Dibandingkan 2023 yang mencatat sedikitnya 5.400 bencana, 2024 lalu terjadi penurunan, yaitu menjadi 2.107 bencana. Namun, hal ini lebih dikarenakan mekanisme baru yang digunakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saat mencatat kejadian bencana, yang setahun terakhir ini menggunakan Petunjuk Pelaksanaan Standar Data Kejadian dan Dampak Bencana Tahun 2023. Aturan itu menetapkan standarisasi data kejadian dan dampak bencana yang minimal harus memenuhi salah satu dari 6 kriteria.
“Ada korban jiwa meninggal, ada korban terdampak, ada kerusakan bangunan dan seterusnya, sehingga kita dapatkan di 2024 ini berdasarkan aturan dan regulasi yang baru itu pencatatan bencana secara keseluruhan itu 2.107 kali bencana di Indonesia,” papar Abdul Muhari dalam Konferensi Pers Kalaidoskop Bencana 2024 dan Outlook Potensi Bencana 2024, Selasa (7/1).
Kejadian bencana alam mendominasi bencana di Indonesia sepanjang 2024 berupa bencana hidrometeorologi, yaitu sebesar 98,86 persen; dan bencana geologi sebanyak 1,14 persen.
Dampak bencana alam di seluruh Indonesia sepanjang 2024 menyebabkan 489 orang meninggal dunia, 58 orang hilang, 11.538 orang luka atau sakit, dan lebih dari 6 juta orang menderita dan mengungsi.
Selain itu bencana alam juga menyebabkan 60 ribu rumah rusak, 954 fasilitas umum rusak seperti satuan pendidikan, rumah ibadat dan fasilitas pelayan kesehatan.
“Biasanya kita untuk korban jiwa itu biasa disebabkan oleh bencana-bencana non-hidrometeorologi seperti gempa, seperti bencana-bencana geologi lainnya, tetapi untuk 2024 itu yang paling signifikan adalah banjir dan tanah longsor,” tambahnya.
Sepanjang 2024 terdapat 1.088 bencana banjir dan 135 bencana tanah longsor yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Korban meninggal dan hilang dalam bencana banjir bandang sebanyak 248 orang sedangkan bencana tanah longsor berjumlah 233 orang.
Ditambahkannya, pada 2024 lalu BNPB melakukan uji coba sistem peringatan dini khusus untuk banjir lahar dingin di Gunung Marapi dan Gunung Ibu yang diharapkan dapat memberikan informasi kenaikan debit air di sungai yang berhulu di gunung. Upaya itu dilakukan menyikapi banjir bandang lahar dingin yang pada Mei 2024 menewaskan 56 orang dan 10 lainnya hilang di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam Provinsi Sumatra Barat.
Cerminan Kerusakan Lingkungan
Diwawancarai secara terpisah Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin menilai tingginya bencana banjir dan tanah longsor sepanjang 2024 merupakan cerminan dari kondisi lingkungan di Indonesia yang rusak oleh masifnya pembukaan lahan, deforestasi dan degradasi hutan.
BACA JUGA: Sumut Lanjutkan Pencarian 7 Orang Setelah Bencana Tanah Longsor dan Banjir Tewaskan 15 Orang“Nah, sementara banjir bandang dan juga sebagian kecil longsor itu disebabkan karena degradasi hutan. Apa itu? Bukan hanya pemotongan atau penebangan pohon di dalam hutan saja, di ekosistem hutan tetapi juga merusak lahan-lahannya, mendegradasi, mengeruk tanah-tanahnya. Nah ini terjadi kebanyakan disebabkan karena masifnya pertambangan-pertambangan mineral di Indonesia,” kata Al Amin pada Jumat (10/1).
Ia mengingatkan perubahan iklim telah mempengaruhi curah hujan tinggi yang memicu banjir dan longsor sehingga dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk memitigasi perubahan iklim dengan kebijakan moratorium izin tambang nikel serta menghentikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, khususnya PLTU, untuk pabrik-pabrik smelter nikel di Sulawesi dan Maluku Utara.
“Hampir 9 Gigawatt pembangkit listrik bertenaga batu bara itu terbangun di Sulawesi untuk memproduksi, untuk menggerakkan pabrik-pabrik smelter nikel di Sulawesi. Dan itu memicu terjadinya penghancuran, memicu kenaikan emisi dan memicu perubahan iklim yang semakin parah atau krisis iklim yang semakin buruk. Nah, oleh karena itu salah satu bentuk mitigasi yang kami sarankan kepada Presiden Prabowo itu harus tegas. Pemerintah sudah harus menghentikan pembangunan PLTU batu bara,” tambahnya.
Dalam catatan akhir tahun WALHI, Provinsi Sulawesi Selatan sepanjang 2024 mengalami 362 kali bencana ekologis, yang didominasi banjir sebanyak 41 persen dan tanah longsor sebanyak 33 persen.
Bencana yang terjadi di 24 kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan sepanjang tahun lalu itu menewaskan 46 orang. Sementara 15.631 masyarakat harus mengungsi dari tempat tinggalnya. Kerugian materil diperkirakan mencapai Rp1,95 triliun. [yl/em]