Botswana Hadapi Penurunan Jumlah Perempuan dalam Politik

Seorang wanita memberikan suaranya dalam Pemilihan Umum di Barcelona, Spanyol, 10 November 2019. (Foto: Reuters)

Keterwakilan perempuan yang rendah dalam politik terus menjadi masalah di Botswana. Saat ini hanya tiga perempuan yang memenangkan kursi di Majelis Nasional yang beranggotakan 57 pada pemilihan umum baru-baru ini. Para aktivis mengatakan negara Afrika tengah itu memiliki bias terhadap perempuan baik dalam sistem pemilihan dan budayanya.

Setelah pemilihan umum 2014, Botswana hanya memiliki empat Anggota Parlemen perempuan terpilih di Majelis Nasional. Jumlah itu menyusut menjadi hanya tiga setelah jajak pendapat nasional 23 Oktober.

Kelompok hak-hak perempuan, Onneetse Makhumalo dari Gender Links, menyalahkan sistem pemilihan umum, yang menurutnya mendiskriminasi perempuan.

BACA JUGA: Politisi Wanita India Incar Kursi dalam Pemilu India

"Kita hidup dalam masyarakat yang sangat mengutamakan laki-laki, sebuah masyarakat yang sengaja atau tidak mendidik rakyat bahwa laki-laki adalah pemimpin yang lebih baik daripada perempuan. Jadi ada banyak perempuan, yang mampu sekalipun terkadang menjadi ragu apakah mereka bisa melakukannya," kata Onneetse.

Saat ini hanya lima persen wanita di Botswana yang memegang jabatan politik, jauh dari tujuan 30 persen yang ditetapkan oleh blok regional, Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan.

Laki-laki menduduki sebagian besar kursi politik, meskipun 55 persen pemilih Botswana adalah perempuan.

Studi kelompok hak-hak perempuan, Emang Basadi menemukan bahwa sistem pemilihan tidak menguntungkan perempuan, yang juga menghadapi hambatan budaya.

Seorang wanita memberikan suara di tempat pemungutan suara di Erfurt, Jerman, Minggu, 27 Oktober 2019. (Foto: AP)

"Dalam politik, kita berbicara mengenai hubungan kekuasaan, perempuan lebih suka memberi jalan kepada laki-laki dan berada di belakang laki-laki. Memuji laki-laki, menggalang dana bagi laki-laki, tetapi kalau dipikir-pikir, mereka juga bisa melakukan hal yang sama bagi diri mereka sendiri," kata Segametsi Modisaotsile dari Emang Basadi.

Tiga misi pengamat Afrika menyatakan keprihatinan mengenai rendahnya jumlah kandidat perempuan dalam jajak pendapat terbaru Botswana. Sibusiso Moyo, yang mengetuai Misi Pemantau Pemilu SADC, mengatakan situasinya tidak ideal

"Pemilu 2019 mencerminkan penurunan perwakilan perempuan dalam kepemimpinan politik, khususnya di tingkat Majelis Nasional," kata Sibusiso Moyo, Ketua Misi Pemantau SADC.

BACA JUGA: “Indonesia Tanpa Feminis,” Kritik atau Bunga Tidur?

Sebagai tanggapan, Presiden Mokgweetsi Masisi telah berjanji untuk menunjuk lebih banyak perempuan ke Majelis Nasional melalui ketentuan konstitusi, yang memberinya kekuasaan untuk bertindak demikian.

"Sayangnya, sangat sedikit perempuan yang bisa kita ajukan, tetapi syukurlah, ketentuan konstitusional yang memungkinkan pemilihan anggota khusus parlemen, akan sangat condong ke pada kaum perempuan," kata Mokgweetsi Masisi.

Presiden Masisi dilantik untuk masa jabatan lima tahun pertama di Gaborone pada 1 November dan telah menunjuk enam anggota tambahan untuk Majelis Nasional. [my/jm]