Blinken Desak PBB Minta Rusia Tak Gunakan Laut Hitam sebagai 'Alat Pemerasan'

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memberikan konferensi pers sebagai presiden Dewan Keamanan PBB di markas PBB New York, Kamis, 3 Agustus 2023.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken hari Kamis (3/8) mendesak semua negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk memberi tahu Rusia agar berhenti menggunakan Laut Hitam sebagai alat pemerasan setelah negara itu keluar dari kesepakatan yang memungkinkan Ukraina mengirim secara aman pasokan biji-bijian ke pasar dunia.

“Setiap anggota PBB seharusnya memberi tahu Moskow: ‘Cukup,’” ungkap Blinken saat mengetuai pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk membahas isu kelaparan dan kerawanan pangan akibat konflik.

“Cukup, jangan lagi menggunakan Laut Hitam sebagai alat pemerasan; cukup, jangan lagi menjadikan orang-orang paling rentan di dunia sebagai alat tawar; cukup untuk perang yang tidak dapat dibenarkan ini,” katanya di hadapan kelima belas anggota badan PBB tersebut.

Blinken mengumumkan bahwa hampir 90 negara telah mendukung komunike pendek yang disusun oleh AS, di mana mereka berkomitmen “untuk mengambil tindakan demi mengakhiri penggunaan pangan sebagai senjata perang dan kelaparan masyarakat sipil sebagai taktik perang.”

BACA JUGA: Lagi, Drone-drone Rusia Hantam Pelabuhan dan Gudang Biji-bijian Ukraina

Meskipun AS, Uni Eropa dan negara lainnya menuduh Rusia menggunakan pangan sebagai senjata perang dengan memperburuk krisis pangan dunia ketika negara itu menginvasi Ukraina pada Februari 2022, komunike AS itu tidak secara khusus menyebut negara mana pun.

Rusia bulan lalu keluar dari sebuah kesepakatan yang telah mengizinkan ekspor biji-bijian Ukraina melalui Laut Hitam secara aman selama setahun terakhir. Kesepakatan yang dimediasi PBB dan Turki itu bertujuan untuk meringankan krisis pangan dunia menyusul invasi Rusia ke Ukraina.

Ukraina dan Rusia sama-sama eksportir utama biji-bijian.

Setelah keluar, Rusia mulai menarget pelabuhan-pelabuhan Ukraina dan infrastruktur biji-bijian di Laut Hitam dan Sungai Danube. Akibatnya, harga biji-

bijian di dunia melonjak. Moskow sudah mengatakan, jika tuntutannya untuk meningkatkan ekspor biji-bijian dan pupuknya sendiri dipenuhi, maka negara itu akan mempertimbangkan untuk memulihkan perjanjian Laut Hitam.

“Kremlin mengklaim bahwa mereka mengakhiri perjanjian itu karena sanksi internasional membatasi ekspor pertaniannya,” kata Blinken. “Pada kenyataannya, sanksi itu secara eksplisit mengecualikan pangan dan pupuk.”

“Ketika mereka meninggalkan inisiatif itu, Rusia sedang mengekspor lebih banyak biji-bijian dengan harga yang lebih tinggi dari sebelumnya,” tambahnya.

BACA JUGA: Inggris Katakan Rusia Mungkin Persiapkan Blokade Laut Hitam  

Moskow mengatakan, pembatasan akses pembayaran, logistik dan asuransi menjadi halangan ekspor pertaniannya.

Dewan Keamanan pada hari Kamis juga mengadopsi pernyataan resmi yang disetujui secara konsensus terkait kerawanan pangan akibat konflik, termasuk kelaparan di situasi konflik bersenjata.

“Dewan Keamanan mengutuk keras penggunaan kelaparan masyarakat sipil sebagai metode perang, yang dilarang oleh hukum kemanusiaan internasional, serta penolakan akses kemanusiaan yang tidak sah,” demikian bunyi pernyataan itu. [rd/em]