Badan Intelijen Negara (BIN) memastikan Presiden telah meminta Panglima TNI untuk menyelidiki beredarnya surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira terkait pemberhentian Prabowo Subianto.
JAKARTA —
Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman di Jakarta Rabu (11/6) menjelaskan, Presiden telah meminta Panglima TNI melakukan evaluasi menyusul beredarnya surat Dewan Kehormatan Perwira terkait pemberhentian Prabowo Subianto. Marciano menegaskan, surat-surat berkategori rahasia seharusnya bisa dikelola dengan baik oleh Mabes TNI.
"Surat-surat terbatas atau surat rahasia seperti itu harusnya dikelola dengan baik oleh markas besar TNI. Saya mengharapkan Panglima TNI melakukan langkah-langkah yang cepat dan menghindari hal-hal serupa terjadi di masa mendatang," kata Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman.
"Investigasi itu lebih diserahkan ke mabes TNI. Jadi Presiden mungkin langsung ke Panglima TNI untuk pengelolaan itu, dan Panglima TNI akan melaporkan ke Presiden. Biarkan ini ditangani oleh TNI," lanjutnya.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Fuad Basya kepada VOA mengatakan TNI tetap akan menjaga netralitasnya dalam pemilihan presiden 2014. Untuk itu tegasnya, TNI memilih untuk lebih berhati-hati dalam menanggapi beredarnya surat itu.
"Ya bocornyanya surat darimana? Yang bocorin siapa? Ini kan sama saja dengan isu Babinsa kemarin, kan?. Berita yang tidak jelas itu kemudian jadi besar. Ini kan lagi-lagi soal calon presiden. Baik pihak pak Jokowi maupun pihak pak Prabowo. Saya tidak mau mengomentari segala sesuatu tentang beliau-beliau berdua," kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Fuad Basya.
"Karena publik kan minta TNI harus netral. TNI kan harus ditengah dan tidak berpihak. Kalau saya bicarakan salah satu calon artinya TNI tidak netral," lanjutnya.
Sementara itu Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memastikan beredarnya surat Dewan Kehormatan Perwira itu dimasyarakat bukan dilakukan oleh TNI. "Kami sudah komunikasi dengan Panglima TNI dan itu clear. (Beredarnya surat DKP) Itu bukan dari Mabes TNI. Dan juga yang jelas bukan dari kita," jelasnya.
Ketua SETARA Institute Hendardi kepada VOA berpendapat penyelidikan beredarnya surat keputusan DKP itu tidak justru mengaburkan substansi dari keputusan dari DKP. Hendardi melihat bahwa informasi di dalam surat itu justru bisa menjadi referensi dari masyarakat dalam melihat latar belakang dari Prabowo Subianto yang maju sebagai calon presiden.
"Dokumen ini menjadi penting. Karena bisa menjadi rujukan yang sahih atau benar buat publik. Tentang seseorang yang menjadi kandidat Presiden. Jadi masyarakat harus diberikan sebuah referensi yang tepat untuk itu," kata Hendardi.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Suhardi kepada VOA yakin, beredarnya surat DKP itu tidak akan berpengaruh atas upaya pemenangan Prabowo Subianto sebagai Presiden dari partai Gerindra dan partai-partai pendukung.
"Seperti biasa. Hal-hal seperti ini tidak mengganggu lah kalau dari kita. kan dia ini mencoba terus mencari-cari lubang mana atau kesalahan mana. Kurang etislah kalau seorang calon presiden terus menerus tidak bicara program kedepan. Mestinya kan adu argumentasi kedepan," Jelas Suhardi.
Surat yang disebut sebagai keputusan Dewan Kehormatan Perwira itu, beredar luas di media sosial. Surat berklasifikasi rahasia tertanggal 21 Agustus 1998 itu, ditandatangani para petinggi TNI saat itu, antara lain Subagyo HS selaku Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.
Dalam surat itu itu di jelaskan bahwa Prabowo Subianto telah memerintahkan satuan tugas Tim Mawar dari Kopassus untuk menangkap dan menahan para aktivis, tanpa berkoordinasi dengan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada waktu itu.
Dewan Kehormatan Perwira menilai, tindakan Prabowo telah merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara. Untuk itu Dewan Kehormatan Perwira merekomendasikan kepada Panglima ABRI untuk memberhentikan Prabowo Subianto dari kesatuan TNI.
"Surat-surat terbatas atau surat rahasia seperti itu harusnya dikelola dengan baik oleh markas besar TNI. Saya mengharapkan Panglima TNI melakukan langkah-langkah yang cepat dan menghindari hal-hal serupa terjadi di masa mendatang," kata Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman.
"Investigasi itu lebih diserahkan ke mabes TNI. Jadi Presiden mungkin langsung ke Panglima TNI untuk pengelolaan itu, dan Panglima TNI akan melaporkan ke Presiden. Biarkan ini ditangani oleh TNI," lanjutnya.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Fuad Basya kepada VOA mengatakan TNI tetap akan menjaga netralitasnya dalam pemilihan presiden 2014. Untuk itu tegasnya, TNI memilih untuk lebih berhati-hati dalam menanggapi beredarnya surat itu.
"Karena publik kan minta TNI harus netral. TNI kan harus ditengah dan tidak berpihak. Kalau saya bicarakan salah satu calon artinya TNI tidak netral," lanjutnya.
Sementara itu Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memastikan beredarnya surat Dewan Kehormatan Perwira itu dimasyarakat bukan dilakukan oleh TNI. "Kami sudah komunikasi dengan Panglima TNI dan itu clear. (Beredarnya surat DKP) Itu bukan dari Mabes TNI. Dan juga yang jelas bukan dari kita," jelasnya.
Ketua SETARA Institute Hendardi kepada VOA berpendapat penyelidikan beredarnya surat keputusan DKP itu tidak justru mengaburkan substansi dari keputusan dari DKP. Hendardi melihat bahwa informasi di dalam surat itu justru bisa menjadi referensi dari masyarakat dalam melihat latar belakang dari Prabowo Subianto yang maju sebagai calon presiden.
Your browser doesn’t support HTML5
"Dokumen ini menjadi penting. Karena bisa menjadi rujukan yang sahih atau benar buat publik. Tentang seseorang yang menjadi kandidat Presiden. Jadi masyarakat harus diberikan sebuah referensi yang tepat untuk itu," kata Hendardi.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Suhardi kepada VOA yakin, beredarnya surat DKP itu tidak akan berpengaruh atas upaya pemenangan Prabowo Subianto sebagai Presiden dari partai Gerindra dan partai-partai pendukung.
"Seperti biasa. Hal-hal seperti ini tidak mengganggu lah kalau dari kita. kan dia ini mencoba terus mencari-cari lubang mana atau kesalahan mana. Kurang etislah kalau seorang calon presiden terus menerus tidak bicara program kedepan. Mestinya kan adu argumentasi kedepan," Jelas Suhardi.
Surat yang disebut sebagai keputusan Dewan Kehormatan Perwira itu, beredar luas di media sosial. Surat berklasifikasi rahasia tertanggal 21 Agustus 1998 itu, ditandatangani para petinggi TNI saat itu, antara lain Subagyo HS selaku Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.
Dalam surat itu itu di jelaskan bahwa Prabowo Subianto telah memerintahkan satuan tugas Tim Mawar dari Kopassus untuk menangkap dan menahan para aktivis, tanpa berkoordinasi dengan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada waktu itu.
Dewan Kehormatan Perwira menilai, tindakan Prabowo telah merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara. Untuk itu Dewan Kehormatan Perwira merekomendasikan kepada Panglima ABRI untuk memberhentikan Prabowo Subianto dari kesatuan TNI.