BNPT: Bom di Vihara Jakarta Terkait Jaringan Teroris Lama

  • Fathiyah Wardah

Penyelidik polisi di Vihara Ekayana, Jakarta Barat, Senin (5/8), tempat bom meledak sehari sebelumnya.

Moderate Muslim Society mengatakan program deradikalisasi untuk mementahkan regenerasi kelompok radikal dan sel baru jaringan teroris tidak efektif sejauh ini.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai mengatakan, rangkaian bom yang meledak di Vihara Ekayana, Jakarta Barat, pada Minggu malam (4/8), terkait jaringan teroris lama.

Ansyaad mengatakan teknik pembuatan bom di vihara tersebut mirip dengan bom sejumlah kelompok yang pernah diungkap polisi, salah satunya adalah bom yang ditemukan di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, yang rencananya ditujukan untuk mengebom Kedutaan Burma beberapa waktu lalu.

Ansyaad juga mengungkapkan bom tersebut sama dengan bom yang dibuat jaringan Abu Roban yang telah diungkap polisi. Abu Roban tewas saat penangkapan, tetapi anggotanya masih tersebar di sejumlah wilayah.

“Jadi mulai dari Bendungan Hilir, Marga Asih, Kebumen itu kan kelompok Abu Roban itu yang sudah tewas itu. Sisa-sisanya itu belum 100 persen ditangkap. Kalau dilihat bomnya secara teknis hampir dipastikan dari kelompok sama,” ujarnya, Selasa (6/8).

Rangkaian bom meledak di Vihara Ekayana di Jl. Mangga II, Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat, Minggu malam. Tidak ada korban jiwa dalam ledakan itu, tetapi tiga jemaat mengalami luka ringan. Ada tiga bom yang diletakkan di dalam vihara.

Ketua Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi mengatakan pelibatan seluruh lapisan masyarakat dalam program deradikalisi sangat penting untuk mementahkan proses regenerasi kelompok-kelompok radikal dan sel-sel baru jaringan teroris di sejumlah daerah di Indonesia.

Zuhairi menilai proses deradikalisasi yang dilakukan pemerintah selama ini tidak efektif.

Faktanya saat ini, menurut Zuhairi, banyak kelompok yang mulai bertransformasi menjadi kelompok teroris, khususnya dari kalangan muda. Untuk itu, pasukan antiteror Densus 88 maupun BNPT harus meningkatkan kerja sama dengan sebanyak mungkin kelompok masyarakat karena terorisme adalah masalah bersama, ujarnya.

“Kalau kita lihat di jawa Tengah dan Jawa Barat menjadi sarang kelompok teroris. Jelas organisasinya Jamaah Ansharut Tauhid dan beberapa kelompok yang menjadi bagian dari kelompok radikan kan sudah jelas itu. Jadi kelompok-kelompok itu diharapkan memang diajak dialog kemudian diinjeksi dengan empat pilar, Pancasila, UUD 45, Negara Kesatuan dan Bhinneka Tunggal Ika. Melibatkan pesantren misalnya dan juga melibatkan NU dan Muhammadiyah,” ujarnya.

Sementara itu, Global Peace Festival Indonesian Foundation yang juga merupakan penyelenggara International Multifaith Youth Assembly 2013 meminta semua pemuda sadar tentang keberagaman dan menjunjung toleransi.

International Multifaith Youth Assembly merupakan acara yang bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih kepada para pemuda di seluruh dunia mengenai pentingnya saling memahami dan bertoleransi antar umat beragama, serta memahami pentingnya hidup untuk saling membantu melalui paradigma antar iman.

Asisten program dari acara tersebut, I Gede Pandu Wirawan mengatakan, apapun alasannya, peledakan bom di Vihara sangat tidak terpuji. Apalagi yang di bom adalah tempat ibadah yang sangat sensitif untuk memprovokasi terjadinya konflik di masyarakat, ujarnya.

Untuk itu, lanjutnya semua pemuda harus sadar bahwa hidup di Indonesia adalah hidup dalam keberagaman dan merupakan kewajiban semua untuk menjunjung tinggi toleransi dan pemahaman akan berbagai macam keyakinan.

“Jadi kita mengajak pemuda itu setidaknya mengetahu apa sih agama lain itu, seperti apa sih. Setidaknya nilai-nilai universal yang ada tiap agama sehingga ke belakangnya ketika ada yang memprovokasi khususnya hal-hal yang berkaitan dengan agama, itu tidak gampang terprovokasi dan tidak gampang terbawa emosi,” ujarnya.