Presiden Joe Biden ingin Ukraina memenangkan perang melawan Rusia. Tapi dia tidak menginginkan Perang Dunia III — terutama dengan senjata nuklir.
Menyeimbangkan kedua tujuan itu sulit, dan ketegangan itu tampak dalam KTT NATO di Vilnius minggu ini.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy membuat permintaan yang emosional, bahkan tajam, terkait keinginannya bergabung dalam NATO.
Namun Biden, yang mencoba memaparkan kekuatan NATO dalam pidato singkatnya pada Rabu malam (12/7), tak mau mengambil langkah itu, meskipun AS terus menyuplai senjata dan amunisi lebih banyak daripada negara-negara lain ke Ukraina.
Adanya prioritas yang bersaingan di tengah perang paling berdarah di Eropa ini membuat adanya friksi, meskipun Biden dan Zelenskyy menonjolkan adanya kesatuan ketika keduanya bertemu.
Perjumpaan keduanya di depan publik menunjukkan kedua pemimpin mengatasi kesalahpahaman dan keduanya saling memuji satu sama lain.
Biden memuji Zelenskyy dan rakyat Ukraina atas keberanian mereka dengan mengatakan, ini “menjadi contoh untuk dilihat dunia.” Zelenskyy berterima kasih kepada Biden dan rakyat AS atas bantuan militer miliaran dolar. Ia mengatakan “Kalian mengeluarkan uang ini untuk nyawa kami.”
BACA JUGA: Pasca KTT NATO, Presiden Zelenskiy PositifMengenakan dasi berwarna garis-garis biru-kuning senada dengan warna bendera Ukraina, Biden mengakui bahwa Zelenskyy kadang tak puas atas permintaan senjata yang tak dipenuhi.
“Frustrasi [yang Anda rasakan], saya hanya bisa membayangkan,” ujar Biden. “Saya tahu Anda sering kali kecewa, tentang pengiriman barang yang lambat dan barang-barang yang dikirimkan, dan bagaimana kami memperolehnya. Tapi saya janji, Amerika Serikat melakukan segala yang kami bisa untuk mendapatkan apa yang Anda butuhkan.”
Biden juga mengatakan bahwa perang telah menciptakan rasa persatuan melawan agresi internasional.
“Ini menyatukan dunia,” kata Biden. “Konsekuensinya sangat mahal, tetapi ini menyatukan dunia.”
Pertemuan itu berlangsung setelah beberapa perjumpaan lain antara Biden dan Zelenskyy di KTT tersebut. Mereka duduk berdekatan pada pertemuan perdana Dewan NATO-Ukraina, forum baru untuk lebih banyak menyuarakan Ukraina dalam aliansi tersebut.
Dan mereka sama-sama tampil di panggung sementara G7 –yang mencakup negara-negara demokrasi paling kuat di dunia– mengumumkan rencana bantuan keamanan jangka panjang untuk Ukraina.
Namun, Rabu siang itu adalah kesempatan pertama untuk Biden dan Zelenskyy untuk duduk bersama para penasihat mereka secara privat.
Dan pada saat itu, Zelenskyy telah melunakkan nada suaranya. Dalam perjalanan ke Vilnius pada hari Selasa, dia mengecam rencana NATO yang tidak jelas untuk keanggotaan Ukraina. Ia mencuit, "Ini belum pernah terjadi dan tidak masuk akal karena tidak ada kerangka waktu yang ditetapkan baik untuk undangan maupun untuk keanggotaan Ukraina."
Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Biden, mengatakan semua orang "perlu melihat fakta secara langsung" bahwa mengizinkan Ukraina bergabung dalam NATO pada saat ini "berarti perang dengan Rusia". "Itu adalah fakta yang tak terhindarkan," katanya kepada TV CNN.
BACA JUGA: Departemen Luar Negeri AS: Ukraina akan Jadi Anggota NATOSullivan memuji Biden karena memastikan bahwa NATO "lebih bersatu dan lebih bertekad serta lebih tegas daripada sebelumnya".
“Itu adalah warisan Presiden Biden dalam hal NATO, dan itu sesuatu yang bisa dia banggakan,” katanya.
Dalam wawancara dengan kantor berita Associated Press sebelum Biden memulai lawatannya, ketua fraksi yang minoritas di Senat, Mitch McConnell, mengatakan presiden telah "menuju arah yang benar tetapi tidak cukup cepat" dalam hal mendukung Ukraina.
“Sepertinya pengiriman senjata tak langsung dilakukan setelah diumumkan,” kata McConnell, senator fraksi Republik dari negara bagian Kentucky. Meskipun rakyat Ukraina “sangat berterima kasih atas bantuan itu,” katanya, bantuan tersebut “seringkali tidak sampai di sana ketika sangat dibutuhkan.”
Meskipun McConnell telah menjadi pendukung kuat pengiriman bantuan ke Ukraina, anggota Partai Republik lainnya telah menyuarakan skeptisisme, menciptakan ketidakpastian tentang kemampuan Biden untuk membuat komitmen keuangan jangka panjang. [ss/ka]