Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengatakan kelompok teror di Indonesia sengaja menggunakan Internet untuk memanfaatkan kelemahan kontrol Pemerintah.
JAKARTA —
Sebuah rekaman video yang diduga adalah buronan teroris paling dicari kepolisian, Santoso, muncul di situs laman Youtube dengan judul “Seruan 01”. Pernyataan rekaman itu mengahasut untuk melakukan jihad menyerang kepolisian.
Rekaman berdurasi sekitar 6 menit itu berkali-kali menyebut nama Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri sebagai musuh utama. Densus merupakan satuan yang dibentuk untuk melakukan pengamanan dan penanganan langsung terhadap kasus terorisme di Indonesia.
Dalam video tersebut, terlihat mereka memperagakan perang dengan Densus 88 dan mereka juga menunjukan keterampilan menembak.
Dalam rekaman itu tertulis nama Syaikh Abu Wardah Santoso, buronan kasus terorisme yang kini paling dicari oleh kepolisian karena diduga bertanggung jawab atas sejumlah serangan di Poso, Sulawesi Tengah dan rencana aksi bom di kota kota lainnya.
Dia dicari sejak Kepolisian Indonesia menggagalkan rencana pembentukan pasukan ala militer kelompok teror di Aceh. Dia juga diyakini menjadi dalang pembunuhan beberapa petugas polisi di Poso. Ini merupakan pertama kalinya Santoso muncul di depan publik
dengan menggunakan fasilitas internet untuk melakukan serangan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai mengatakan kelompok teror memang sengaja menggunakan media internet dan video termasuk untuk merekrut anggota. Hal itu karena memanfaatkan kelemahan kontrol pemerintah
atas situs tertentu yang menyebarkan kebencian, ujarnya.
“Karena memang mereka (teroris) menggunakan itu sekarang. Mereka merekrut juga menggunakan Internet. Sekarang lihat saja banyak website corongnya teroris dan radikal. Kita tinggal tunggu saja. Dan saya yakin pasti kena salah satu,” ujarnya.
Terkait video tersebut, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia langsung membentuk tim untuk menyelidiki dan menangkap pelaku. Polri juga telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir video tersebut.
Kepala Kepolisian Indonesia juga telah meminta aparatnya di lapangan untuk meningkatkan kewaspadaan.
Pengamat Terorisme dari Universitas Malikus Saleh, Lhoksumawe, Al Chaidar
mengatakan kelompok Santoso yang menamakan diri sebagai Komite Mujahidin Indonesia Timur, mempunyai kekuatan hingga lebih dari 200 orang.
“Bahkan mereka telah membentuk pasukan-pasukan khusus seperti pasukan semacam sniper yang berhari-hari mengintai-ngintai. Jumlah keseluruhan mereka 271 tersebar di Poso, di Tentena, di Makasar bahkan mereka lari juga ke Kendari bahkan ada yang lari ke Maluku Utara,” ujarnya.
Hasil penelitian Chaidar yang dulu pernah bergabung dengan kelompok Negara Islam Indonesia menjelaskan kelompok Santoso ini telah memproklamirkan diri sebagai gerakan jihad model Taliban.
Rekaman berdurasi sekitar 6 menit itu berkali-kali menyebut nama Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri sebagai musuh utama. Densus merupakan satuan yang dibentuk untuk melakukan pengamanan dan penanganan langsung terhadap kasus terorisme di Indonesia.
Dalam video tersebut, terlihat mereka memperagakan perang dengan Densus 88 dan mereka juga menunjukan keterampilan menembak.
Dalam rekaman itu tertulis nama Syaikh Abu Wardah Santoso, buronan kasus terorisme yang kini paling dicari oleh kepolisian karena diduga bertanggung jawab atas sejumlah serangan di Poso, Sulawesi Tengah dan rencana aksi bom di kota kota lainnya.
Dia dicari sejak Kepolisian Indonesia menggagalkan rencana pembentukan pasukan ala militer kelompok teror di Aceh. Dia juga diyakini menjadi dalang pembunuhan beberapa petugas polisi di Poso. Ini merupakan pertama kalinya Santoso muncul di depan publik
dengan menggunakan fasilitas internet untuk melakukan serangan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai mengatakan kelompok teror memang sengaja menggunakan media internet dan video termasuk untuk merekrut anggota. Hal itu karena memanfaatkan kelemahan kontrol pemerintah
atas situs tertentu yang menyebarkan kebencian, ujarnya.
“Karena memang mereka (teroris) menggunakan itu sekarang. Mereka merekrut juga menggunakan Internet. Sekarang lihat saja banyak website corongnya teroris dan radikal. Kita tinggal tunggu saja. Dan saya yakin pasti kena salah satu,” ujarnya.
Terkait video tersebut, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia langsung membentuk tim untuk menyelidiki dan menangkap pelaku. Polri juga telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir video tersebut.
Kepala Kepolisian Indonesia juga telah meminta aparatnya di lapangan untuk meningkatkan kewaspadaan.
Pengamat Terorisme dari Universitas Malikus Saleh, Lhoksumawe, Al Chaidar
mengatakan kelompok Santoso yang menamakan diri sebagai Komite Mujahidin Indonesia Timur, mempunyai kekuatan hingga lebih dari 200 orang.
“Bahkan mereka telah membentuk pasukan-pasukan khusus seperti pasukan semacam sniper yang berhari-hari mengintai-ngintai. Jumlah keseluruhan mereka 271 tersebar di Poso, di Tentena, di Makasar bahkan mereka lari juga ke Kendari bahkan ada yang lari ke Maluku Utara,” ujarnya.
Hasil penelitian Chaidar yang dulu pernah bergabung dengan kelompok Negara Islam Indonesia menjelaskan kelompok Santoso ini telah memproklamirkan diri sebagai gerakan jihad model Taliban.