Nama Deris Nagara masih terus menjadi perbincangan media. Pasalnya, mahasiswa S2 jurusan administrasi publik di universitas Columbia di New York yang dikenal prestisius ini, baru saja terpilih menjadi ketua badan eksekutif mahasiswa atau presiden dari organisasi mahasiswa di departemen School of International and Public Affairs.
Bertekad “membawa nama baik Indonesia di kancah internasional,” Deris pun menggaungkan semboyan tanah air, “Bhinneka Tunggal Ika,” lewat slogan “Unity and Diversity for Our Community” atau persatuan dan keragaman untuk komunitas.
“Yang kedua, filosofi aku “Genta Mandaya” yang artinya Genta, berarti suara bel dan gema, dan mandaya berarti memberdayakan. Nah, ini aku pengin menggemakan suara masyarakat yaitu (mahasiswa) di sana (terkait) advokasi tertentu, diberdayakanlah melalui program-program,” jelas Deris Nagara kepada VOA belum lama ini.
Laki-laki yang memiliki nama lengkap, Muhammad Rizki Nugraha Darma Nagara ini menjadi mahasiswa Indonesia pertama yang menerima jabatan ini. Ia bertugas memimpin lebih dari 1.500 mahasiswa di departemen School of International and Public Affairs di Universitas Columbia.
Selain menjembatani hubungan antara pihak kampus dan mahasiswa, bersama organisasinya, Deris juga bertugas untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat, membuat kebijakan, program, dan kampanye, serta meningkatkan kinerja para mahasiswa.
“Alhamdulillah, sangat beryusukur bisa memiiki amanah ya untuk memimpin teman-teman dari berbagai macam dunia yang hebat-hebat,” kata laki-laki kelahiran tahun 1997 ini.
Kakak Deris yang bernama Putri melihat sosok adik bungsunya ini sebagai panutan dalam keluarga, mengingat banyaknya prestasi yang sudah banyak diraih sejak kecil hingga sekarang. Putri dan keluarga pun merasa “bersyukur dan bangga” atas pencapaian Deris di Columbia University.
“Mudah-mudahan Deris bisa membawa amanah itu, kemudian Deris pun bisa mengukir-mengukir lagi prestasi-prestasi yang luar biasa yang bisa membawa harum nama keluarga, nama Indonesia, khususnya Jawa Barat dan Ciamis,” ujar Putri kepada VOA.
Deris memang dikenal sebagai sosok yang aktif sejak masih duduk di bangku SMA. Sembilan tahun terakhir ini, Deris aktif mengabdi pada masyarakat lewat berbagai program pemuda, pengembangan komunitas dan pendidikan, hingga mewakili Indonesia bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia di berbagai pertemuan dan forum di tingkat ASEAN.
“Deris ini sangat gigih dan penuh semangat. Itu sudah terlihat waktu beliau masih mahasiswa di President University, Cikarang,” ujar Wisler Manalu, Asisten Deputi Kemitraan Pemuda Kemenpora.
“Ada beberapa event yg kita rekomendasikan sebagai delegasi pemuda Indonesia utk mengikuti event Internasional baik di Tingkat Regional Asean, Asia dan Global. Beliau selalu yg menjadi pemakalah mewakili delegasi (Kemenpora),” tambahnya kepada VOA.
Deris pernah mewakili delegasi Kemenpora RI di ajang ASEAN-Russia Youth Summit tahun 2019, juga di ajang ASEAN-Korea Frontier Forum tahun 2020.
“Setelah kelulusannya banyak aktivitas beliau utk bergabung dengan komunitas pemuda dan memberikan edukasi kepada sesama komunitas pemuda,” lanjut Wisler Manalu.
Deris yang pernah dinobatkan sebagai Pemuda Inspiratif Indonesia tahun 2021 oleh Kemenpora ini mengaku memiliki dua tujuan dalam hidupnya.
“Yang pertama kalau di Indonesia aku pengin jadi menteri pemuda olah raga atau menteri pendidikan, tapi kalau misalnya di luar negeri aku pengen ke UN. Di US secretariat atau enggak langsung ke UN,” ujar Deris.
Gagal Masuk Universitas Negeri
Deris yang lahir di Bandung dan besar di Ciamis ini adalah satu diantara puluhan mahasiswa yang meraih beasiswa sebesar 60 ribu dolar, atau setara dengan lebih dari 900 juta rupiah, dari Universitas Columbia. Tidak hanya itu, ia juga penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP di Indonesia.
Walau sempat terkendala masalah visa dan terpaksa ketinggalan kuliah selama 40 hari, akhirnya Deris hijrah ke Amerika bulan September 2022.
“Pas sampai ke (AS) harus ngejar semua pelajarannya. Alhamdulillahnya profesornya baik, tutornya baik, jadi bantu aku untuk adaptasi cepat,” jelas Deris.
Perjalanan Deris dalam meraih pendidikan tinggi memang tidak selalu sesuai dengan harapannya.
Mantan anggota boyband “The Galaxy” di Indonesia ini awalnya sempat bercita-cita ingin menjadi dokter.
Namun, harapannya kandas setelah gagal tembus Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMBPTN) UI, ujian Seleksi Masuk (SIMAK) UI, dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
“Aku tuh benar-benar yang mati-matianlah buat kedokteran ini, karena aku pengin jadi dokter. Dari pagi sampai jam 5 sore (ekstrakurikuler), terus lanjut Magrib-nya les, sampai jam 9 malam. Dari 10-11 malam aku ngajar gratis ke orang-orang, matematika, biologi, semuanya aku kasih tutor gratis. Nah, dari jam 12 sampai jam 2 paginya aku langsung benar-benar belajar lagi sendiri,” kenang Deris.
“Memang takdir aku bukan di sini dan aku langsung mengubah cari takdir lain,” tambahnya.
Untungnya di saat yang sama Deris yang waktu SMA mengambil jurusan IPA telah menerima beasiswa untuk menempuh studi jurusan Hubungan Internasional (HI) dari President University di Bekasi.
“Saat itu ekonomi pun lagi enggak stabil. Jadi memang papa kan baru pensiun, terus mama akhirnya buka warung juga buat menghidupi kuliah aku,” cerita Deris.
Walau pada waktu itu orang tuanya masih menginginkan Deris untuk kuliah di universitas negeri, ia pun lantas berusaha membuktikan kepada mereka bahwa President University adalah pilihan yang tepat untuknya.
“Ini udah beasiswa gratis, tinggal biaya hidup aja,” ujarnya.
“Aku enggak boleh cuman diam doang, makananya aku diam-diam (melakukan kerja paruh waktu) enggak bilang ke orang tua dan uang itu buat aku sehari-hari di kampus,” tambah laki-laki yang pernah bekerja sebagai penyanyi pernikahan, MC, pelatih debat, dan periset saat masih kuliah S1 dulu.
Kerja kerasnya dalam menempuh pendidikan S1 pun terbuktikan, dengan IPK 4.0.
Kuliah ke Belanda
Saat kuliah S1 di President University, Deris sempat menerima tawaran beasiswa untuk kuliah 2 semester di Belanda. Tawaran yang tak mungkin ia tolak ini membuatnya harus memutar otak untuk mendapatkan biaya hidup selama di Belanda, mengingat beasiswa yang ia dapat hanya untuk pendidikan saja.
Ia pun lantas memaksakan diri untuk mendatangi perusahaan yang memiliki program sosial (red.CSR atau Corporate Social Responsibility), kantor pemerintah, termasuk Kemenpora, dengan harapan bisa mendapatkan biaya tambahan untuk hidup di Belanda.
“Ternyata enggak keterima juga sampai aku bolak-balik ke Kemenpora dan itu awal mulanya kenapa Kemenpora bisa dekat sama aku,” kata Deris.
Gagal mendapat biaya di luar, Deris pun kembali ke orang tuanya.
“Aku ngebohong ke mereka, in good ways, aku bilang udah disediain semuanya. Tinggal minta uang saja buat berangkat naik pesawat, sama (biaya) buat sebulan. Ya udah akhirnya mereka mengusahain,” cerita Deris.
Berbekal biaya 7 juta rupiah, Deris akhirnya tiba di Belanda, tanpa ada kepastian mengenai tempat tinggal dan pekerjaan. Ia beruntung karena akhirnya bisa menginap di lantai rumah temannya selama 2 minggu. Tidak hanya itu, ia juga langsung mendapat kesempatan kerja magang di hari pertama. Walau begitu, Deris berusaha untuk menghemat, khususnya untuk biaya transportasi.
“Kalau naik bis atau naik kereta kan mahal banget ya, jadi aku dapat gratis dari (tetangga) aku, sepeda. Jadi aku naik sepeda bolak-balik 50km lebih dan sekali jalan 2 jam setengah. Itu melewati gunung, lembah, laut danau, tol, hutan, bukit semua kulalui,” katanya.
Bagi Deris, pengalaman hidupnya di Belanda merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menjadi individu yang independen, membuatnya lebih menghargai “segala unsur kehidupan(nya),” dan mempersiapkannya untuk membangun negeri jika kembali ke Indonesia nanti.
Mimpi ke PBB
Hingga kini, Deris telah mengunjungi delapan negara, termasuk Amerika Serikat, dimana kini ia menemukan tantangan yang berbeda, khususnya di kampus.
“Alhamdulillahnya, karena Deris kan dulu udah pernah exchange ke Belanda, Australia gitu kan untuk studi dan konferensi. Jadi secara akademis tidak ada tantangan yang besar. Jadi lebih kayak adaptasi kurikulumnya, udah gitu (sistim pembelajarannya), karena memang agak berbeda dari di Indonesia,” jelasnya.
Di Columbia University, Deris kini tengah mengambil jurusan Administrasi Publik, dengan konsentrasi di bidang Pembangunan Ekonomi dan Politik, serta spesialisasi di bidang studi Organisasi Internasional dan Persatuan Bangsa-bangsa (red.United Nations).
Deris pun kerap terpilih untuk berpartisipasi di beberapa konferensi di kantor pusat PBB di New York, seperti konferensi multilateral di bidang pendidikan tinggi dan juga konferensi sains terbuka.
“Ini adalah salah satu mimpiku untuk bisa berada di (PBB),” ujar Deris.
“Dan saat (diskusi di PBB) aku enggak (mengira) bakal ada (tanya jawab). Terus aku kepilih juga untuk (berbicara) dan aku membawa materi mengenai bagaimana sih soal (dampak PBB ke pendidikan) itu sendiri, terhadap implementasi program-program seperti SDG (red. Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) ya,” jelasnya.
Pantang Menyerah
Sejak kecil, Deris memang dikenal sebagai sosok yang gigih dan pantang menyerah di keluarganya. Besar dan tinggal jauh dari ibu kota tidak membuatnya patah semangat untuk selalu mencari informasi untuk meraih pendidikan tinggi, termasuk beasiswa.
“Pas di Ciamis aku nggak tau tentang apa-apa sih jujur,” kata Deris.
“Kamu misalnya tinggal di daerah atau di desa dan tidak tahu apa-apa mengenai beasiswa atau pengin mengejar mimpi tapi nggak tau sumber daya dari mana, kamu bisa pergi ke kota,” jelasnya.
Menurut Deris, tinggal di desa atau di daerah tidak menutup kemungkinan untuk bisa menjelajah dunia, karena masing-masing memiliki kesempatan untuk bisa menjadi bagian dari dunia ini. Sebagai contoh, jika tidak memiliki internet di desa, menurut Deris, pilihannya adalah pergi ke kota dan mencari warung internet.
“Di situ kita sih yang harus memang berinisiatif, untuk mencari di Google. Aku pun semuanya cari di Google sendiri,” jelas Deris.
“Jadi jangan berkecil hati bahwa ‘aku dari desa, aku dari daerah, aku nggak bisa ngapa-ngapain,’ semuanya bisa dicapai, di sini, sekarang juga melalui internet. Banyak banget sekarang teknologi yang canggih yang bisa kita gunakan. Tinggal kita mau enggak?” tambahnya.
Putri pun mengakui kegigihan Deris dalam mengejar apa yang diinginkan. Jika orang kerap menyerah setelah mencoba 1-2 kali, menurut Putri, Deris adalah sosok yang pantang menyerah dan akan fokus kepada target pencapaiannya.
“Kalau tipikalnya Deris itu, ketika tidak berhasil atau belum saatnya tercapai, dia akan terus coba, coba, dan coba lagi, berpikir lagi, berpikir lagi bagaimana keinginannya atau target yang diinginkannya itu bisa tercapai dengan kegigihannya yang pantang menyerah,” ujar Putri.
Meskipun pernah mempertanyakan dirinya sendiri karena kegagalan yang pernah ia alami, namun, Deris selalu berusaha bangkit dan mengingat filosofi yang selalu ia pegang, yaitu:
“A great person is not someone who always be the best, number one or winner, but someone who could survive, get up and face the trouble in their lives.”
Artinya: “Orang yang hebat bukanlah orang yang selalu menjadi yang terbaik, nomor satu atau pemenang, tetapi orang yang mampu bertahan, bangkit dan menghadapi kesulitan dalam hidupnya.”
Saat ini Deris tengah berada di Korea Selatan untuk menghadiri ajang ASEAN-Korea Frontier Forum Alumni ke-9.
Kedepannya, Deris akan mengikuti program kuliah musim panas di universitas ternama Stanford di California, dimana ia juga menerima beasiswa sebesar 5 ribu dolar AS atau setara dengan 76 juta rupiah.
Kepada teman-teman yang tengah mengejar mimpi, Deris berpesan untuk selalu bekerja keras, meningkatkan rasa percaya diri, dan percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin.
“Aku memegang teguh kata-kata ya ini udah ada ya di quran juga, ‘kun fayakun,’ ketika Tuhan sudah berkehendak, ya udah kehendak gitu, ketika kalian bersungguh-sungguh, pasti kalian bisa dapat. Yang penting rida dari Allah saja,” pungkasnya. [di/dw]