Daftar peserta pemilu di Indonesia bulan depan akan didominasi oleh laki-laki, namun sejumlah perempuan berusaha masuk ke kancah politik yang telah lama dibayangi oleh elit patriarki.
Lebih dari 200 juta warga mempunyai hak pilih pada pemilu yang digelar pada 14 Februari mendatang, dan lebih dari setengahnya adalah perempuan, menurut komisi pemilu umum, namun hanya segelintir perempuan yang mewakili mereka di parlemen.
“Kita mempunyai banyak politisi perempuan yang berdedikasi dan cakap, namun masih banyak yang menganggap perempuan lemah dan kurang mempunyai kualitas kepemimpinan,” kata calon legislatif, Lingga Permesti, dari Kota Klaten, tempat dia mencalonkan diri, kepada kantor berita AFP.
"Itu adalah realitas yang ada, terutama di daerah (pedesaan)," tambah caleg berusia 37 tahun itu.
Indonesia, yang sudah lama dikenal dengan nepotisme politiknya, hanya memiliki satu presiden perempuan, Megawati Sukarnoputri, yang merupakan putri dari bapak proklamasi dan presiden pertama, Sukarno.
BACA JUGA: Profil Parpol: Ambisi Gerindra Menjadi Penguasa SenayanNamun ia tidak dipilih secara langsung, ia menduduki jabatan tertinggi tersebut dari kursi wakil presiden, setelah presiden Abdurrahman Wahid dimakzulkan pada tahun 2001. Meskipun partainya mempertahankan tingkat popularitas yang tinggi karena warisan ayahnya, ia kalah dalam dua pemilihan presiden berikutnya.
Pada pemilu bulan depan, seluruh 18 partai politik yang memperebutkan 580 kursi anggota parlemen, secara kolektif telah memenuhi kuota nasional yang disyaratkan, yaitu 30 persen calon perempuan, menurut daftar akhir KPU.
Perempuan Indonesia telah menduduki jabatan menteri, dan ketua DPR saat ini dipegang oleh seorang perempuan serta proporsi dari anggota legislatif perempuan telah meningkat menjadi satu dari lima orang pada 2019. Jumlah itu merupakan peningkatan dari satu dari setiap 10 orang pada 1999.
Di lura dari sejumlah peningkatan tersebut, representasi perempuan belum juga dianggap serius di negeri ini, menurut para ahli.
Beberapa kandidat perempuan mengaku bahwa mereka diperlakukan seperti pihak asing.
"Dalam salah satu kampanye saya, seorang ketua kecamatan mengatakan kepada warga bahwa saya hanyalah kandidat tambahan. [Ia mengatakan] saya bertarung dalam pemilu hanya untuk membantu partai saya untuk memenuhi kuota representasi," kata permesti kepada AFP. [ps/rs]