China pada Minggu (4/12) melaporkan dua kematian lagi akibat COVID-19 di saat kota-kota di negara tersebut mulai melonggarkan pembatasan untuk mencegah perebakan virus, setelah masyarakat meluapkan rasa frustrasi mereka.
Komisi Kesehatan Nasional mengatakan dua kematian itu dilaporkan terjadi di provinsi Shandong dan Sichuan. Tidak ada informasi mengenai usia korban atau apakah mereka telah divaksin penuh.
China, di mana virus itu pertama kali terdeteksi pada akhir 2019 di Wuhan, adalah negara besar terakhir yang berusaha menyetop penularan lewat karantina, penguncian wilayah dan tes massal.
Pemerintahan Partai Komunis mengambil strategi garis keras itu diduga karena khawatir akan tingkat vaksinasi di negara itu.
BACA JUGA: China Longgarkan Lebih Jauh Kebijakan COVID, WHO Sambut BaikMeski sembilan dari 10 warga China telah divaksin, hanya 66 persen orang di atas usia 80 yang telah menerima satu suntikan dan hanya 40 persen yang telah menerima booster, menurut komisi itu. Pihak komisi juga mengatakan bahwa 86 persen dari warga usia 60 tahun ke atas telah divaksinasi.
Mempertimbangkan angka itu dan minimnya warga China yang memiliki antibodi lewat paparan virus, sebagian pihak khawatir jutaan orang bisa meninggal apabila pembatasan dicabut sepenuhnya.
Namun, besarnya kemarahan publik sepertinya telah memicu pihak berwenang untuk mencabut sebagian pembatasan, meskipun strategi "nol-Covid" masih diberlakukan. Strategi itu bertujuan untuk mengisolasi setiap warga yang terinfeksi. [vm/rs]