Presiden Joe Biden mendesak anggota parlemen AS menyetujui puluhan miliar dolar untuk memerangi virus corona, dengan alokasi $5 miliar untuk respons global Amerika. Biden, yang menerima booster keduanya pada Rabu lalu, memperingatkan kegagalan dalam pendanaan upaya itu berarti AS dan dunia berisiko mengalami kemunduran.
Rakyat Amerika kemungkinan berpikiran bahwa pandemi sudah selesai, kata Presiden Joe Biden saat menggulung lengan bajunya pada Rabu lalu untuk booster keduanya. “Ini tidak sakit sedikit pun.”
Namun itu tidak jauh dari kebenaran, ia memperingatkan. Biden mengajukan pendanaan $5 miliar kepada Kongres AS sebagai respons pandemi global, dan lebih banyak ditujukan untuk pengetesan dan vaksin COVID-19 di dalam negeri.
BACA JUGA: Bantuan Pemakaman Terkait COVID-19 di AS Capai $2 Miliar“Kongres, kita perlu mengamankan pasokan tambahan sekarang. Sekarang juga. Kita tidak bisa menunggu sampai mendapati diri kita berada di tengah gelombang lain untuk kemudian bertindak. Itu sudah terlambat. Pendanaan ini juga dibutuhkan untuk kelanjutan upaya memvaksinasi dunia, komitmen yang dibuat AS. Sangat penting untuk dapat melindungi diri dari varian baru. Tidak ada tembok yang cukup tinggi dapat dibangun yang mampu mencegah virus corona,” jelasnya.
Karena banyak warga Amerika masih mempertimbangkan booster kedua mereka, beberapa pejabat tinggi kesehatan global pada Rabu (30/3) menyerukan bahwa pandemi masih tetap menjadi ancaman global karena banyak orang yang belum mendapatkan dosis vaksin pertama. Perlindungan tambahan sekarang tersedia bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun.
Your browser doesn’t support HTML5
Dr. Bruce Aylward, penasihat senior direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengemukakan, “Kami tidak memandang bahwa harus ada standar yang berbeda untuk orang-orang di negara-negara kaya dibandingkan dengan di negara-negara lainnya. Jika diperlukan bagi negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas, maka kita juga membutuhkannya untuk semua orang.”
Ketidaksetaraan itu sangat parah di negara berkembang, di mana kurangnya vaksin dan layanan perawatan telah memaksa pemerintah menerapkan langkah-langkah lain untuk menghentikan penyebaran COVID-19. Badan anak-anak PBB memperingatkan sekitar 147 juta anak kehilangan lebih dari setengah kesempatan tatap muka di sekolah mereka selama dua tahun terakhir akibat beberapa gangguan terkait pandemi.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan kekhawatiran, di tengah meningkatnya lockdown di negara-negara seperti Tiongkok, beberapa pemerintah telah menggunakan ancaman virus tersebut untuk mengekang kebebasan. [mg/ka]