BPTP Dorong Petani Sulteng Garap Lahan yang Dirusak Gempa Melalui Tumpang Sari

  • Yoanes Litha

Hamparan areal tanaman jagung dan padi gogo siap panen yang dikembangkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Balitbangtan dengan teknologi tumpang sari tanaman di desa Karawana, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (15/8). (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Tumpang Sari(1) Tanaman dan tata pengelolaan air di lahan kering dapat menjadi solusi bagi petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah untuk kembali mengolah lahan persawahan yang rusak akibat bencana alam gempa bumi dan likuifaksi 28 September 2018 silam. Selain itu, teknologi sumur air dangkal diharapkan bisa memenuhi kebutuhan air untuk pertanian sambil menunggu perbaikan saluran irigasi gumbasa yang diperkirakan baru selesai pada 2021.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) memperkenalkan inovasi tata pengelolaan air dan teknologi tumpang sari untuk membantu para petani di Kabupaten Sigi kembali menggarap lahan-lahan mereka yang rusak akibat gempa dan mengalami kekeringan karena gempa juga merusak saluran irigasi.

Untuk mengatasi lahan yang mengalami kekeringan, BPTP punya solusi, yaitu teknologi sumur dangkal dengan kedalaman 30 meter dan irigasi menggunakan water guns sprinkler(2). Sumur dangkal itu bisa membantu petani mendapatkan pasokan air yang cukup untuk kegiatan penanaman sambil menunggu perbaikan saluarn irigasi gumbasa selesai pada 2021.

Demonstrasi irigasi menggunakan water gun sprinkler yang dapat menghemat penggunaan air, 15 Agustus 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha).

Kepala BPTP Sulawesi Tengah, Andi Baso Lompengeng Ishak, mengatakan hasil demonstrasi invonasi teknologi pengairan pada lahan kering seluas 13 hektare di desa Karawana, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, membuktikanteknologi sumur dangkal dan irigasi dengan gun sprinkler dapat mengatasi kelangkaan air di lahan-lahan kering yang terdampak gempa.

Sedangkan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang rusak, BPTP memperkenalkan rekayasa sistem tanam secara tumpang sari menggunakan varietas unggul yang memiliki produktivitas tinggi di lahan kering, seperti padi lahan kering Inbrida padi gogo (Inpago) delapan dan VUB Jagung komposit varietas Sukmaraga dan Lamuru.

Ada sekitar 6.611,2 hektare lahan pertanian yang rusak akibat gempa dan bencana likuefaksi pada September 2018.

Dari hasil percobaan, jagung varietas lamuru bisa menghasilkan 9,4 ton per hektare dengan pola tanam tumpang sari. Sedangkan sedangkan hasil ubinan varietas Sukmaraga pada pola monokultur mencapai 6,2 ton per hektare. Capaian inovasi teknologi pertanian itu diharapkan dapat membangkitkan semangat petani untuk kembali mengolah lahan pertanian yang terbengkalai pascabencana alam.

“Masyarakat tidak boleh patah semangat, petani harus kembali ke lahan,” kata Andi Baso Lompengeng Ishak dalam kegiatan Panen dan Temu Lapang Optimalisasi Lahan Terdampak Gempa melalui IP 200 (penanaman dua kali dalam setahun) Inovasi Tumpangsari Tanaman di Kabupaten Sigi, Kamis (15/8).

“Untuk itu BPTP mengupayakan lahan yang terdampak gempa ini tetap produktif dengan melaksanakan dukungan kegiatan, peningkatan indeks pertanaman 200 dan tata kelola air melalui inovasi teknologi tumpang sari tanaman, inovasi teknologi tumpang gilir tanaman dengan memanfaatkan sumur dangkal dan irigasi permukaan,” tambahnya.

Demonstarasi irigasi menggunakan water gun sprinkler yang dapat menghemat penggunaan air, 15 Agustus 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Haris Syahbuddin, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian mengatakan inovasi teknologi pertanian oleh BPTP Sulawesi Tengah tersebut bisa menjadi model penanganan lahan pertanian di Kabupaten Sigi yang mengalami kekeringan akibat irigasi yang rusak oleh bencana alam. Syaratnya, ujar Haris, petani juga harus ikut berpartisipasi mencari sumber air.

“Kalau mereka hanya melihat ‘ah susah cari air’ berhenti semua. Tanaman itu tidak ada artinya tanpa air. Jadi, syaratnya satu petani harus bangkit, kalau nggak, nggak bisa, (petani) tidak boleh menyerah,” kata Haris Syahbuddin.

Lebih lanjut Haris Syahbuddin menjelaskan, belajar dari banyak kasus di negara lain yang menghadapi situasi pasca bencana, membuktikan sektor pertanian yang pertama kali dapat membangun kapasitas ekonomi masyarakat melalui penanaman tanaman secara bergilir. Pola tersebut dapat memberikan penghasilan sepanjang tahun.

“Jadi setelah panen jagung, masuk kacang tanah, panen padi masuk kedelai. Jadi tidak pernah berhenti dia karena pasti masih ada sisa pupuk. Nah oleh karena itu tadi saya sampaikan bahwa model ini harus dikembangkan, harus dipublikasikan dan ditetapkan inilah model penanganan pasca bencana,”ujarnya.

Abdul Rahmat kepala desa Karawana, Kabupaten Sigi, bersyukur atas keberhasilan pelaksanaan tumpang sari tanaman jagung dan padi gogo di lahan kering di desanya. Keberhasilan panen itu setidaknya dapat membangkitkan kembali semangat para petani untuk mengolah lahan seluas 250 hektare yang sudah terbengkalai selama 10 bulan terakhir.

Bagian dari areal persawahan yang mengalami kekeringan di desa Karawana Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, (15/8). Kawasan ini mengalami kekeringan akibat tidak lagi mendapatkan pasokan air dari saluran irigasi gumbasa akibat gempa bumi 28 September 2018. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

“Di sini kan para petani semua. Kemudian setelah gempa, aktifitas petani sudah tidak ada lagi karena lahan-lahan yang ada ini pada rusak setelah gempa kemarin. Ada yang terbelah, ada yang bergelombang,” ujarnya. Ia menambahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para petani terpaksa bekerja serabutan, seperti menjadi buruh bangunan.

Wakil Bupati Sigi, Paulina, kepada VOA mengatakan inovasi sumur-sumur dangkal oleh BTBP dapat menjadi jalan keluar untuk para petani kembali mengolah lahan pertanian mereka yang tidak lagi mendapatkan pasokan air dari saluran irigasi gumbasa yang diperkirakan baru bisa berfungsi kembali pada 2021.

“Mudah-mudahan itu (irigasi gumbasa) tepat waktu juga. Apalagi sekarang pasca likuifaksi ini, mungkin struktrur tanah sudah berubah sehingga sumber airnya itu juga sudah sangat-sangat berkurang,” kata Paulina.

Pemkab Sigi, papar Paulina, sebenarnya sudah berupaya membuat sumur dalam (kedalaman hingga 100 meter) di sejumlah lokasi, namun hasilnya tidak memuaskan. Kemungkinan karena gempa tahun lalu mengakibatkan perubahan struktur tanah yang menyebabkan air sulit didapatkan. [yl/lt]

(1)suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan
(2)alat untuk menyirami tanaman berupa semprotan air, yang dapat diatur untuk menyiram tanaman secara berkala