BPPT akan Kembali Luncurkan Buoy Tsunami di Mentawai

  • Fathiyah Wardah

Seorang anak yang selamat dari tsunami sedang minum air dalam kemasan di daerah yang terkena tsunami.

Buoy tsunami tersebut akan diletakkan antara pantai barat Padang dan Pulau Siberut sebagai bagian dari peringatan dini tsunami.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pertengahan November nanti akan meluncurkan kembali “Buoy Tsunami” atau sensor gelombang tsunami di Kepulauan Mentawai sebagai bagian dari peringatan dini tsunami.

Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, Ridwan Jamaludin, mengatakan buoy tsunami tersebut akan diletakan antara pantai barat Padang dan Pulau Siberut.

Posisi penempatan buoy tersebut, kata Ridwan, dipilih karena gempa-gempa laut akhir-akhir ini banyak terjadi di sekitar Kepulauan Mentawai. Ridwan Jamaludin mengaku bahwa sensor gelombang tsunami yang diletakan di daerah tersebut rusak sejak bulan September 2010.

Namun ia menjelaskan meskipun buoy tidak rusak, untuk mendeteksi gempa 7,2 Skala Richter di 78 kilometer barat Kecamatan Pagai Selatan pada Senin lalu, tetap terhalang oleh Pulau Pagai sehingga memerlukan waktu 15 menit untuk gelombang tsunami tertangkap buoy Mentawai.

“Kalau ada buoy tentunya juga kita akan mempunyai data yang cukup baik tetapi saya tidak mengatakan jika tidak ada buoy itu disitu, kita dapat membantu kepulauan Pagai yang lebih dekat jaraknya ke pusat gempa, karena gelombang tsunami akan lebih dulu sampai ke Pulau Pagai daripada mencapai lokasi buoy yang kami pasang di antara Siberut dan Pulau Sumatera,” jelas Ridwan.

Buoy tsunami seperti ini akan dipasang BPPT sebagai bagian peringatan dini terhadap kemungkinan ancaman tsunami di kepulauan Mentawai.

Ridwan Jamaludin mengungkapkan sejak tahun 2007, BPPT sudah memasang lebih dari 12 buoy tsunami. Dari 12 buoy tsunami tersebut hanya tiga yang berada dalam kondisi baik. Yang lainnya kata Ridwan rusak secara alami dan juga ada yang sengaja dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Pengamat tsunami dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Hamzah Latief, mengatakan pemasangan sistem pendeteksi dini tsunami di Indonesia harus dilakukan secara baik dan masyarakat pun harus membantu menjaganya dan bukan mengambil kawat baja atau nilon yang berada dalam buoy tersebut.

“Bahkan 20 tahun terakhir hampir setiap dua tahun ada tsunami. Kalau kita melindungi masyarakat kita, apapun bentuknya early warning system apakah high technology ataupun sederhana, itu harus dipersiapkan,” kata Hamzah.

Sementara itu, Direktur Penguranggan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, menjelaskan hingga saat ini penyaluran bantuan makanan maupun obat-obatan untuk korban tsunami di Mentawai masih terhambat .

“Kasus tsunami di sini ada empat kecamatan yang terkena tsunami, ini terbagi di dalam 12 desa dan terdistribusi dalam 27 dusun.Memang medannya sangat berat sekali, terlebih pada saat terjadi badai, curah hujan merata sekali. Kemudian satu-satunya yang bisa menjangkau memang helikopter. KRI sudah merapat di Sikakap tetapi mereka tidak bisa merapat ke pantai-pantai daerah tersebut karena memang kondisinya merupakan daerah-daerah karang,” jelas Sutopo.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan antara 31 Oktober sampai 2 November akan ada gelombang setinggi lima meter di Mentawai.