Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution berharap pemerintah mampu kendalikan inflasi tahun ini agar tidak melebihi target (15/4).
JAKARTA —
Kepada pers di Jakarta, Senin (15/4), Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution berpendapat penyebab utama tingginya inflasi sepanjang tahun ini karena tidak stabilnya harga berbagai komoditas, sehingga seharusnya pemerintah dapat memperbaiki secepatnya kekurangan-kekurangan yang terjadi sejak awal tahun 2013 agar dapat menekan inflasi.
“Bisa kalau dibetulkan, kalau diobati persoalannya. Jadi kalau kemudian persoalan suplainya ini bisa dijawab dengan baik peraturannya, mungkin pelaksanaannya itu benar-benar bisa disiapkan dengan baik, ya harga bisa lebih normal kembali,” kata Darmin Nasution.
Pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya, Malang, Erman Eriani Yustika menilai sejak Januari hingga Maret 2013, inflasi tinggi terjadi karena gejolak harga berbagai komoditas. Sehingga jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, kemungkinan kedepannya nanti inflasi akan semakin sulit ditekan. Ia menyarankan agar pemerintah menggunakan opsi lain terkait upaya mengurangi beban anggaran negara dari subsidi BBM.
“Saya pribadi tidak menyarankan untuk memilih kenaikan itu disaat kemampuan pemerintah untuk mengendalikan inflasi dan trend inflasi tahun ini meningkat. Berat buat pemerintah untuk mengatasi itu, kecuali kalau mungkin pada masa yang agak normal gitu ya," jelas Erman Eriani Yustika. "Tahun lalu atau dua tahun yang lalu ketika inflasi rendah, mungkin dampak yang ditimbulkan akan lebih kecil. Kalau sekarang, saya rasa agak berat, apalagi pemerintah konsentrasi sebagian ke politik,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik. Menurut Menteri Jero Wacik, belum adanya keputusan mengenai opsi-opsi yang akan dipilih pemerintah terkait harga BBM bersubsidi, karena masalah inflasi juga menjadi perhatian khusus pemerintah.
“Ada berapa tinggi inflasi yang terjadi. Karena inflasi ini akan berdampak kepada rakyat miskin, ini yang diminta oleh presiden ‘coba didetailkan ini’, apa dampaknya, dan bagaimana cara nolongin yang miskin ini,” kata Menteri ESDM.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi sejak Januari hingga Maret 2013 mencapai 2,43 persen dan tertinggi terjadi pada Januari sebesar 1,03 persen, disusul Februari 0,75 persen dan Maret 0,65 persen. Pemerintah menargetkan inflasi tahun ini sekitar 5,5 persen, sedangkan BI yang semula menargetkan sekitar 4,9 persen merevisi menjadi sekitar 5,5 persen.
Pemerintah khawatir masyarakat kurang mampu akan semakin terbebani jika inflasi terus meningkat. Meningkatnya inflasi ini karena kenaikan harga kebutuhan sulit dibendung dan akan berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat yang berpotensi turun. Jika daya beli masyarakat turun, maka kegiatan ekonomi stagnan dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Saat ini pemerintah sedang berupaya keras agar ekonomi terus tumbuh sehingga memperluas lapangan kerja dengan berkembangnya industri. Target dari proses tersebut adalah mengurangi angka pengangguran sekaligus angka kemiskinan.
Pemerintah menargetkan jumlah orang miskin turun dari tahun lalu sekitar 29 juta orang, menjadi sekitar 28 juta orang tahun ini. Pemerintah berupaya menurunkan angka kemiskinan setiap tahun, dan diharapkan tahun 2025 mendatang jumlah orang miskin di Indonesia tinggal empat persen dari total penduduk. Saat ini jumlah penduduk di Indonesia sekitar 230 juta orang dan tahun 2025 diperkirakan mencapai sekitar 273 juta orang.
“Bisa kalau dibetulkan, kalau diobati persoalannya. Jadi kalau kemudian persoalan suplainya ini bisa dijawab dengan baik peraturannya, mungkin pelaksanaannya itu benar-benar bisa disiapkan dengan baik, ya harga bisa lebih normal kembali,” kata Darmin Nasution.
Pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya, Malang, Erman Eriani Yustika menilai sejak Januari hingga Maret 2013, inflasi tinggi terjadi karena gejolak harga berbagai komoditas. Sehingga jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, kemungkinan kedepannya nanti inflasi akan semakin sulit ditekan. Ia menyarankan agar pemerintah menggunakan opsi lain terkait upaya mengurangi beban anggaran negara dari subsidi BBM.
“Saya pribadi tidak menyarankan untuk memilih kenaikan itu disaat kemampuan pemerintah untuk mengendalikan inflasi dan trend inflasi tahun ini meningkat. Berat buat pemerintah untuk mengatasi itu, kecuali kalau mungkin pada masa yang agak normal gitu ya," jelas Erman Eriani Yustika. "Tahun lalu atau dua tahun yang lalu ketika inflasi rendah, mungkin dampak yang ditimbulkan akan lebih kecil. Kalau sekarang, saya rasa agak berat, apalagi pemerintah konsentrasi sebagian ke politik,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik. Menurut Menteri Jero Wacik, belum adanya keputusan mengenai opsi-opsi yang akan dipilih pemerintah terkait harga BBM bersubsidi, karena masalah inflasi juga menjadi perhatian khusus pemerintah.
“Ada berapa tinggi inflasi yang terjadi. Karena inflasi ini akan berdampak kepada rakyat miskin, ini yang diminta oleh presiden ‘coba didetailkan ini’, apa dampaknya, dan bagaimana cara nolongin yang miskin ini,” kata Menteri ESDM.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi sejak Januari hingga Maret 2013 mencapai 2,43 persen dan tertinggi terjadi pada Januari sebesar 1,03 persen, disusul Februari 0,75 persen dan Maret 0,65 persen. Pemerintah menargetkan inflasi tahun ini sekitar 5,5 persen, sedangkan BI yang semula menargetkan sekitar 4,9 persen merevisi menjadi sekitar 5,5 persen.
Pemerintah khawatir masyarakat kurang mampu akan semakin terbebani jika inflasi terus meningkat. Meningkatnya inflasi ini karena kenaikan harga kebutuhan sulit dibendung dan akan berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat yang berpotensi turun. Jika daya beli masyarakat turun, maka kegiatan ekonomi stagnan dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Saat ini pemerintah sedang berupaya keras agar ekonomi terus tumbuh sehingga memperluas lapangan kerja dengan berkembangnya industri. Target dari proses tersebut adalah mengurangi angka pengangguran sekaligus angka kemiskinan.
Pemerintah menargetkan jumlah orang miskin turun dari tahun lalu sekitar 29 juta orang, menjadi sekitar 28 juta orang tahun ini. Pemerintah berupaya menurunkan angka kemiskinan setiap tahun, dan diharapkan tahun 2025 mendatang jumlah orang miskin di Indonesia tinggal empat persen dari total penduduk. Saat ini jumlah penduduk di Indonesia sekitar 230 juta orang dan tahun 2025 diperkirakan mencapai sekitar 273 juta orang.