Columbia University di New York pada Kamis (25/4) malam mengurungkan tenggat tengah malam bagi pengunjuk rasa pro-Palestina untuk meninggalkan perkemahan di kampus itu. Sementara itu, semakin banyak kampus perguruan tinggi di AS yang berupaya mencegah pendudukan di halaman kampus mereka.
Polisi melakukan penangkapan besar-besaran di berbagai kampus di AS, sesekali menggunakan bahan kimia penyebab iritasi dan taser untuk membubarkan protes terkait perang Israel dengan Hamas.
Kantor Minouche Shafik, rektor Columbia University di New York, mengeluarkan pernyataan pada pukul 11.07 malam yang menyatakan mundur dari tenggat tengah malam untuk membongkar perkemahan besar dengan sekitar 200 mahasiswa.
“Pembicaraan telah menunjukkan kemajuan dan berlanjut sesuai rencana,” kata pernyataan itu. “Kami punya tuntutan, mereka juga punya tuntutan.”
Pernyataan itu membantah bahwa polisi Kota New York diundang ke kampus tersebut. “Rumor ini tidak benar,” kata pernyataan tersebut.
Seorang mahasiswa, yang mengidentifikasi diri sebagai Mimi saja, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa ia telah berada di kamp itu selama tujuh hari.
“Mereka menyebut kami teroris, mereka menyebut kami kasar. Tetapi satu-satunya perangkat yang sebenarnya kami punya adalah suara kami,” katanya.
Para mahasiswa pengunjuk rasa mengatakan mereka menyatakan solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza, di mana korban tewas telah mencapai 34.305 orang, menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas.
Lebih dari 200 orang yang memprotes perang ditangkap pada hari Rabu dan Kamis dini hari di berbagai universitas di Los Angeles, Boston dan Austin, Texas, di mana sekitar 2.000 orang berkumpul kembali hari Kamis.
Polisi antihuru-hara di negara bagian Georgia menggunakan bahan kimia penyebab iritasi dan taser untuk membubarkan protes di Emory University, Atlanta.
Your browser doesn’t support HTML5
Berbagai foto menunjukkan polisi menggunakan taser sewaktu mereka bergulat dengan pengunjuk rasa di halaman rumput yang terawat rapi.
Departemen Polisi Atlanta mengatakan para petugas yang menanggapi permintaan bantuan dari universitas “dihadapkan pada kekerasan” dan menggunakan “bahan kimia penyebab iritasi” untuk menanggapinya.
Protes yang menyebar itu bermula di Columbia University, yang masih menjadi pusat gerakan protes mahasiswa.
Kebebasan berbicara
Protes tersebut menjadi tantangan besar bagi pengelola universitas yang berusaha menyeimbangkan komitmen kampus terhadap kebebasan berekspresi dengan keluhan bahwa unjuk rasa itu telah melewati batas.
Para pendukung pro-Israel dan lainnya yang khawatir mengenai keselamatan kampus menunjuk pada berbagai insiden anti-Semitisme dan menuduh bahwa kampus mendorong intimidasi dan ujaran kebencian.
“Saya tidak pernah merasa setakut ini sebagai Yahudi di Amerika seperti sekarang,” kata Skyler Sieradsky, mahasiswa filsafat dan ilmu politik berusia 21 tahun di George Washington University. “Ada mahasiswa dan dosen yang mendukung pesan-pesan kebencian, dan mendukung pesan yang menyerukan kekerasan.”
Para pengunjuk rasa, yang mencakup sejumlah mahasiswa Yahudi, telah menolak anti-Semistisme dan mengkritik para pejabat yang menyamakan itu dengan tentangan terhadap Israel.
“Orang-orang di sini yang mendukung rakyat Palestina berasal dari berbagai latar belakang .. (didorong oleh) perasaan keadilan mereka secara umum,” kata mahasiswa pascasarjana berusia 33 tahun di University of Texas, Austin, yang mengaku ia seorang Yahudi dan memberitahu namanya sebagai Josh saja, kepada AFP.
Israel, sekutu AS, meluncurkan perangnya di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.170 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan data resmi Israel.
Militan Hamas juga menyandera sekitar 250 orang. Israel memperkirakan 129 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 34 yang diduga telah tewas.
BACA JUGA: Demonstrasi di Kampus AS Meluas, Ketua DPR Desak Rektor MundurDari pesisir barat hingga timur
Di University of Southern California di Los Angeles, 93 orang ditangkap karena masuk tanpa izin pada hari Rabu. Pihak berwenang kampus mengatakan mereka membatalkan kegiatan pada upacara wisuda 10 Mei.
Upacara itu, yang biasanya menarik kehadiran 65 ribu orang, menjadi berita utama bulan ini ketika administrator kampus membatalkan pidato yang rencananya disampaikan seorang wisudawan terbaik setelah ada pengaduan dari berbagai kelompok Yahudi bahwa ia terkait dengan kelompok-kelompok anti-Semitisme. Mahasiswi itu membantah tuduhan tersebut.
Di Emerson College di Boston, media setempat melaporkan perkuliahan dibatalkan pada hari Kamis setelah polisi bentrok dengan pengunjuk rasa pada malam sebelumnya, membongkar perkemahan pro-Palestina dan menangkap 108 orang.
Di Washington, mahasiswa dari Georgetown dan George Washington University (GW) mendirikan perkemahan solidaritas di kampus GW pada hari Kamis.
BACA JUGA: Protes Pro-Palestina di Universitas AS MeningkatUnjuk rasa dan perkemahan juga muncul di New York University dan Yale – di mana puluhan mahasiswa di kedua kampus itu ditangkap awal pekan ini - both of which also saw dozens of students arrested earlier this week -- Harvard, Brown University, MIT, University of Michigan dan berbagai tempat lainnya.
California State Polytechnic University menyatakan kampusnya tetap tutup hingga pekan depan karena pengunjuk rasa yang menduduki gedung-gedung.
Hari Minggu lalu, Presiden AS Joe Biden mengecam “anti-Semitisme terang-terangan” yang “tidak ada tempatnya di kampus-kampus.”
Tetapi Gedung Putih juga mengatakan bahwa preside mendukung kebebasan berekspresi di universitas-universitas AS. [uh/lt]