Presiden AS Joe Biden merengkuh nominasi calon presiden Partai Demokrat, demikian juga mantan Presiden Donald Trump yang meraih nominasi capres Partai Republik, setelah keduanya sama-sama memperoleh cukup delegasi dalam pemilihan pendahuluan di sejumlah negara bagian, pada Selasa (12/3) malam. Dengan ini, pemilu presiden AS secara nasional November mendatang akan kembali mempertemukan Biden dan Trump, seperti pilpres 2020.
Biden hanya menghadapi sedikit perlawanan dalam perjalanannya menjadi capres dari Partai Demokrat.
Di sisi lain, Trump telah mengalahkan sejumlah anggota Partai Republik dalam rangkaian pemilihan pendahuluan, termasuk mantan Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley dan Gubernur Florida Ron DeSantis. Kandidat lainnya, termasuk mantan wakil presiden Trump, Mike Pence, mundur dari kontestasi berbulan-bulan lalu karena rendahnya dukungan pemilih akibat cengkeraman Trump terhadap basis besar pemilih Partai Republik.
Bahkan tanpa nominasi resmi dari masing-masing partai pun, Biden dan Trump sudah bergerak dengan kekuatan penuh dalam mode kampanye prapemilu, sambil saling menyindir satu sama lain pada setiap kesempatan.
Dalam pidato kenegaraan tahunan, State of the Union, pekan lalu, tanpa menyebut nama Trump, Biden menyinggungnya dengan menggunakan istilah “pendahulu saya” yang terdengar meremehkan sebanyak 13 kali. Biden pun menggambarkan visi kelam periode kedua kepresidenan Trump apabila ia sampai terpilih.
BACA JUGA: Menlu China: AS Miliki Persepsi yang Keliru terhadap ChinaSebaliknya, Trump menghina usia Biden yang sudah mencapai 81 tahun, meski usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari Biden.
“Saya berasumsi ia yang akan menjadi kandidatnya,” kata Trump mengenai Biden saat diwawancarai CNBC pada Senin (11/3). “Saya satu-satunya lawan dia selain kehidupan itu sendiri.”
Sebagian besar hasil jajak pendapat awal menunjukkan Trump unggul tipis dari Biden, termasuk di beberapa negara bagian kuncian yang kemungkinan akan menentukan hasil pemilu pada 5 November mendatang. Meski demikian, Trump sendiri sedang menghadapi empat kasus pidana yang belum pernah dihadapi capres lain sebelumnya, yang mencakup 91 dakwaan, di mana sidang terdekatnya akan dilangsungkan pada 25 Maret mendatang.
Belum jelas apakah kasus-kasus lain yang menyeretnya akan disidangkan sebelum pemilu, tetapi sebagian pemilih mengatakan kepada lembaga survei bahwa mereka tidak akan memilih Trump jika sampai ia divonis bersalah dalam kasus mana pun.
Sebagai informasi, Amerika Serikat tidak menganut sistem ‘satu orang, satu suara’ alias suara populer nasional dalam menentukan pemenang pemilu, melainkan dengan menghitung perolehan jumlah suara pemilih elektoral di setiap dari 50 negara bagian AS. [rd/rs]