Sepanjang pekan ini, bencana banjir dan longsor terjadi di berbagai wilayah, di antaranya Aceh, Bali, sejumlah wilayah di Jawa dan Kalimantan. Cuaca ekstrem diprediksi masih berlangsung, dan karena itu seluruh pihak diminta meningkatkan kewaspadaan.
Banjir yang melanda sejumlah daerah itu sebenarnya telah masuk dalam daftar peringatan yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BKMG) awal Oktober lalu. Saat ini, hasil analisis menunjukkan kondisi dinamika atmosfer di wilayah Indonesia masih cukup signifikan memicu peningkatan potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah, seperti disampaikan Kepala BMKG, Prof Dwikorita Karnawati, Jumat (14/10).
“Hasil analisis dinamika atmosfer terkini menunjukkan adanya Siklon Tropis Sonca di sekitar Laut China Selatan sebelah timur Vietnam,” ujarnya.
Siklon tropis itu memiliki kecepatan angin maksimum mencapai 35 knots atau 64 kilometer perjam, dengan tekanan udara minimum di pusatnya mencapai 998 mb. Saat ini, siklon tropis Sonca bergerak ke arah barat-barat laut, dengan kecepatan 6 knots atau 10 kilometer per jam, memasuki daratan Vietnam.
“Keberadaan sistem siklon tropis Sonca ini membentuk pola belokan dan perlambatan kecepatan angin, yang dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia bagian utara ekuator,” tambah Dwikorita.
Dampak tidak langsung yang terjadi dari bibit siklon tersebut adalah potensi hujan sedang hingga lebat disertai kilat, petir dan angin kencang di wilayah Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat dengan potensi gelombang tinggi di wilayah perairan utara Indonesia.
Dwikorita juga menjelaskan, beberapa gelombang ekuatorial masih cukup aktif di wilayah Indonesia. Fenomena gelombang Kelvin, Rossby Ekuatorial, dan fenomena Madden Jullian Oscillation (MJO) berkontribusi meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan.
Karena itulah, BMKG memprediksikan potensi curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat akan terjadi di 24 provinsi dalam pekan depan. Provinsi itu berada di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi dan Papua. BMKG juga memperingatkan bahwa potensi gelombang tinggi mengancam sejumlah wilayah perairan di Indonesia.
Banjir Terjadi di Banyak Titik
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, banjir besar terjadi di sejumlah wilayah, termasuk Bali pada 8 Oktober 2022. Setidaknya lima orang meninggal dunia di beberapa lokasi berbeda. Banjir ini juga memaksa sejumlah wisatawan asing dievakuasi dari penginapan mereka, yang terkepung air.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, Made Rentin menjelaskan hal ini dalam keterangan tertulisnya.
BACA JUGA: Bencana Tak Kenal Musim Wujud Nyata Dampak Perubahan Iklim"Hari Jumat tanggal 8 Oktober 2022, hujan lebat terjadi mulai dari subuh pukul 00.30 WITA sampai dengan 06.30 WITA hampir merata di seluruh wilayah Bali,” kata Rentin.
Fenomena itu menyebabkan bencana tanah longsor, pohon tumbang, jalan amblas dan banjir tersebar di tujuh wilayah kabupaten dan kota di Bali.
Di Aceh, bencana banjir juga terjadi. BPBD Aceh mencatat, lima kecamatan di Aceh Utara, yaitu Pirak Timur, Matangkuli, Lhoksukon, Tanah Luas dan Baktiya, masih terendam hingga hari Minggu (9/10). Laporan juga menyebut, hujan masih sering terjadi dengan intensitas sedang hingga lebat.
Air juga datang dari kawasan hulu di Kabupaten Bener Meriah, yang menyebabkan sungai Krueng Keuroto, Krueng Pirak dan Krueng Pase meluap. Ada 52.499 jiwa dari 15.499 keluarga yang terdampak banjir, dan memaksa 11.645 keluarga atau 39.957 jiwa di antaranya, mengungsi. BPBD Aceh juga merinci, 13 tanggul rusak termasuk tiga tebing, 17 jalan dan jembatan, lima rumah warga dan lahan persawahan yang terdendam seluas 1.057 hektar.
Sejumlah titik di Kalimantan, Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Sumatera Utara juga mengalami banjir atau tanah longsor. Di Bogor pekan ini tanah longsor terjadi menimbulkan empat korban meninggal dan tiga masih dalam pencarian, menurut pernyataan resmi BNPB.
BNPB sendiri telah mengimbau pemerintah daerah dan warga meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan bencana hidrometeorologi. Pemerintah daerah diminta untuk segera melakukan apel kesiapsiagaan untuk mengecek kesiapan alat, perangkat, dan personel dalam menghadapi cuaca ekstrem.
“Apabila diperlukan, daerah juga diminta menerbitkan status tanggap darurat untuk mempermudah koordinasi dan pemberian bantuan apabila terjadi bencana,” kata Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto.
Jawa Tengah Bersiap
Jawa Tengah adalah salah satu wilayah rawan bencana, baik banjir maupun tanah longsor. Pada Jumat (14/10), Gubernur Ganjar Pranowo mengumpulkan seluruh elemen kebencanaan terkait, untuk bersiap menangani bencana di puncak musim hujan tahun ini.
“Yang penting adalah infomasi, seperti curah hujan dari BMKG, kondisi tanah dari badan geologi termasuk dari dinas ESDM kami yang coba kita sebarkan. Kemudian, memunculkan awareness, maka kawan-kawan relawan, kepala desa, penting mengetahui supaya responsnya cepat,” kata Ganjar di Semarang, Jumat (14/10).
BACA JUGA: Cegah Rob Semarang Terulang, Perubahan Kebijakan Harus MenyeluruhKepala BPBD Jawa Tengah, Bergas C. Penanggungan, mengakui sejumlah bencana hidrometerologi sudah terjadi di beberapa wilayah tersebut.
“Beberapa kabupaten sudah terdampak cuaca ekstrem, khususnya Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Temanggung, Banjarnegara dan Semarang,” kata dia.
Salah satu ancaman besar di Jawa Tengah adalah banjir rob karena permukaan tanah yang lebih rendah dari laut di wilayah pesisir utara. Pemerintah setempat telah menyediakan lima pompa bergerak, yang bisa disebar ke titik rawan banjir atau rob, khususnya di kawasan kota pesisir seperti Pekalongan, Tegal, Semarang dan Kudus.
Khusus di kawasan Semarang, yang berulangkali didera banjir rob, rumah pompa menjadi salah satu tumpuan. Pengecekan rutin dilakukan, khususnya di kawasan langanan banjir seperti Sawah Besar dan Kawasan Industri Terboyo. Pihak terkait memastikan, setiap rumah pompa akan dijaga 24 jam sehari untuk menekan potensi buruk bencana. [ns/ah]