Chinatown atau “Pecinan” di Los Angeles telah mengalami banyak perubahan, seiring dengan bergabungnya imigran dari China daratan dengan imigran dari Hong Kong, Taiwan, dan Asia Tenggara. Komunitas yang berkembang juga telah meluas ke pinggiran kota, di mana para pendatang baru merasa tidak asing dengan suasana dan istiadat di sana.
Meskipun banyak warga Tionghoa Amerika yang masih merayakan festival besar, tinggal dan bekerja di Chinatown yang bersejarah di pusat kota Los Angeles, wilayah Pecinan yang paling padat penduduknya di Los Angeles adalah pinggiran timur kota itu — tepatnya di Lembah San Gabriel.
Jenny He yang berusia tiga belas tahun bermain dengan adik laki-lakinya di komunitas itu, tempat yang telah menarik banyak orang, terutama migran dari daratan China.
Jenny, saudara laki-lakinya dan ayahnya melakukan perjalanan melalui Amerika Tengah, dan VOA menemui mereka di sebuah pusat migran di Panama pada bulan Februari lalu. Ayah mereka, He, minta agar identitasnya tidak diungkapkan secara lengkap karena dia takut pihak berwenang China akan mengganggu keluarganya yang masih tinggal di negara itu.
“Perahu kami terbalik, sehingga kami tidak bisa naik perahu. Jadi, perjalanan mestinya bisa ditempuh selama dua setengah hari, tapi kami terpaksa harus berjalan kaki selama empat setengah hari di hutan tropis,” sebutnya.
He kemudian kehilangan jejak dari karavan migran di kedalaman hutan tropis yang lebat. “Saya tidak bisa melihat siapa pun di depan atau di belakang kami. Itu merupakan ujian bagi keadaan pikiran saya sendiri.”
Walaupun demikian, He mengaku bisa bertahan bersama kedua anaknya. Ketika keluarga tersebut sampai di Amerika Serikat, mereka mengajukan permohonan suaka politik, dan permohonan itu masih dipertimbangkan.
Jenny mengaku merindukan anjingnya di China dan ibunya yang akan bergabung dengan mereka kemudian, tapi dia mengaku bahagia berada di Amerika Serikat.
“Amerika yang saya bayangkan adalah tempat yang tidak terlalu aman, tapi begitu saya sampai di sini, saya merasa di sini cukup sepi dan mereka sangat baik pada anak-anak.”
Pemohon suaka lainnya dari China, Li Delong, bekerja sebagai pengantar makanan dengan mobil sewaan. Dua tahun lalu, dia menghadapi kesulitan di Amerika Tengah.
Li sekarang tinggal dan bekerja di lingkungan yang tidak membutuhkan kemampuan berbahasa Inggris untuk bertahan hidup.
“Menurut pemahaman saya, AS adalah negara imigran. Etnis yang berbeda-beda semuanya tinggal dalam komunitas masing-masing. Bagi imigran baru seperti saya yang tidak terlalu mengerti bahasa Inggris, saya kebanyakan tinggal di daerah kantong Tionghoa.”
Li harus mengatasi rasa kesepian, namun d]ia mengatakan kehidupan di Amerika jauh lebih baik daripada di China.
“Dalam lingkungan seperti itu, sulit untuk bertahan hidup. Kami tidak optimistis dengan masa depan China terutama sejak Xi Jinping berkuasa. Perekonomian China terus memburuk.”
Para pejabat AS mengatakan sejak Oktober 2023 hingga April 2024, 27.700 migran dari China mencoba masuk tanpa visa melalui perbatasan selatan AS, bersama dengan ratusan ribu migran dari negara-negara lain.
Gelombang imigran China yang tiba di Los Angeles selama bertahun-tahun telah menerima bantuan dari kelompok-kelompok amal – yang terdiri atas orang-orang Tionghoa yang telah datang sebelum mereka.
Baru-baru ini, bantuan juga datang dari luar komunitas mereka, termasuk pelajaran bahasa Inggris dari gereja lokal, dan perlengkapan rumah tangga yang dikumpulkan oleh masyarakat sekitar.
Sebagian besar bantuan bersifat informal, datang dari teman baru di tempat kerja atau di tempat berkumpul seperti pusat perbelanjaan dan kuil saat mereka beradaptasi dengan dunia yang berbeda tetapi juga dengan bahasa dan adat yang tidak asing bagi mereka, layaknya seperti di negara asal mereka. [lt/jm]