Biden Selenggarakan KTT Demokrasi di Tengah Tekanan Demokrasi Dalam Negeri

  • Associated Press

Presiden AS Joe Biden dan Menlu AS Antony Blinken menghadiri KTT virtual dengan para pemimpin dari negara-negara demokratis di KTT Departemen Luar Negeri untuk Demokrasi di Gedung Putih, Washington, AS, 9 Desember 2021. (REUTERS/Leah Millis)

Presiden AS, Joe Biden, Kamis mengundang  para pemimpin global untuk memperbaharui komitmen kuat terhadap demokrasi, meskipun AS menghadapi beberapa ancaman paling parah dalam beberapa tahun ini terhadap tradisi dan institusi demokrasi di dalam negeri. 

Ketika Presiden Biden meluncurkan peresmian KTT mengenai Demokrasi, pemerintahan Biden bertekad untuk menunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi masih bisa berjalan, di negara yang selama ini dianggap sebagai contoh cemerlang meskipun dipandang mengalami kemunduran.

Biden telah menyampaikan tekadnya menegakkan demokrasi ketika ia berpidato pada sidang gabungan dengan Kongres di awal masa kepresidenannya setelah serangan 6 Januari di gedung Capitol.

"Kita harus membuktikan demokrasi masih berfungsi, bahwa pemerintah kita masih berjalan dan kita bisa melayani rakyat kita. Ketika para musuh kita yakin kita terpecah dan gagal kita kembali bersatu," jelas Biden.

Peristiwa 6 Januari itu meresahkan bagi AS ketika pemerintahan yang otoriter berkembang di seluruh dunia. Peristiwa ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan Amerika untuk memimpin dan memberi tauladan serta menambah tekanan pada pemerintahan Biden untuk tidak hanya mempromosikan demokrasi di luar negeri tetapi untuk lebih memperkuatnya di dalam negeri.

Presiden Joe Biden berbicara dalam pembukaan KTT Demokrasi, dari South Court Auditorium di kompleks Gedung Putih, Washington, Kamis, 9 Desember 2021.

Jonathan Katz, Direktur Dana Marshall Jerman untuk Program Demokrasi Amerika mengatakan,"Demokrasi telah mengalami penurunan, secara global mengalami kemunduran."

Ketika para sekutu mengikuti KTT Demokrasi secara virtual selama dua hari, Gedung Putih melakukan pendekatan "yang beranjak dari kerendahan hati," memahami bahwa tidak ada demokrasi yang sempurna, bahkan di AS sekalipun, demikian menurut seorang pejabat senior yang tidak mau disebutkan namanya.

Di forum tersebut, dimana sekitar 110 negara diharapkan mengumumkan komitmen baru untuk memperkuat demokrasi, Biden berencana untuk berbicara tentang pentingnya hak suara di dalam negeri, kata pejabat itu.

Wakil Menteri untuk Keamanan Sipil, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia, Uzra Zeya, secara terbuka di Departemen Luar Negeri memperingatkan mengenai situasi demokrasi di dalam negeri. "Jangan salah, kita berada pada masa pertanggung jawaban demokrasi," jelasnya.

Aktivis dari Fair Elections for New York, Black Voters Matter, dan Workers Circle berunjuk rasa di luar Misi Amerika Serikat untuk PBB, saat Presiden Joe Biden membuka KTT demokrasi global, Kamis, 9 Desember 2021, di New York. (Andrew Kelly/AP untuk Pusat Demokrasi Populer).


Mantan Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen, pendiri dan pemimpin saat ini dari Yayasan Aliansi Demokrasi menegaskan bahwa KTT ini harus bertujuan untuk memperkuat suara dan upaya untuk melawan pemerintahan otoriter yang maju seperti China, Rusia dan otokrat lainnya.

Rasmussens mengatakan lembaga-lembaga demokrasi di Amerika masih "cukup kuat, cukup tangguh," dan masih dianggap sebagai negara terkemuka dalam hal demokrasi.

Serangan 6 Januari di Capitol telah membuat banyak orang di satu partai politik AS berpegang teguh pada klaim palsu Donald Trump tentang pemilihan yang dicurangi, mengikis kepercayaan pada keakuratan pemilihan.

Direktur Program Demokrasi Jonathan Katz yakin pemerintahan Biden meluncurkan KTT dengan kerendahan hati dengan mengakui bahwa masalah yang kita saksikan secara global juga ada di Amerika Serikat.

Secara global, KTT minggu ini berlangsung ketika kelompok-kelompok luar semakin memperingatkan mengenai kemunduran demokrasi di seluruh dunia, didorong oleh penduduk yang semakin frustrasi oleh ketidaksetaraan pendapatan dan krisis COVID-19 dengan pembatasannya dan telah menewaskan jutaan orang.

Otoritarianisme sedang meningkat di beberapa negara yang seolah-olah demokratis, di samping pergeseran sikap tentang bentuk pemerintahan terbaik di tengah pengaruh dan komentar anti-demokrasi dari China dan Rusia. Sebuah laporan Pew yang dirilis minggu ini mengatakan bahwa sementara "orang-orang menyukai demokrasi, komitmen mereka seringkali tidak terlalu kuat." Laporan itu menambahkan, bahkan negara-negara kaya, termasuk AS, memiliki sebagian kalangan yang mendukung pemerintahan militer. [my/jm]