Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi merujuk pada kondisi sangat mengkhawatirkan yang menyelimuti dunia saat ini, mulai dari pandemi berkepanjangan, ekonomi yang kelam, perang yang bukan lagi sebuah kemungkinan tetapi sebuah kenyataan, dan pelanggaran terhadap hukum internasional yang telah menjadi norma untuk kepentingan sebagian.
Retno mengatakan untuk itu diperlukan paradigma baru untuk menyalakan kembali spirit perdamaian, membangkitkan tanggungjawab terhadap pemulihan global, dan memperkuat kemitraan regional.
Retno menyebut kurangnya kepercayaan antar-negara yang memicu kebencian dan ketakutan sehingga berujung konflik, yang terjadi di berbagai belahan dunia. “Ini harus diawali dengan penghormatan terhadap hukum internasional. Prinsip kedaulatan dan integritas wilayah tidak bisa ditawar. Prinsip-prinsip ini harus senantiasa ditegakkan. Penyelesaian masalah secara damai harus menjadi satu-satunya solusi untuk setiap konflik,” tegasnya.
Ia menilai paradigma ini tepat untuk mengatasi isu Palestina dan Afghanistan. Secara khusus ia mengatakan, “Indonesia akan terus bersama Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaannya.” Juga bahwa “Indonesia berkomitmen membantu memperjuangkan hak dan akses pendidikan bagi perempuan di Afghanistan.”
Mewakili pemerintah Indonesia, Retno menyampaikan urgensi pelaksanaan KTT G20 di Bali, November mendatang.
“G20 tidak boleh gagal jadi katalis pemulihan dunia. Kita tidak boleh membiarkan pemulihan global “tersandera” oleh geopolitik,” tegasnya.
Ia juga menyoroti semakin surutnya solidaritas global, yang memicu terjadinya diskriminasi perdagangan dan monopoli rantai pasokan global.
Your browser doesn’t support HTML5
Secara khusus, Menlu Retno menggarisbawahi perlunya tatanan dunia dengan paradigma baru untuk memperkuat kemitraan global. Ia mencontohkan ASEAN. “ASEAN adalah contoh di mana paradigma kolaborasi selalu dikedepankan. Dengan semangat itulah, Indonesia akan memimpin ASEAN sebagai Ketua tahun depan. Indonesia berkomitmen untuk memperkuat persatuan dan sentralitas ASEAN agar ASEAN tetap penting bagi rakyat, kawasan, dan dunia”, ujarnya.
Indonesia, tambahnya, sangat prihatin dengan situasi di Myanmar dan kurangnya komitmen pihak militer untuk menerapkan lima poin konsensus yang dicapai dalam pertemuan pemimpin ASEAN pada April 2021.
“Saya percaya dengan bekerja bersama-sama dan mengadopsi paradigma baru, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Sekarang bukan saatnya lagi kita hanya berbicara. Sekarang adalah saatnya bagi kita untuk melakukan apa yang kita sampaikan,” ujar Retno menutup pidatonya di sidang yang baru untuk pertama kalinya setelah dua tahun dilangsungkan secara tatap muka. [em/jm]