Ratusan warga berkumpul di Tel Aviv hari Sabtu (2/7) memprotes kenaikan pesat harga-harga di Israel. Para demonstran membawa poster mengutuk kenaikan harga BBM dan sewa rumah.
Anggota gerakan “Standing Together,” yang memimpin demonstrasi itu, Yael Agmon, mengatakan “kami berada di sini karena kenaikan semua harga di Israel. Hampir mustahil untuk hidup di sini. Itulah sebabnya banyak yang turun ke jalan malam ini, untuk menyampaikan bahwa kami tidak dapat membayar sewa apartemen dan membayar kebutuhan pokok. Jika kita ingin bermimpi bahwa suatu hari nanti bisa memiliki rumah sendiri, mimpi ini semakin sulit dicapai atau bahkan tampak naif dan bodoh untuk memimpikannya.”
Demonstran lain yang juga warga Tel Aviv, Nimrod Regev, mengatakan “lebih dari 50% gaji warga di Tel Aviv adalah untuk membayar sewa rumah. Jadi tinggal berapa lagi untuk hidup? Orang perlu keluar rumah, perlu transportasi publik. Sangat mahal untuk sekadar punya mobil.”
BACA JUGA: Unilever Jual Bisnis "Ben & Jerry's" di Israel kepada Investor LokalGangguan pasokan akibat pandemi COVID-19 dan perang Rusia di Ukraina telah memicu kenaikan harga di negara yang sudah dikategorikan sebagai negara dengan biaya hidup paling mahal di dunia itu.
Tel Aviv adalah pusat kebudayaan dan keuangan Israel. Kota ini menawarkan lanskap teknologi tinggi yang berkembang sangat pesat, dengan restoran kelas dunia dan hamparan pantai Laut Tengah yang dipadati hotel dan kondominium baru yang berkilauan. Mata uang Israel, shekel, adalah salah satu mata uang terkuat di dunia, yang nilainya sebagian besar didukung oleh investasi asing di dunia teknologi tinggi.
Tel Aviv menjadi kota di mana biaya hidup lebih mahal karena merupakan pusat ekonomi negara. Lapangan pekerjaan di bidang teknologi yang bergaji tinggi telah menarik bakat dari seluruh negara itu dan membuat harga makanan dan sewa rumah melonjak. [em/jm]