di samping tempat parkir.

“Senang sekali bisa bertemu orang lagi setelah lebih dari seminggu tidak berjumpa. Betapa senang rasanya, dan setelah keadaan seperti ini berlalu, kita semua bisa berkumpul bersama lagi,” katanya.

Bagaimana dengan gereja Indonesia yang terdapat di wilayah ibukota Amerika? Terdapat 10 gereja Indonesia yang melayani warga Kristiani Indonesia di negara bagian Maryland, Virginia dan Washington, DC.

Sepuluh gereja dari delapan denominasi itu mempunyai cara berbeda dalam beribadah, agar tetap menjaga jarak guna melindungi umatnya dari bahaya tertular Covid-19.

Seorang Pastor memberikan khutbah tanpa jemaat dan disiarkan secara online di di gereja Brentwood, Tennessee (foto: ilustrasi).

VOA menelpon dua pemimpin gereja Indonesia, di antaranya Gereja Kasih Anugerah dan Indonesian American Presbyterian Church (IAPC).

Gereja Kasih Anugerah yang didirikan pada tahun 1988 dan mempunyai sekitar 60 jemaat, memilih beribadah lewat Facebook Live, kata anggota majelis gereja, Harry Napitupulu.

“Tetap diadakan, cuman melalui online. Jadi dari gereja tetap majelis akan hadir karena ditetapkan hanya 10 orang yang boleh hadir. Jadi kami ada 5 majelis dan satu pendeta, jadi enam, melalui Facebook kan bisa live jadi nanti dibuka dan semua jemaat bisa mendengarkannya,” tukasnya.

Sedangkan gereja Indonesian American Presbyterian Church atau IAPC yang serupa dengan GKI, memilih beribadah dengan menggunakan aplikasi Zoom. Jemaat gereja yang didirikan tahun 2001 di kota Rockville, Maryland ini sekarang beranggotakan 74 orang.

Pendeta IAPC, Henni Watimena mengatakan, “Berdasarkan situasi dan kondisi saat ini dengan Covid-19, dari imbauan pemerintah juga, supaya kita tidak boleh berkumpul, tidak lagi bergereja di gedung, sehingga kami membentuk suatu ibadah yang baru. Jadi bukan meniadakan ibadah Minggu, tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, kita membentuk ibadah baru. Jadi bentuk baru itu adalah ibadah online, kita membuat dengan Zoom. Jadi kita bisa lihat wajah-wajah jemaat, bisa berinteraksi. Setelah ibadah Minggu kita bisa ngobrol satu dengan yang lain. Jadi yang hari Jumat kita juga membuat bible study (pendalaman alkitab), jadi tidak mengurangi ibadah yang biasa kita gunakan”.

BACA JUGA: Beberapa Pimpinan Gereja AS Abaikan Larangan Berkumpul

Pada masa sulit ini, IAPC juga berupaya menggalang dana bagi umatnya yang terdampak pandemi karena pekerjaan mereka, misalnya sebagai pegawai rumah makan dan pengemudi uber.

“Dengan pengaruh Covid-19 ini, ada beberapa jemaat kami yang menjadi sopir Uber, nah Uber kan sepi karena semua tinggal di rumah, restoran harus tutup, jadinya mengurangi jam kerja dan penghasilan mereka. Sebagai gereja kita juga harus perhatian pada apa yang dialami oleh jemaat kita. Jadi kami buat kegiatan, cari dana untuk membantu mereka. Ada jemaat yang memasak, lalu jemaat yang mendapat pengurangan kerja itu, mereka yang drop ke rumah-rumah orang yang memesan makanan. Nah ini sangat membantu mereka,” tambah Henni.

Seorang jemaat yang mengalami pengurangan jam kerja mengatakan, “Saya Indra, pada masa yang sulit ini karena virus corona yang berdampak pada pekerjaan saya, saya sangat berterima kasih, masih ada teman-teman dari gereja Indonesia di AS yang membantu saya, sehingga saya tidak merasa sendirian di sini.”

Presiden Trump menetapkan karantina wilayah sampai tanggal 30 April. Semoga keadaan cepat pulih dan semoga hikmah Paskah menyertai kita semua, terutama bagi yang tinggal di perantauan. [ps/ii]