Brazil Tangguhkan Uji Coba Tahap Akhir Vaksin Eksperimental COVID-19

Seorang perawat memegang vaksin Sinovac China, vaksin potensial untuk penyakit coronavirus (COVID-19), di Rumah Sakit Sao Lucas dari Universitas Katolik Kepausan Rio Grande do Sul (PUCRS), di Porto Alegre, Brazil, 8 Agustus 2020. (Foto: dok).

Hanya beberapa jam setelah berita mengenai terobosan dalam upaya mengembangkan vaksin COVID-19 yang aman dan efektif, Brazil menghentikan uji klinis tahap akhir sebuah vaksin potensial lainnya.

Regulator kesehatan Brazil Anvisa, Senin (9/11) mengumumkan tentang penangguhan tes CoronaVac, yang dikembangkan perusahaan farmasi China Sinovac, setelah “kejadian serius yang berefek negatif” pada seorang partisipan sukarela. Peristiwa itu terjadi pada 29 Oktober, tetapi pernyataan itu tidak memberikan rincian lebih jauh.

Uji klinis di Brazil dilakukan oleh lembaga riset berbasis di Sao Paulo, Butantan. Dimas Covas, kepala lembaga pemerintah itu mengatakan kepada sebuah stasiun televisi lokal bahwa sukarelawan itu telah meninggal, tetapi kematiannya bukan karena vaksin.

BACA JUGA: Brazil Tangguhkan Uji Vaksin Virus Corona Buatan China

Vaksin Sinovac adalah vaksin ketiga yang ditangguhkan pengujiannya setelah seorang sukarelawan jatuh sakit selesai diimunisasi. Perusahaan farmasi raksasa AS Johnson & Johnson menangguhkan uji klinis tahap akhir terhadap vaksin COVID-19-nya bulan lalu.

Perusahaan farmasi berbasis di AS lainnya, AstraZeneca, menghentikan uji klinis tahap akhir vaksin yang dikembangkannya bersama University of Oxford pada September lalu, setelah seorang sukarelawan di Inggris didiagnosis dengan myelitis transversa, suatu sindrom peradangan yang mempengaruhi sumsum tulang belakang dan kerap dipicu oleh infeksi virus.

Bukan hal yang jarang terjadi suatu uji klinis dihentikan apabila sukarelawan jatuh sakit. Ini dimaksudkan agar para penyelenggara uji tersebut dapat menentukan apakah penyakit itu disebabkan oleh vaksin.

Tetapi Presiden Brazil Jair Bolsonaro, yang kerap menyatakan ketidakpercayaan terhadap China, secara terbuka menyatakan keraguan atas efektivitas vaksin Sinovac. Ia telah menegaskan bahwa pemerintahnya tidak akan membeli vaksin itu.

BACA JUGA: Pfizer Laporkan Vaksin Covid-19 90% Efektif dalam Uji Coba 

Kabar lebih baik datang sebelumnya dari Badan Pengawas Makanan dan Obat AS (FDA), yang menyetujui penggunaan darurat obat antibodi pertama bagi mereka yang terjangkit COVID-19 dalam kondisi ringan hingga moderat.

Obat yang dikenal sebagai bamlanivimab itu dikembangkan bersama oleh perusahaan farmasi berbasis di AS Eli Lilly dan perusahaan bioteknologi berbasis di Kanada, AbCellera. Ini merupakan bagian dari pengobatan yang disebut antibodi monoklonal, yang dibuat untuk menjadi sel-sel imunitas yang diharapkan para ilmuwan dapat memerangi virus corona. Terapi antibodi ini serupa dengan yang diberikan untuk Presiden AS Donald Trump sewaktu ia dinyatakan positif terjangkit COVID-19 awal bulan lalu.

FDA menyetujui penggunaan obat itu untuk orang-orang berusia 12 tahun ke atas yang berisiko mengalami COVID-19 yang serius.

Uji klinis terhadap obat yang dilakukan Lembaga Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS dihentikan akhir bulan lalu setelah para peneliti mendapatinya tidak efektif dalam mengobati pasien rawat inap yang sudah dalam tahap lanjut penyakit itu.

BACA JUGA: Alasan Keamanan, Tes Obat Covid-19 Eli Lilly Dihentikan Sementara

Kabar mengenai disetujuinya obat antibodi Eli Lilly itu menambah kabar baik dari Pfizer yang mengumumkan bahwa vaksin eksperimentalnya 90 persen efektif dalam mencegah virus pada partisipan yang terbukti tidak mengalami infeksi sebelumnya. Kabar ini muncul pada hari yang sama sewaktu AS mencatat lebih dari 10 juta kasus COVID-19, termasuk lebih dari 100 ribu kasus baru pada hari Senin. Harian the New York Times melaporkan hari itu tercatat lebih dari 130 ribu kasus.

AS telah menambah rata-rata 100 ribu lebih kasus baru per hari sepanjang pekan lalu, naik dua kali lipat dari tingkat infeksi hariannya sebulan silam. Sekitar 900 orang meninggal setiap hari karena virus ini.

BACA JUGA: Penularan Covid-19 Melonjak, AS akan Catat Lebih dari 10 Juta Kasus

Negara bagian-negara bagian di kawasan tengah Amerika mengalami pukulan paling parah dari pandemi ini, dengan tingkat rawat inap di kawasan itu mencapai rekor tertingginya. Proyek Pelacakan COVID-19 menyatakan lebih dari 59 ribu orang dirawat inap di berbagai penjuru Amerika pada hari Senin.

Infeksi COVID-19 telah melonjak juga di berbagai bagian dunia, termasuk Eropa, di mana sejumlah negara telah memberlakukan PSBB untuk memperlambat perebakan virus. Secara global, jumlah kasus terkukuhkan melampaui 50 juta, dengan 1,2 juta kematian dan 33 juta orang sembuh.

Toko-toko dan jalan-jalan di Roma, Italia, terlihat lengang, 7 November 2020 tengah malam, saat diberlakukannya jam malam nasional untuk menekan perebakan kembali virus Covid-19 di kawasan ini.


Situasi memburuk di Italia, di mana lima daerah berada di zona “oranye” – penetapan warna berdasarkan sistem tiga tingkat baru yang diberlakukan pemerintah untuk menerapkan beragam tingkat restriksi.

Sistem ini membagi 20 kawasan di Italia menjadi tiga zona – merah, oranye dan kuning. Merah mengindikasikan daerah-daerah dengan restriksi paling ketat dan kuning sebaliknya.

Abruzzo, Umbria, Tuscany, Liguria dan Basilicata bergabung dengan kawasan Puglia dan Sisilia di selatan dalam zona oranye, atau medium. Di sana, warga dapat bergerak bebas hanya di dalam kota mereka sendiri dan dilarang keluar kota, sementara bar-bar dan restoran dibatasi hanya untuk layanan antar atau pesan untuk dibawa pulang.

Provinsi Bolzano di bagian utara termasuk zona merah, bersama-sama dengan kawasan Lombardy, Piedmont, Valle d’Aosta, dan Calabria di selatan. Warga di sana tidak diizinkan meninggalkan rumah kecuali untuk bekerja atau alasan medis.

BACA JUGA: Perancis, Italia dan Rusia Capai Rekor Tertinggi Infeksi Virus Corona

Seluruh Italia dikenai larangan keluar rumah dari pukul 10 malam hingga 5 pagi. Museum dan pusat-pusat perbelanjaan ditutup pada akhir pekan dan SMA beralih ke kelas-kelas daring.

Italia mencatat 960.373 kasus virus corona terkonfirmasi, termasuk 41.740 kematian, sebut Johns Hopkins Coronavirus Resource Center. [uh/ab]