China pada hari Jumat (11/8) mengatakan baru-baru ini mengungkap "kasus spionase" Badan Intelijen Pusat AS (CIA) yang melibatkan seorang warga negara China bernama Zeng yang membocorkan "informasi rahasia penting" untuk mendapatkan uang.
Beijing telah meningkatkan upaya untuk memerangi mata-mata baru-baru ini, termasuk menerapkan Undang-Undang Antispionase yang telah direvisi pada bulan lalu yang memberi pihak berwenang lebih banyak kewenangan daripada sebelumnya untuk menghukum apa yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
"Setelah penyelidikan yang cermat, otoritas keamanan negara memperoleh bukti kegiatan spionase Zeng dan, sesuai dengan hukum, mengambil tindakan paksa terhadapnya untuk menghilangkan bahaya pada waktu yang tepat," kata Kementerian Keamanan Negara China dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan secara online.
Rincian tentang hukuman Zeng tidak diungkapkan.
BACA JUGA: AS Prihatin Atas Dorongan Kontra-spionase oleh ChinaPernyataan itu mengatakan bahwa Zeng yang berusia 52 tahun telah dikirim ke Italia untuk belajar, di mana ia berteman dengan seorang agen CIA yang ditempatkan di kedutaan AS di Roma.
Orang ini meyakinkan Zeng untuk memberikan "informasi sensitif tentang militer (China)" dengan imbalan "kompensasi dalam jumlah besar" dan bantuan untuk Zeng dan keluarganya untuk pindah ke Amerika Serikat.
Zeng diduga menandatangani kontrak dengan pihak AS dan menerima pelatihan sebelum kembali ke China untuk melakukan kegiatan spionase.
Kasus ini dengan cepat mendapat perhatian luas di China, melonjak ke puncak daftar trending topik di situs media sosial Weibo pada Jumat pagi.
BACA JUGA: Microsoft: Peretas China Bobol Akun Email Pemerintah Eropa BaratRevisi Undang-Undang Antispionase Beijing telah mengkhawatirkan banyak bisnis AS yang beroperasi di China karena hubungan antara kedua negara terus menurun.
Berdasarkan perubahan tersebut, "mengandalkan organisasi-organisasi spionase dan agen-agen mereka" serta memperoleh "dokumen, data, materi, dan barang yang terkait dengan keamanan dan kepentingan nasional" secara tidak sah dapat dianggap sebagai tindakan mata-mata.
Perubahan tersebut "telah menimbulkan kekhawatiran yang sah tentang melakukan aktivitas bisnis rutin tertentu, yang sekarang berisiko dianggap spionase", tulis Craig Allen, presiden Dewan Bisnis AS-China, dalam sebuah blog baru-baru ini.
"Keyakinan terhadap pasar China akan semakin memburuk jika undang-undang tersebut sering diterapkan dan tanpa kaitan yang jelas, sempit, dan langsung dengan aktivitas yang secara universal diakui sebagai spionase," tulis Allen. [ab/uh]