BNPT Kaji Opsi Pembebasan Bersyarat untuk Napiter Jemaah Islamiyah

Koordinator teroris wilayah Aceh jaringan Jemaah Islamiyah (JI) berinisial ISA (37) yang ditangkap Densus 88 di Kabupaten Aceh Tamiang, 3 Agustus 2022. (Courtesy Polda Aceh)

JI, kelompok yang memiliki keterkaitan dengan al-Qaeda, dituduh sebagai dalang di balik sejumlah serangan maut dalam sejarah Indonesia

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tengah mengkaji kemungkinan pemberian pembebasan bersyarat kepada dua mantan pemimpin Jemaah Islamiyah (JI) serta amnesti bagi para anggotanya yang saat ini masih mendekam di penjara, setelah 1.300 mantan anggota kelompok tersebut menyatakan ikrar setia kepada NKRI.

JI, kelompok yang memiliki keterkaitan dengan al-Qaeda, dituduh sebagai dalang di balik sejumlah serangan maut dalam sejarah Indonesia. Serangan tersebut meliputi pengeboman klub malam di Bali pada 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang, mayoritas warga negara asing, serta pengeboman hotel di Jakarta pada 2003 yang menewaskan 12 orang.

Rencana tersebut muncul setelah pengumuman dari anggota senior pada Juni yang menyatakan bahwa jaringan tersebut akan dibubarkan.

Kepala BNPT Komisaris Jenderal Eddy Hartono mengatakan kepada Reuters bahwa saat ini terdapat 115 mantan anggota JI yang dipenjara. BNPT mungkin akan mengusulkan pembebasan bersyarat kepada pemerintah untuk mantan pemimpin Abu Rusdan dan Para Wijayanto.

Polisi mengawal terduga militan saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, 18 Maret 2021. (Foto: AP)

Abu Rusdan memimpin JI saat pengeboman Bali terjadi dan dijatuhi hukuman penjara tiga tahun pada 2003. Ia dinyatakan bersalah karena melindungi seorang militan yang melakukan serangan tersebut, yang kemudian dieksekusi.

Ia dipenjara lagi pada tahun 2022 selama enam tahun karena ia tetap menjadi anggota aktif jaringan terlarang.

Para Wijayanto, pemimpin JI dari 2009 hingga 2019 dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara pada 2020.

"Kami akan berkonsultasi dengan kementerian. Jika mereka memenuhi persyaratan hukum, kami akan mengusulkan (pembebasan bersyarat)," kata Eddy.

BACA JUGA: Napi Terorisme: Tak Pernah Mudah Kembali ke Titik Balik

Adhe Bhakti, pakar keamanan dari Pusat Studi Radikalisme dan Deradikalisasi, menyatakan bahwa usulan pembebasan bersyarat bagi dua mantan pemimpin mencerminkan kerja sama mereka dalam membongkar jaringan yang tersisa dan mendorong mantan anggota untuk berikrar setia kepada Indonesia.

Pada masa puncak kejayaannya, JI adalah salah satu jaringan ekstremis paling ditakuti di Asia, memiliki sel di Malaysia, Singapura, dan Filipina. Namun, pengaruh dan dukungannya terus memudar akibat penindakan tegas oleh pihak berwenang serta program deradikalisasi.

Menteri Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra pada Senin (23/12) mengatakan pihaknya sedang mengumpulkan data tentang berapa banyak mantan anggota JI yang akan diberikan pembebasan bersyarat atau amnesti.

BACA JUGA: BNPT: Jihadis Asal Indonesia yang Kembali dari Luar Negeri Harus Diwaspadai

Presiden Prabowo Subianto berencana memberikan amnesti kepada narapidana muda pada usia yang memungkinkan mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif, kata Yusril. Ia juga menambahkan bahwa prosedur untuk mengadakan amnesti dan membatalkan dakwaan yang belum diputus sedang dilakukan.

"Insya Allah, ini akan dilaksanakan pada bulan-bulan pertama 2025," katanya dalam sebuah pernyataan.

Dua orang yang dijatuhi hukuman seumur hidup karena terlibat dalam serangan Bali, yaitu perencana serangan Hutomo Pamungkas atau Mubarok, dan perakit bom Ali Imron, termasuk di antara mereka yang masih mendekam di penjara.

Prabowo juga berencana memberikan amnesti terhadap 44.000 tahanan, termasuk pelaku narkoba dan aktivis yang dipenjara karena pencemaran nama baik. Ia juga mengatakan bahwa ia mungkin akan membebaskan koruptor asalkan mereka mengembalikan uang negara. [ah/es]