Presiden AS Joe Biden hari Rabu (22/9) mengumumkan pembelian 500 juta lebih dosis vaksin COVID-19 untuk negara-negara berkembang dalam setahun ke depan, dan menyatakan “pemerintah bisa melakukan banyak hal, tetapi tidak bisa melakukan semuanya sendiri.”
Amerika sebelumnya telah memberikan komitmen lebih dari 500 juta dosis yang diproduksi oleh Pfizer Inc. dan BioNTech SE untuk negara-negara berkembang pada akhir Juni tahun depan.
Pengumuman hari Selasa meningkatkan komitmen pembelian vaksin AS untuk negara lain menjadi 1,1 miliar dosis.
Biden mengumumkan sumbangan dosis tambahan, juga dari Pfizer, pada pertemuan puncak virtual mengenai COVID-19 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB yang dihadiri para pemimpin dari Inggris, Kanada, Indonesia, Afrika Selatan, dan kepala Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus.
BACA JUGA: Para Pemimpin Dunia Bicara Soal Kesengsaraan Akibat Pandemi COVIDBiden mendukung tujuan WHO untuk memvaksinasi setidaknya 70% populasi dunia dalam setahun ke depan dan memanfaatkan pengumuman itu untuk mendorong negara-negara kaya lainnya agar meningkatkan upaya untuk mengatasi infeksi.
Direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, Juni lalu mengatakan mencapai tujuan vaksinasi global itu WHO akan membutuhkan 11 miliar dosis.
Dalam pidatonya di PBB Selasa, Biden menggembar-gemborkan lebih dari 160 juta dosis yang telah didistribusikan AS ke lebih dari 100 negara, lebih banyak dosis daripada gabungan seluruh sumbangan negara lain.
"Untuk setiap suntikan kami kepada warga Amerika, hingga saat ini, kami telah menyumbangkan tiga suntikan secara global," demikian cuitan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, Rabu sebelum pengumuman Biden.
Tahun lalu, lebih dari 5,9 miliar dosis telah diberikan secara global, yang mencakup sekitar 43% dari populasi dunia. Tetapi perbedaan besar dalam distribusi membuat banyak negara berpenghasilan rendah kesulitan memvaksinasi warganya yang paling rentan.
Para pemimpin dunia dan organisasi global semakin kritis terhadap perbedaan dan lambatnya vaksinasi. Terlepas dari tanggapan Amerika, mereka mengeluh bahwa bantuan itu tidak memadai – terutama karena AS mendorong suntikan penguat untuk warganya sebelum orang-orang yang rentan di negara-negara miskin mendapatkan dosis pertama mereka. [my/ka]