Para buruh menuntut adanya moratorium penggunaan pekerja alih daya (outsourcing) melalui pencabutan seluruh ijin penyelenggara praktik tersebut.
Sekitar 1.000 buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari Kamis (12/7) berdemonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia menuntut dihapuskannya upah murah dan sistem alih daya (outsourcing), atau pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu perusahaan ke perusahaan lain.
Dari Bundaran Hotel Indonesia, buruh melanjutkan aksi dengan berjalan kaki menuju Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Istana Negara, Kementerian Keuangan, dan diakhiri di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal menyatakan aksi ini juga dilakukan serentak di 15 provinsi di Indonesia. Iqbal menyatakan para buruh menuntut adanya moratorium penggunaan pekerja alih daya mulai September 2012 selama enam bulan melalui pencabutan seluruh ijin penyelenggara alih daya.
Selain itu, ujar Iqbal, buruh juga meminta pemerintah menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pekerja alih daya dengan membuat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) yang melarang penggunaan pekerja alih daya.
Aksi ini menurut Iqbal juga merupakan reaksi atas keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar yang menerbitkan Permenakertrans baru tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dari 46 menjadi 60.
Menurut Iqbal, peraturan itu membuat para pekerja tidak akan bisa hidup layak dan menuntut agar KHL ditambah dari 46 komponen menjadi 86 hingga 122 komponen. Penambahan KHL menjadi 60, menurut Iqbal, hanya menambah upah buruh sekitar Rp 40.000 perbulan.
“GDP Indonesia nomor 16 di dunia, namun upah minimumnya nomor 68 dari 190 negara. Berarti rejim pemerintah Indonesia tetap rejim upah murah,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi menyatakan permasalahan alih daya dalam dunia tenaga kerja saat ini memang tidak bisa dihindari meski pengusaha ada juga yang tidak menyukai sistem tersebut.
“Masalahnya sekarang Undang-Undang Ketenagakerjaan kita begitu kakunya sehingga kalau orang itu malas, orang sampai berbuat kriminal pun kita tidak bisa keluarkan dari perusahaan kita. Maka itu banyak perusahaan-perusahaan melakukan alih daya,” tuturnya.
“Buruh itu kalau di-outsourcing dia lebih rajin daripada dia jadi pegawai tetap. Karena kalau pegawai tetap dia tahu tidak bisa keluarkan jadi dia malas kerja. Kita tidak bisa apa-apa. Ini yang terjadi sebenarnya,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan sistem alih daya dibolehkan oleh Undang-undang Ketenagakerjaan tetapi dengan batas-batas tertentu. Untuk itu Muhaimin mengajak Serikat Pekerja untuk mengawasi secara bersama-sama pelaksanaan sistem tersebut.
“Salah satu penyempurnaan jangka pendek adalah bagaimana agar para pekerja alih daya mendapatkan gaji yang lebih dari pekerja biasa sehingga jaminan masa depan ini juga terjaga sejak awal,” ujar Muhaimin.
Sehubungan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang komponen dan pelaksanaan Kebutuhan Hidup Layak dari 46 menjadi 60, Muhaimin mengungkapkan pihaknya telah bekerjasama dengan Universitas Indonesia dalam melakukan survei terkait dengan ketentuan kebutuhan hidup layak itu.
Dari Bundaran Hotel Indonesia, buruh melanjutkan aksi dengan berjalan kaki menuju Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Istana Negara, Kementerian Keuangan, dan diakhiri di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal menyatakan aksi ini juga dilakukan serentak di 15 provinsi di Indonesia. Iqbal menyatakan para buruh menuntut adanya moratorium penggunaan pekerja alih daya mulai September 2012 selama enam bulan melalui pencabutan seluruh ijin penyelenggara alih daya.
Selain itu, ujar Iqbal, buruh juga meminta pemerintah menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pekerja alih daya dengan membuat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) yang melarang penggunaan pekerja alih daya.
Aksi ini menurut Iqbal juga merupakan reaksi atas keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar yang menerbitkan Permenakertrans baru tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dari 46 menjadi 60.
Menurut Iqbal, peraturan itu membuat para pekerja tidak akan bisa hidup layak dan menuntut agar KHL ditambah dari 46 komponen menjadi 86 hingga 122 komponen. Penambahan KHL menjadi 60, menurut Iqbal, hanya menambah upah buruh sekitar Rp 40.000 perbulan.
“GDP Indonesia nomor 16 di dunia, namun upah minimumnya nomor 68 dari 190 negara. Berarti rejim pemerintah Indonesia tetap rejim upah murah,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi menyatakan permasalahan alih daya dalam dunia tenaga kerja saat ini memang tidak bisa dihindari meski pengusaha ada juga yang tidak menyukai sistem tersebut.
“Masalahnya sekarang Undang-Undang Ketenagakerjaan kita begitu kakunya sehingga kalau orang itu malas, orang sampai berbuat kriminal pun kita tidak bisa keluarkan dari perusahaan kita. Maka itu banyak perusahaan-perusahaan melakukan alih daya,” tuturnya.
“Buruh itu kalau di-outsourcing dia lebih rajin daripada dia jadi pegawai tetap. Karena kalau pegawai tetap dia tahu tidak bisa keluarkan jadi dia malas kerja. Kita tidak bisa apa-apa. Ini yang terjadi sebenarnya,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan sistem alih daya dibolehkan oleh Undang-undang Ketenagakerjaan tetapi dengan batas-batas tertentu. Untuk itu Muhaimin mengajak Serikat Pekerja untuk mengawasi secara bersama-sama pelaksanaan sistem tersebut.
“Salah satu penyempurnaan jangka pendek adalah bagaimana agar para pekerja alih daya mendapatkan gaji yang lebih dari pekerja biasa sehingga jaminan masa depan ini juga terjaga sejak awal,” ujar Muhaimin.
Sehubungan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang komponen dan pelaksanaan Kebutuhan Hidup Layak dari 46 menjadi 60, Muhaimin mengungkapkan pihaknya telah bekerjasama dengan Universitas Indonesia dalam melakukan survei terkait dengan ketentuan kebutuhan hidup layak itu.