Perempuan-perempuan menjadi bahan perbincangan dalam Festival Film Cannes, dengan debat panas mengenai mengapa banyak perempuan di depan kamera namun jarang yang bekerja di belakang kamera.
Telah lama dikritik karena kurang menampilkan sutradara-sutradara perempuan, Festival Film Cannes tahun ini dibuka dengan film buatan perempuan untuk pertama kalinya sejak 1980an. Seleksi tersebut bertepatan dengan serentetan perenungan di dalam industri dimana perempuan-perempuan terkemuka berbicara secara publik mengenai tantangan-tantangan yang mereka hadapi dalam industri yang didominasi laki-laki.
"Satu hal yang sulit buat saya adalah menggabungkan keluarga dengan karir saya," ujar aktris Isabella Rossellini, Kamis (14/5), pada sesi pertama dari serangkaian diskusi mengenai perempuan dalam sinema yang disponsori perusahaan barang mewah Perancis, Kering.
"Saya kira banyak perempuan tidak dapat menjadi sutradara karena mereka memiliki anak dan harus merawat mereka," ujar bintang film "Blue Velvet", yang telah menyutradarai serangkaian film pendek terpuji mengenai kehidupan seks binatang.
Ia mengatakan jam kerja panjang di Hollywood "sangat sulit bagi keluarga," dan di Amerika Serikat "kita bisa mengurangi pajak makan siang bersama mitra bisnis tapi tidak untuk pengasuh bayi."
Ketimpangan gender dalam pembuatan film telah mendorong Serikat Kemerdekaan Sipil Amerika (ACLU) untuk meminta otoritas tenaga kerja AS untuk menyelidiki "kegagalan sistem" Hollywood untuk mempekerjakan sutradara perempuan.
ACLU mengatakan perempuan hanya mewakili 7 persen sutradara dalam 250 film paling laris tahun lalu, 2 persen lebih rendah daripada tahun 1998.
Melissa Silverstein dari kelompok advokasi Perempuan dan Hollywood menyambut aksi ACLU sebagai "sambutan pertama dari rangkaian dialog lebih besar" mengenai mengapa sangat sedikit perempuan di belakang kamera.
Namun Rossellini ragu investigasi tenaga kerja merupakan kunci keseimbangan gender. Ia mengatakan perubahan membutuhkan lebih dari adanya beberapa perempuan lagi di level atas.
"Ini soal budaya. Kita perlu mengubah budaya bersama-sama," ujarnya.
Rasio laki-laki dan perempuan di antara sutradara lebih baik di Eropa dibandingkan Hollywood, namun perempuan kurang terwakili sebagai pembuat film di seluruh dunia.
Meski Cannes membuka festivalnya Rabu dengan drama non-kompetisi "Standing Tall" dari Emmanuelle Bercot, hanya dua dari 19 film yang dikompetisikan untuk hadiah teratas, Palme d'Or, disutradarai perempuan.
Ada beberapa lagi film yang disutradarai perempuan di seluruh festival, dan festival tersebut memberikan hadiah Palme kehormatan untuk pembuat film generasi New Wave Perancis, Agnes Varda.
Bercot mengatakan ia tidak mengira filmnya akan dipilih untuk membuka Cannes karena ia perempuan, dan ia bersikeras pembuat film perempuan sedang mengejar ketinggalan dari para pria.
“Tidak dapat dikatakan bahwa kita menderita bentuk diskriminasi apa pun (di Perancis)," ujarnya pada wartawan.
"Situasi bekerja dan berkembang pada arah yang benar. Kita harus mengejar ketinggalan dengan 50 tahun sejarah, kita perempuan sebagai sutradara."
Di layar, perempuan selalu menonjol meski tidak selalu menjadi protagonis utama dalam film-film arus utama.
Claudie Ossard, produser Perancis untuk film "Betty Blue" dan "Amelie," mengatakan Kamis bahwa film ketinggalan dari televisi, tempat film-film seperti "The Killing," "Borgen" dan "Homeland" memiliki protagonis-protagonis perempuan berkarakter kompleks.
Namun aktris Bollywood, Katrina Kaif, mengatakan ia telah melihat perubahan-perubahan dalam cara sinema India menggambarkan perempuan.
"Ada pergeseran besar," ujarnya. "Ada banyak film dengan karakter perempuan yang sangat kuat, banyak film yang sukses dengan protagonis perempuan yang memiliki kepribadian sangat kuat, pikiran yang mandiri."