Burma dicurigai tetap menjalin hubungan militer dengan Korea Utara, setelah Jepang mengaku telah mencegat pengiriman barang-barang lewat laut yang bisa digunakan untuk program nuklir.
BANGKOK —
Jepang hari Senin membenarkan berita bahwa pejabat-pejabat pabean tahun lalu mencegat kapal bermuatan batangan-batangan logam campuran alumunium, diduga berasal dari Korea Utara, yang bisa digunakan untuk membuat mesin pemusing nuklir.
Media Jepang melaporkan kapal itu berlayar ke Burma tetapi dicegat oleh kapal berbendera Singapura bulan Agustus setelah adanya info rahasia dari Amerika.
Penyingkapan itu memunculkan kekhawatiran bahwa, meski ada perubahan politik besar, Burma mungkin terus melakukan program senjata nuklir rahasia dan mungkin melanggar sanksi-sanksi PBB terhadap Korea Utara.
Negara-negara barat telah mencabut hampir semua sanksi diplomatik dan ekonomi terhadap Burma. Tetapi, minggu lalu penasehat khusus Amerika urusan Burma, Patrick Murphy, mengatakan sanksi-sanksi tidak akan sepenuhnya dicabut tanpa reformasi politik dan kondisi HAM yang lebih luas – termasuk pemutusan hubungan dengan Korea Utara.
“Kami sangat berharap bisa berada dalam posisi untuk menyatakan atau menerima pernyataan bahwa hubungan militer antara kedua negara itu putus. Kami mengadakan dialog yang berhasil mengenai isu ini dengan pihak berwenang di sini. Saya rssa ada pemahaman sangat baik mengenai keperihatinan masyarakat internasional dalam menghadapi Korea Utara,” ujar Murphy.
Pemerintah militer Burma telah lama menjadi pembeli senjata dan peralatan militer Korea Utara.
Tahun 2010, selagi Burma memulai peralihan demokrasi, seorang pembelot menuduh militer menjalankan program senjata nuklir rahasia. Para analis menduga adanya dukungan Korea Utara.
Robert Kelley, mantan teknisi nuklir pada Los Alamos dan badan nuklir PBB, IAEA, menyelidiki tuduhan-tuduhan itu. Ia mengatakan, walaupun ada bukti program senjata nuklir, ia tidak melihat tanda-tanda keterlibatan Korea Utara.
“Saya tidak bisa menemukan bukti apa pun bahwa Korea Utara terlibat dalam program nuklir itu. Saya rasa kita tidak akan bisa menemukan siapa pun yang punya bukti itu. Jika kita amati khususnya pernyataan-pernyataan pemerintah Amerika, seperti telah kita saksikan dalam pendekatan kembali dengan Burma, mereka secara berhati-hati telah mengubah pembicaraan dari hanya nuklir semata ke misil dan senjata konvensional,” paparnya.
Laporan-laporan mengenai dugaan pengiriman alumunium mengemuka bulan November ketika Presiden Barack Obama bersiap-siap mengambil langkah penting sebagai Presiden Amerika pertama yang berkunjung ke Burma.
Awal tahun ini, Presiden Thein Sein berjanji Burma akan berhenti membeli perangkat keras militer dari Korea Utara dan akan menandatangani protokol tambahan dengan IAEA yang akan mengizinkan inspeksi internasional.
Media Jepang melaporkan kapal itu berlayar ke Burma tetapi dicegat oleh kapal berbendera Singapura bulan Agustus setelah adanya info rahasia dari Amerika.
Penyingkapan itu memunculkan kekhawatiran bahwa, meski ada perubahan politik besar, Burma mungkin terus melakukan program senjata nuklir rahasia dan mungkin melanggar sanksi-sanksi PBB terhadap Korea Utara.
Negara-negara barat telah mencabut hampir semua sanksi diplomatik dan ekonomi terhadap Burma. Tetapi, minggu lalu penasehat khusus Amerika urusan Burma, Patrick Murphy, mengatakan sanksi-sanksi tidak akan sepenuhnya dicabut tanpa reformasi politik dan kondisi HAM yang lebih luas – termasuk pemutusan hubungan dengan Korea Utara.
“Kami sangat berharap bisa berada dalam posisi untuk menyatakan atau menerima pernyataan bahwa hubungan militer antara kedua negara itu putus. Kami mengadakan dialog yang berhasil mengenai isu ini dengan pihak berwenang di sini. Saya rssa ada pemahaman sangat baik mengenai keperihatinan masyarakat internasional dalam menghadapi Korea Utara,” ujar Murphy.
Pemerintah militer Burma telah lama menjadi pembeli senjata dan peralatan militer Korea Utara.
Tahun 2010, selagi Burma memulai peralihan demokrasi, seorang pembelot menuduh militer menjalankan program senjata nuklir rahasia. Para analis menduga adanya dukungan Korea Utara.
Robert Kelley, mantan teknisi nuklir pada Los Alamos dan badan nuklir PBB, IAEA, menyelidiki tuduhan-tuduhan itu. Ia mengatakan, walaupun ada bukti program senjata nuklir, ia tidak melihat tanda-tanda keterlibatan Korea Utara.
“Saya tidak bisa menemukan bukti apa pun bahwa Korea Utara terlibat dalam program nuklir itu. Saya rasa kita tidak akan bisa menemukan siapa pun yang punya bukti itu. Jika kita amati khususnya pernyataan-pernyataan pemerintah Amerika, seperti telah kita saksikan dalam pendekatan kembali dengan Burma, mereka secara berhati-hati telah mengubah pembicaraan dari hanya nuklir semata ke misil dan senjata konvensional,” paparnya.
Laporan-laporan mengenai dugaan pengiriman alumunium mengemuka bulan November ketika Presiden Barack Obama bersiap-siap mengambil langkah penting sebagai Presiden Amerika pertama yang berkunjung ke Burma.
Awal tahun ini, Presiden Thein Sein berjanji Burma akan berhenti membeli perangkat keras militer dari Korea Utara dan akan menandatangani protokol tambahan dengan IAEA yang akan mengizinkan inspeksi internasional.