China Promosikan Vaksin di Seluruh Dunia, Tapi Kritikus Sebut Efikasinya Rendah

Laboratorium pembuat vaksin China Sinovac Biotech, mengembangkan vaksin eksperimental COVID-19, di Beijing, China, 24 September 2020. (Foto: Reuters)

Sementara pandemi virus corona terus menyapu di seluruh dunia, para pejabat kesehatan berlomba-lomba untuk menyuntikan vaksin COVID-19 ke banyak lengan secepat mungkin. Dalam laporan mengenai vaksin COVID-19, VOA menguraikan tentang vaksin-vaksin buatan China.

Perusahaan Sinovac dan Sinopharm adalah produsen vaksin terkemuka di China. Dan kedua vaksin itu telah disetujui oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) untuk melawan COVID-19. Sinovac adalah perusahaan swasta, sedangkan Sinopharm dikelola pemerintah. Para ilmuwan China menggunakan metode yang sama untuk membuat kedua vaksin itu.

Dr. Andrea Cox, profesor pada Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins mengatakan untuk vaksin-vaksin seperti itu, para ilmuwan mengambil virus atau bakteri, menonaktifkannya atau membunuhnya, dan menyuntikannya kepada orang-orang. Karena virusnya mati, virus itu tidak bisa menginfeksi siapapun. Lalu, apabila seseorang yang sudah divaksin terpapar virus hidup, tubuh mereka mengenalinya dan memeranginya. Namun, Cox mengatakan, ada kekurangannya.

Vaksin SARS CoV-2 untuk COVID-19 ditampilkan saat tur pabrik vaksin SinoVac di Beijing pada Kamis, 24 September 2020. (Foto: AP)

"Masalahnya adalah bahwa vaksin-vaksin yang tidak aktif ini menimbulkan jenis respons imun yang berbeda dan sedikit kurang efektif.... Vaksin Sinovac telah diuji dan terbukti memiliki perlindungan yang bervariasi, tetapi tidak seefektif dibandingkan beberapa vaksin lain di luar sana," katanya. WHO mengatakan vaksin Sinovac sekitar 50 persen efektif. Sinovac mengatakan vaksin itu secara signifikan mengurangi keparahan infeksi COVID-19. Kemanjuran Sinopharm lebih tinggi. WHO melaporkan vaksin itu 78 persen efektif. Dua dosis diperlukan untuk kedua vaksin itu. Agar lebih efektif, vaksin-vaksin sering dicampur dengan adjuvan atau bahan tambahan tak berbahaya seperti garam aluminium atau lemak.

Seorang perawat memegang sekotak vaksin COVID-19 yang dibuat oleh Beijing Institute of Biological Products, sebuah unit anak perusahaan Sinopharm, China National Biotec Group (CNBG). (Foto: Reuters)

Di situsnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengatakan, "Aluminium adalah salah satu logam paling umum yang ditemukan di alam dan ada di udara, makanan dan air," maka (aluminium) bukan bahan asing atau berbahaya, meski kelompok-kelompok anti-vaksin mengklaimnya demikian. Contohnya, Sinovac menggunakan alumunium hidroksida, bahan yang juga digunakan untuk mengobati sakit perut.

Vaksin Sinovac dan Sinopharm memiliki keunggulan besar dibandingkan vaksin-vaksin COVID lainnya, yaitu mudah disimpan dan hanya memerlukan pendinginan biasa. Itu memudahkan penyaluran vaksin COVID ke masyarakat di kawasan terpencil.

BACA JUGA: KeefektifanVaksin Sinovac Susut Setelah 6 Bulan, Apakah Pemerintah Akan Berikan Booster?

"Dalam dunia yang ideal, kita tidak memerlukannya, tapi pada titik ini, kita perlu cara agar dunia divaksin dengan cepat dan efektif, dan mungkin memerlukan penggunaan vaksin yang kita tahu tidak terlalu bagus tapi lebih baik daripada tidak divaksin sama sekali."

WHO mengatakan vaksin-vaksin yang aman dan efektif adalah cara yang sangat berpengaruh. Tapi untuk sekarang dan seterusnya, WHO merekomendasikan pemakaian masker, lebih sering cuci tangan, ventilasi dalam ruang yang baik, jaga jarak fisik dan hindari keramaian. Dan yang paling penting, mendapatkan vaksin COVID-19 dengan vaksin apapun yang tersedia.

BACA JUGA: Studi: Vaksin COVID Sinovac Sangat Efektif Melawan Penyakit Serius

Cox mengatakan kita beruntung karena banyak pemerintah di dunia berinvestasi pada vaksin dan banyak ilmuwan top yang membuat vaksin. "Para ilmuwan terbaik di dunia memikirkan bagaimana membuat vaksin yang efektif dan mengantarkannya kepada populasi global adalah kritis. Semakin banyak data yang kita peroleh dari vaksin-vaksin ini, semakin banyak kita bisa memilih vaksin yang bisa melindungi banyak populasi dunia."

WHO mengatakan bukan jenis vaksin yang akan menghentikan pandemi, melainkan vaksinasi. [vm/jm]