Presiden Joe Biden meminta anggota NATO untuk berperan lebih banyak. Permintaan itu muncul hari Selasa dalam pertemuan dengan kepala aliansi pertahanan itu, menjelang pertemuan puncak Juli. Agenda utama pertemuan, konflik di Ukraina dan membahas mengenai siapa yang akan memimpin aliansi beranggotakan 31 negara itu, setelah ketuanya, Jens Stoltenberg mundur akhir tahun ini sesuai rencana.
Biden memuji kerja NATO, namun juga mendesak 31 anggotanya untuk berbuat lebih banyak, guna memenuhi janji 2014 untuk membelanjakan setidaknya 2 persen dari PDB mereka untuk pertahanan.
“Kami memperkuat sayap timur NATO, jelas bahwa kami akan mempertahankan setiap jengkal wilayah NATO. Tekad AS atas pasal 5 NATO sangat kokoh," tegas Biden.
BACA JUGA: NATO: Bantuan Barat ke Ukraina ‘Membuat Perbedaan’Stoltenberg, yang akan melepaskan jabatannya akhir tahun ini, mengatakan, KTT Juli akan berfokus pada bagaimana NATO meningkatkan dukungannya untuk Ukraina, yang berhasil mencegah pengambilalihan wilayahnya oleh Rusia dan melancarkan serangan balasan baru-baru ini.
Stoltenberg mengatakan, “Ukraina membuat kemajuan. Ini masih awal, tetapi yang kami tahu semakin banyak kawasan yang bisa direbut oleh Ukraina, semakin kuat posisi mereka di meja perundingan.”
Michael Kimmage adalah profesor di Catholic University dan peneliti di Pusat Strategis dan Studi Internasional.
“Tidak berarti kasusnya ditutup. Ada banyak antusiasme untuk dukungan NATO yang kuat ke Ukraina dan mungkin masuknya Ukraina ke dalam NATO pada masa depan. Namun masih banyak hal yang perlu dipenuhi sebelum itu menjadi prospek yang realistis,” ulasnya.
Stoltenberg juga bertemu di Washington dengan Pemimpin Minoritas Senat, Mitch McConnell yang mengatakan bahwa ia mengundang perwakilan dari negara-negara non-NATO, Jepang dan Korea Selatan ke pertemuan puncak di Lituania. McConnell juga mengatakan Stoltenberg mengharapkan Swedia secara resmi bergabung dengan aliansi itu pada KTT Juli.
Your browser doesn’t support HTML5
Masuknya Swedia ditunda karena keberatan dari anggota NATO yaitu Turki, yang menuduh Swedia tidak berbuat cukup untuk menindak cabang partai politik yang dipandang Turki sebagai ekstremis.
“Turki mempunyai kesempatan untuk meminta pertanggungjawaban Swedia, karena Swedia sangat ingin bergabung dengan NATO. Saya pikir ini juga seperti strategi bagi Turki untuk memperoleh sesuatu dari Amerika dan mungkin dari anggota NATO lainnya untuk meraih kesepakatan yang menguntungkan Turki dan membuat Turki menyetujui keanggotaan NATO untuk Swedia,” tambah Kimmage.
Pengamat NATO mengatakan, persatuan organisasi akan bergantung pada pemimpin baru, dalam hal ini Amerika dan Stoltenberg tidak berkomentar banyak. [ps/jm]