Bank sentral Indonesia telah dan akan terus melakukan intervensi di pasar mata uang di tengah volatilitas yang terkait dengan penutupan dua bank AS, kata gubernurnya pada hari Kamis (16/3), setelah membiarkan suku bunga acuan tidak berubah untuk kedua kalinya secara berturutan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mencatat bahwa penutupan dua bank AS dan masalah di Credit Suisse telah meningkatkan ketidakpastian pasar, menghentikan aliran modal ke pasar negara-negara berkembang dan menekan mata-mata uang, tetapi ia menegaskan bahwa ia tidak melihat dampak langsungnya pada bank-bank lokal.
BI membiarkan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap pada 5,75persen, seperti yang selama ini berlaku sejak Januari, sebagaimana yang diperkirakan oleh 30 ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Dalam usaha untuk meyakinkan pasar, gubernur BI itu mengatakan bahwa berdasarkan stress test BI, bank-bank lokal tergolong tangguh, dengan kredit bermasalah yang rendah dan rasio kecukupan modal yang tinggi, serta sumber pendanaan yang beragam.
“Penilaian stress test kami menyimpulkan bahwa kondisi perbankan Indonesia tahan terhadap dampak ini dan terus terang kami terus memantaunya,” kata Perry dalam konferensi pers.
Menepis kekhawatiran tentang krisis perbankan global yang sedang terjadi, Perry mengatakan langkah-langkah yang diambil Presiden Joe Biden cukup memadai dalam mengatasi masalah di sektor perbankan AS.
Ia juga mengatakan ia berpendapat keruntuhan beberapa bank AS tidak akan mempengaruhi arah pengetatan moneter Bank Sentral Amerika (Federal Reserve).
Namun, BI akan tetap mencermati persepsi pasar terhadap kondisi perbankan global, ujarnya.
Perry menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga BI sebesar 225 basis poin antara Agustus hingga Januari, cukup untuk memastikan inflasi umum kembali ke kisaran targetnya mulai bulan September, meskipun inflasi sedikit meningkat di bulan Februari menjadi 5,47 persen.
Untuk memitigasi risiko global, "kami stabilkan rupiah. Kami intervensi," tambah Perry.
Nilai tukar rupiah hanya sedikit berubah setelah keputusan bahwa suku bunga acuan tidak berubah. Mata uang itu sempat turun lebih dari 0,5 persen terhadap dolar pada perdagangan Kamis pagi tetapi kemudian berhasil mengoreksi sebagian penurunannya.
Rupiah dan banyak mata uang negara berkembang lainnya telah bergejolak dalam beberapa hari terakhir karena pasar bereaksi terhadap berita runtuhnya bank-bank AS dan kemungkinan pengaruhnya terhadap laju pengetatan moneter Federal Reserve.
Radhika Rao, ekonom senior di DBS Bank di Singapura, mengatakan keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan menunjukkan "kepercayaan BI pada jalur pertumbuhan inflasi yang berkembang."
Bank sentral mempertahankan prospek pertumbuhan 2023 untuk ekonomi Indonesia di ujung atas kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen, dan kisaran perkiraan neraca berjalan antara defisit 0,4 persen dari produk domestik bruto hingga surplus 0,4 persen dari PDB. [ab/uh]