Untuk mengatasi kebakaran hutan di Riau, Jambi dan Kalimantan Tengah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membuat hujan buatan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB), Sutopo Purwo Nugroho, kepada VoA mengatakan bahwa untuk mengatasi bencana asap akibat kebakaran hutan, BNPB melakukan operasi hujan buatan di tiga provinsi sekaligus yaitu Riau, Jambi dan Kalimantan Tengah.
Di masing-masing lokasi dikerahkan satu pesawat Cassa 212-200, pesawat dari Skuadron 4 TNI AU Abdulrahman Saleh dan dua helikopter untuk melakukan pemboman air dari udara, ujar Sutopo pada Selasa (11/9).
“Untuk Riau, kegiatan itu telah dilakukan sejak 12 Agustus lalu. Sedangkan di Kalimantan Tengah sejak 27 Agustus, dan Jambi sejak 7 september. Untuk operasi di Riau dan Kalimantan Tengah dilaksanakan selama 40 hari kerja dengan menggunakan pesawat Cassa 212-200. Untuk Riau, dalam melakukan pemadaman dari udara juga digunakan dua helikopter yang dioperasikan selama 30 hari,” ujar Sutopo.
“Semua pendanaan dibiayai oleh BNPB dengan total anggaran Rp 15,88 miliar.”
BNPB juga berencana melakukan program hujan buatan untuk mengatasi masalah kekeringan di Pulau Jawa. Namun hingga kini belum dilakukan karena terbentur beberapa kendala teknis.
“Alternatif hujan buatan untuk mengatasi kekeringan di Jawa sampai saat ini belum digunakan. Mengingat ketersediaan awan-awan potensial yang ada di Jawa masih sangat terbatas sehingga kurang mendukung pelaksanaan hujan buatan,” ujarnya.
Mukri Friatna, manajer penanganan bencana pada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan, pemerintah terkesan tidak siap menghadapi bencana kebakaran hutan. Hingga 5 September lalu, WALHI mencatat sudah ada 21 ribu titik api.
“Target penurunan titik api dari Kementerian Kehutanan tidak tercapai. Pemerintah, baik Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian tidak tanggap dalam merespon bencana kebakaran dan kekeringan. Padahal negara ini hanya mengenal dua musim,” ujar Mukri.
BNPB mencatat, titik api terdeteksi di beberapa tempat, termasuk di Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Kalimantan Selatan. Sejak 1 Januari 2012 hingga saat ini jumlah titik api yang terpantau di Indonesia mencapai 22.730 titik. Rata-rata per tahun sekitar 71 persen titik api terdeteksi di luar kawasan hutan, seperti di lahan pertanian masyarakat dan perkebunan.
Sementara itu, Kementerian Kehutanan memperkirakan jumlah titik api pada 2012 mencapai 30.150 titik, dengan puncaknya terjadi selama Agustus dan September.
Di masing-masing lokasi dikerahkan satu pesawat Cassa 212-200, pesawat dari Skuadron 4 TNI AU Abdulrahman Saleh dan dua helikopter untuk melakukan pemboman air dari udara, ujar Sutopo pada Selasa (11/9).
“Untuk Riau, kegiatan itu telah dilakukan sejak 12 Agustus lalu. Sedangkan di Kalimantan Tengah sejak 27 Agustus, dan Jambi sejak 7 september. Untuk operasi di Riau dan Kalimantan Tengah dilaksanakan selama 40 hari kerja dengan menggunakan pesawat Cassa 212-200. Untuk Riau, dalam melakukan pemadaman dari udara juga digunakan dua helikopter yang dioperasikan selama 30 hari,” ujar Sutopo.
“Semua pendanaan dibiayai oleh BNPB dengan total anggaran Rp 15,88 miliar.”
BNPB juga berencana melakukan program hujan buatan untuk mengatasi masalah kekeringan di Pulau Jawa. Namun hingga kini belum dilakukan karena terbentur beberapa kendala teknis.
“Alternatif hujan buatan untuk mengatasi kekeringan di Jawa sampai saat ini belum digunakan. Mengingat ketersediaan awan-awan potensial yang ada di Jawa masih sangat terbatas sehingga kurang mendukung pelaksanaan hujan buatan,” ujarnya.
Mukri Friatna, manajer penanganan bencana pada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan, pemerintah terkesan tidak siap menghadapi bencana kebakaran hutan. Hingga 5 September lalu, WALHI mencatat sudah ada 21 ribu titik api.
“Target penurunan titik api dari Kementerian Kehutanan tidak tercapai. Pemerintah, baik Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian tidak tanggap dalam merespon bencana kebakaran dan kekeringan. Padahal negara ini hanya mengenal dua musim,” ujar Mukri.
BNPB mencatat, titik api terdeteksi di beberapa tempat, termasuk di Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Kalimantan Selatan. Sejak 1 Januari 2012 hingga saat ini jumlah titik api yang terpantau di Indonesia mencapai 22.730 titik. Rata-rata per tahun sekitar 71 persen titik api terdeteksi di luar kawasan hutan, seperti di lahan pertanian masyarakat dan perkebunan.
Sementara itu, Kementerian Kehutanan memperkirakan jumlah titik api pada 2012 mencapai 30.150 titik, dengan puncaknya terjadi selama Agustus dan September.