China mengecam Amerika Serikat (AS) atas “tuduhan tidak berdasar” tentang kebijakan penanganan COVID-19 negara itu setelah melonjaknya kasus di Shanghai, yang mendorong kantor konsulat Amerika mengizinkan sebagian staf meninggalkan kota yang kini menjalani lockdown itu.
Strategi nol-COVID Beijing telah menghadapi banyak tekanan sejak Maret lalu setelah muncul lebih dari 100.000 kasus baru di Shanghai, yang membuat pemerintah setempat memberlakukan kebijakan penutupan wilayah dan penghentian sebagian kegiatan secara bertahap. Hal ini memicu keluhan kekurangan makanan dan aksi bentrok dengan petugas kesehatan.
Kedutaan AS di China, pada Sabtu (9/4) lalu, mengatakan mereka akan mengizinkan staf yang tidak penting untuk meninggalkan kantor konsulat di Shanghai karena lonjakan kasus COVID-19 dan memperingatkan warganya yang berada di China bahwa mereka mungkin akan menghadapi “penegakan hukum terkait pembatasan perebakan virus secara sewenang-wenang.”
BACA JUGA: Pejabat Shanghai: Penanganan Wabah COVID-19 Harus DitingkatkanMenanggapi hal itu, Kementerian Luar Negeri China lewat situs resminya menyampaikan “ketidakpuasan yang kuat dan penentangan tegas terhadap tuduhan tidak berdasar Amerika tentang kebijakan pengendalian epidemi China.”
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan “ini adalah keputusan Amerika sendiri. Namun demikian (keputusan itu) sedianya menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian epidemi China adalah ilmiah dan efektif.” Ia menambahkan bahwa China telah menyampaikan “pernyataan serius” pada mitra-mitra Amerika.
“Kami memiliki keyakinan penuh bahwa Shanghai dan tempat-tempat lain akan mengatasi putaran epidemi ini,” tegasnya.
Untuk menghentikan perebakan luas COVID-19 varian Omicron di Shanghai, pemerintah China berpegang teguh pada kebijakan lockdown dengan cepat, pengujian massal dan pembatasan perjalanan.
90 Persen Kasus COVID-19 di China Berasal dari Shanghai
Shanghai, yang merupakan pusat bisnis China, melaporkan 24.943 kasus COVID-19 baru pada Minggu (10/4), yang sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Jumlah kasus ini 90 persen dari total kasus nasional.
Pihak berwenang telah menyiapkan puluhan ribu tempat tidur baru di lebih dari 100 rumah sakit darurat sebagai bagian dari kebijakan isolasi terhadap setiap orang yang positif terjangkit virus itu, terlepas dari apakah mereka menunjukkan gejala atau tidak.
Warga setempat yang mulai kesal dengan kebijakan lockdown itu menggunakan media sosial untuk melampiaskan kemarahan, terutama terkait kekurangan makanan dan kontrol yang sangat ketat.
Kebijakan yang tidak populer dengan memisahkan anak-anak yang terjangkit COVID-19 dari orang tua mereka yang tidak tertular virus ini juga sempat memicu kemarahan publik. Kebijakan tersebut sekarang telah melunak. [em/jm]